Bab 11 : Adistia

6.9K 889 115
                                    

"Rasa resah singgah. Jika terjadi perang emosi kau dan aku. Jangan pernah menyanjung cinta. Jika tak mengerti maknanya cinta. Kuinginkan cerita cinta terindah bagaikan dalam dongeng."

Hanya - Melly Goesllaw


-----------------------------------------------------------------

Mobil yang dikendarai pak Guntur membawaku kembali ke Kafe Ibun. Jalanan Bandung siang ini agak sedikit padat. Mungkin karena jam makan siang.

Ya Tuhan... Apa yang sebenarnya terjadi padaku ini?

Ganin yang datang lalu tiba-tiba mengajakku menikah, sebuah keinginanku namun tidak mampu kucerna. Sikap kasar Adikasa padaku, yang mungkin terjadi karena aku sudah lancang masuk ke dalam masalahnya. Mengapa hal itu menghantam hatiku dan membuatku semakin rapuh.

Mengusap wajah kasar. Sungguh aku menyesal sudah meninggalkan Ganin dan datang ke sekolah Renggani. Tapi anak itu, saat dia menangis meraung-raung memanggil namaku. Atau saat dia memelukku karena ketakutan. Hal itu bukan sesuatu yang sepele.

Mengapa Adikasa bersikap berlebihan seperti itu?

"Neng Adis.... Atos dugi, neng." Ucap pak Guntur menghentikan lamunanku.

"Oh iya, hatur nuhun nya Pak." Aku pun keluar dari mobil. Mataku menyapu ke setiap sudut Kafe, namun tidak kutemukan Ganin di sini. Apa dia sudah pergi? Lagi-lagi rasa kecewa hinggap dihatiku.

"Ibun," panggilku saat masuk ke dapur Kafe.

"Ya, Nak.... Gimana dengan Rengga?" Tanya Ibun seraya membagi fokus antara melihaku dan melanjutkan menghias kue.

"Ya begitu, deh." Aku menghela napas. "Oh iya, Mas Ganin udah pergi ya, Bun?"

"Sudah... Nggak lama kamu pergi. Dia juga pergi." Aku mengangguk pelan. Sedikit demi sedikit rasa kecewa kembali menghampiriku. Ganin itu... Senang sekali dia muncul lalu tiba-tiba menghilang.

"Besok lusa Renggani ulang tahun, kamu dikasih tahu nggak sama Bu Ambar?"

"Iya, Tante Ambar undang aku ke rumahnya. Ibun juga dateng, kan?"

******

From : Mas Ganindra


Dek.... Hari ini kamu ada acara nggak? Aku sedang libur dan stay di Bandung.

Pesan singkat dari Ganin membangunkanku di pagi yang mendung. Menatap kosong ke arah ponsel. Melihat kata demi kata, tapi tidak ada rasa senang sedikit pun dalam hatiku. Entahlah.... Aku merasa sedikit janggal dengan sikap Ganin akhir-akhir ini. Seperti bukan dia.

Dengan malas, aku turun dari ranjang. Rasa kantuk masih terasa karena tadi malam, aku tidur sangat larut. Akhirnya, setelah sekian lama menganggur, ada sedikit kerjaan dari kantor lamaku untuk mengedit naskah. Setidaknya, ada sedikit semangat muncul dalam diriku. Keinginanku bekerja freelance dan belajar me-manage Kafe Ibun berjalan lancar. Ibun sudah tua dan sudah waktunya dia istirahat. Karena di keluarga kami, ilmu membuat kue itu turun padaku. Maka dengan senang hati aku akan meneruskan usaha yang sudah Ibun rintis bertahun-tahun lamanya.

Jangan Takut MenikahikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang