Pinggiran Bekas Kerajaan Shiro, Shirokyo.
"Shiina !! Ambilkan sekop nak !!" Kata suara yang datang dari ladang padi itu. Suaranya lantang dan bersahaja, namun tak ada yang menyangka bahwa itu merupakan suara seorang perempuan. Suara seorang ibu yang sehari-harinya bekerja di sawah untuk menghidupi keluarganya.
"Baik bu !" Suara balasan terdengar dari arah yang berlawanan. Suara itu lagi-lagi merupakan suara yang lantang dan jelas dan lagi-lagi suara itu diucapkan oleh seorang perempuan, lebih tepatnya seorang gadis ramaja yang menginjak 12 tahun, masa-masa dimana ia mulai mematangkan dirinya menuju kedewasaan.
Anak yang dipanggil Shiina itu, berlari menuju gubuk kecil dipinggir sawah tempatnya dan ibunya bekerja setiap hari. Gubuk itu sangatlah kecil, di dalamnya tidak ada apa-apa selain karpet untuk tidur, beberapa alat makan, dan alat persawahan. Shiina dengan cepat mengambil sekop dan berlari tergopoh-gopoh menuju ibunya.
"Ini ibu" kata Shiina dengan lembut sambil menyinggungkan senyum di bibirnya. Wajah gadis ini begitu indah dipandang. Paparan senyumnya bagaikan malaikat yang sedang tersenyum. Wajahnya bagaikan hamparan bunga yang sedang mekar. Matanya biru bulat dengan alis lentik menghiasi wajahnya. Kulit putih bersih dan lembut bagaikan sutra. Dengan rambut putih keperakan yang bersinar, bukan seperti uban orang yang lanjut usia, Rambutnya seperti memantulkan cahaya. Hidup. Orang pasti berpikir orang ini adalah seorang putri bangsawan.
Sang ibu menerima dengan senang hati sekop yang ia terima dari anaknya. Ia lalu melanjutkan pekerjaannya bertani. Begitu pula Shiina, walaupun parasnya cantik, tapi ia sama sekali tidak jijik dengan lumpur. Demi menyenangkan ibunya, ia rela berkorban apapun. Demi satu-satunya orangtua yang ia punya sekarang.
Ayahnya entah kemana. Saat ia baru berumur 1 tahun, saat dunia masih pudar di matanya, ia sudah ditinggalkan ayahnya. Ia pun tidak tahu menahu tentang silsilah keluarganya. Yang ia tahu sekarang ia bersama ibu yang paling dicintainya di dunia dan menjadi seorang petani miskin yang berkerja di lahan orang. Ia tak peduli apa itu tanah orang maupun tanahnya sendiri, selama itu membahagiakan ibunya ia akan garap itu.
Hari semakin siang dan perut ibu anak itu mulai berbunyi. Kelaparan.
Keduanya menyudahi pekerjaannya dan kembali ke gubug kecil mereka untuk rehat dan makan siang. Mereka hanya makan seadanya. Hanya nasi yang diberi garam sebagai perasa agar nasi tersebut tidak hambar. Walau begitu, kedua insan ini tak mengeluh dengan keadaan mereka. Hidup saja sudah untung pikir mereka.
Hidup sebagai buruh petani memang susah. Untuk makan 3 kali sehari saja, mereka harus benar-benar memeras tulang. Belum lagi pajak yang dibebankan kepada mereka. Raja Kuro, Kuroyama, memutuskan seluruh penduduk yang dulunya merupakan warga kerajaan Shiro harus membayar 2 kali pajak dari penduduk Kuro biasa. 2 keping emas. Demi 1 keping perak saja mereka harus bekerja siang-malam, apalagi 2 keping emas ? bahkan sampai sekarang mereka sudah berhutang kepada kerajaan sebesar 10 keping emas.
Namun, bagi Shiina beban itu tidak dihiraukannya. Ia tetap melihat sisi positif dari apa yang ia alami sekarang. Pertama, ia masih bisa bertahan hidup dengan bebas. Ia melihat beberapa budak saat ia pergi ke pasar dan itu sudah cukup baginya untuk menafsirkan arti dari sebuah kebebasan. Kedua, ia masih memiliki tempat berlindung dan orangtua yang menyayanginya. Tak terhitung banyaknya orang di luar sana yang kedinginan apabila hujan mengguyur dan kepanasan apabila matahari bersinar terik.
Shiina menyudahi makannya. Ia lalu keluar gubug dan duduk di atas bangku reyot yang tebuat dari bambu di depan gubugnya, memandangi cakrawala horizontal di hadapannya. Suara angin mendesir memanjakan setiap telinga yang mendengar, disertai dengan padi-padi kemuning yang siap panen menari-nari indah mengikuti irama angin. Latar belakang perbukitan hijau menambah sedapnya pemandangan. Shiina tak pernah bosan memandangi pemandangan ini, karena ini satu-satunya pelipur lara yang ia miliki.
Sambil menikmati angin mendesir pelan melewati sela-sela tubuhnya, Shiina menggumamkan sajak-sajak indah yang selalu ibunya bacakan sebelum ia pergi tidur. Sajak tentang sebuah cinta yang berakhir dengan pengkhianatan. Sebuah tragedi yang diceritakan dengan indah. Suara gumamannya apabila dipadukan dengan suara-suara angin yang bertiup, bagai membuat simponi kecil yang indah.
Sang ibu keluar dan duduk menemani Shiina di atas bangku reyot itu, sambil menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. Ekspresinya terlihat seperti ekspresi misterius yang dibuat-buat. Membuat Shiina cekikikan sendiri
"Ada apa sih bu ? kok kayaknya ada yang disembunyiin ?" kata Shiina sambil menahan cekikikannya yang malah terengar seperti kentut.
"Hayoo tebak apa ??" Sang ibu kali ini tak bisa memertahankan ekspresi misteriusnya. Sekarang ekspresinya sudah penuh bahagia.
"Apa ya ?? aku nyerah deh" Balas Shiina
Sang ibu pun menyodorkan sebuah boks kayu kepada Shiina
"Ini ! ini hadiah buat kamu karena sakarang kamu sudah 12 tahun" Sang ibu tampak sangat kegirangan menyatakan itu.
Shiina melihat tampak luar boks itu. Hanya boks kayu biasa tidak ada yang istimewa. Tapi, saat Shiina membukanya, betapa kagetnya dia, isinya berupa sebuah amulet putih terbuat dari gading gajah yang bertuliskan kanji shiro (白). Dipahat dengan sangat baik dan teliti.
Darimana ibunya dapat barang seberharga ini ?
"Ini adalah sebuah barang turun-temurun dari keluarga Shirogami, keluarga kita" sang ibu menjelaskan bagai menjawab pertanyaan di benak Shiina. " ini barang yang sangat berharga, barang yang dibuat dari 5 generasi ke atas. Jaga yang baik ya ?" kata sang ibu sambil menyinggungkan senyum di wajahnya.
Shiina sangat kegirangan. Menerima sebuah barang yang sangat berharga bagi ibunya adalah sebuah kehormatan baginya. Untuknya ini berarti satu, ia berhasil membahagiakan ibunya.
"Barang ini bukan sekadar amulet biasa" lanjut ibunya. Ia lalu mengambil amulet tersebut dan mengangkatnya. Terdengar alunan kecil musik indah keluar dari dalam amulet tersebut. "di dalam amulet ini ada rongga-rongga udara, di mana saat rongga-rongga udara itu dilalui angin, maka akan terdengar musik indah seperti ini"
Shiina mengamati dengan seksama. Saat amulet itu dibunyikan, burung-burung gereja di dekat mereka ikut berkicau, mengikuti irama yang dihasilkan oleh amulet itu. Tidak hanya burung gereja, burung merpati pun ikut berkicau dan mengelilingi mereka. Benar-benar suara indah yang menyihir.
Shiina mengambil salah satu merpati dan mengeluskan ke pipinya.
Drap..Drap..Drap...
Suara kuda memecah kedamaian itu.
Kedua ibu dan anak itu tersentak kaget. Suasana damai yang telah mereka buat, rusak oleh suara derak kaki kuda itu. Mereka tau, sura kuda itu bertanda buruk.
Tentara Kuroyama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ShiroKuro : Tale Of Two Kingdoms
Fantasy"Sang penyelamat akan datang dan membawa kerajaan Shiro menuju kejayaannya lagi" begitulah ramalan dari para peramal terdahulu berkata. Shiina, seorang anak dari pasangan petani yang tinggal di daerah bekas Kerajaan Shiro yang sekarang dikuasai Kera...