Bab 19 : Adistia

12K 685 103
                                    

Bab 19 : Adistia

"Setiap pria mempunyai cara tersendiri untuk membahagiakan wanitanya."

---------------

"Mas, Adis itu sayang sama Mas Ganin. Jangan mikir yang enggak-enggak. Jangan lupa berdoa. Sampai ketemu," ucapku sepenuh hati.

"Mas juga sayang kamu. Bukan cinta yang datang lalu pergi, tapi tak akan pernah terganti." Senyumku mengembang. Aku semakin tidak sabar menunggu dia pulang.

Sungguh. Ganin selalu tahu bagaimana membuatku luluh.

Wangi harum khas coklat menguar di dapur Kafe mengembalikanku dari lamunan. Aroma yang sangat menenangkan, membuatku lagi dan lagi menghidunya. Dan untukku yang sebagai pecinta coklat, berada seharian di sini adalah seperti surga.

Cake coklat buatan Ibun selalu menjadi primadona, bahkan sejak delapan tahun lalu. Ibun bilang, Tante Ambarlah yang waktu itu pertama kali mencicipinya. Coklat adalah makanan kesukaan Adikasa, maka dari itu Tante Ambar sangat gemar membuat kue-kue berbahan dasar coklat. Bisa dibilang, resep Cake coklat Ibun adalah hasil dari perpaduan resep Ibun dan Tante Ambar. Dan benar saja Cake coklat Ibun bahkan menjadi makanan kesukaan Adikasa sekeluarga.

Pria itu, Adikasa, dia memang pria yang baik. Sosok ayah juga suami idaman setiap wanita. Hm..., siapa yang mampu menolak pesonanya? Tidak bisa kupungkiri. Bahkan, aku saja sempat terpesona olehnya.

Namun, hanya dalam hitungan minggu aku merasa aku salah jika aku terlarut terlalu dalam akan pesonanya. Dan pada kenyataannya, aku tidak siap.

Lantas, apakah itu perhitunganku hingga aku kembali pada Ganin dan melanjutkan hubungan kami?

Jelas bukan.

Menikah dan hidup bersama bukan hanya berdasarkan saling mencintai dan membutuhkan. Jauh dari pada itu, dibutuhkan kerjasama, rasa keyakinan, saling percaya, terima kekurangan satu sama lain. Jalani semua dengan sabar dan ikhlas. Hingga semua itu terangkai menjadi pondasi yang kuat.

Aku yakin, Adikasa bisa memberiku sedikit keyakinan. Apalagi, dia sudah memintaku menikah dengannya.

Tetapi pemilik hatiku bukan dia.

Ini bukan tentangku dan Adikasa.

Lalu, apakah dia adalah Ganin? Pria yang selama enam tahun bersamaku.

Memejamkan mata seraya memijat leherku yang terasa sangat kaku. Aku tahu rasa ragu itu masih ada. Semua tidak mudah, apalagi beberapa bulan terakhir ini semua berjalan mundur.

Aku pernah mengatakan jika puzzle yang berpencar dalam hubungan kami perlahan mulai menemukan letak di mana seharusnya dia berada.

Percayalah, sekali lagi, semua tidak pernah mudah.

Ganin sangat keras kepala, penuh perhitungan dan berpendirian kuat. Maka saat dia melamarku saat pertama kali, aku tahu, itu bukanlah dia.

Sedangkan aku, aku sadari jika sifat kekanakanku masih ada. Meski mampu profesional dalam bekerja, tapi aku mudah bad mood dan labil. Ya, benar. Aku bukanlah wanita mandiri yang mempunyai sifat stabil.

"Hapunten, Mbak Adis." Suara Teh Hera membuyarkan lamunanku dan membuatku menoleh ke hadapannya.

"Ya,"

"Kue untuk Bu Ambar sudah siap. Ini benar, Mbak Adis yang mau antar?"

"Iya, Teh. Tolong taruh di mobil aja. Nanti saya yang bawa," jelasku.

Jangan Takut MenikahikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang