Seven

32 4 1
                                    

Jum'at. Hari yang selalu Bara tunggu, bukan karna ada hal spesial. Tapi di hari jum'at Bara dapat terlepas dari materi-materi perkuliahan, meskipun tugas tak dapat terhindarkan. Tapi Bara bersyukur, dapat menghabiskan banyak waktu dengan bermalasan di rumah.

Hal pertama yang Bara ingat ketika matanya terbuka sempurna, yaitu benda persegi yang merangkak menjadi kebutuhan nomor satu bagi hidup Bara. Semenjak Lintang tidak di Jakarta, Bara lebih sering berlama-lama menatap iPhonenya. Ya, alat elektronik ini tak dapat di pisahkan dari tangannya. Seakan ada lem perekat. Sama seperti hati Bara dan Lintang, hatinya tak dapat di pisahkan dari nama Lintang.

Bara melirik sekilas jam dinding di atas tembok kamarnya.

08.30

Bara terduduk di atas kasur, dengan muka bantalnya. Bara mendial nomor seseorang. Menempelkan iPhone di telinga kanannya.

"Hallo ..."

Hanya mendengar sapaan seseorang di sebrang sana, mampu membuat Bara tersenyum secerah mentari.

"Hallo, Lin. Kamu apa kabar?"

"Kabar baik, kak Bara gimana kabarnya?"

Bara mengubah posisi duduknya menjadi tiduran sambil memeluk guling.

"Aku baik, kapan kamu pulang ke Jakarta?"

Helaan nafas Lintang terdengar.

"Gak tau deh, soalnya masih banyak yang harus di urusin kak."

Padahal Bara ingin Lintang cepat pulang, Bara sangat merindukan cewek itu. Entah, meskipun hampir setiap bangun tidur Bara menelpon Lintang pun tak mengurangi rasa kangennya. Malah sebaliknya. Bara semakin kangen Lintang.

"Cepet pulang dong, bentar lagi kan aku ulang tahun Lin. Kamu gak lupa kan?"

Ya, Bara berharap Lintang kembali dan merayakan ulang tahunnya yang tinggal menghitung hari.

Karna Bara sudah menyusun rencana, ketika Lintang datang di hari ulang tahun Bara. Ia berjanji akan menyatakan perasaanya. Ia ingin Lintang tahu tentang perasaannya.

"Aku gak lupa kok, kalo misal aku gak pulang. Kado nya aku kirim lewat pos aja, ya."

Pernyataan Lintang membuat Bara agak kecewa, karna bisa saja 'misal' itu menjadi kenyataan. Nyata kalau Lintang tak bisa pulang dan merayakan ulangtahun Bara.

Bara tersenyum masam.

"Pokoknya aku gak mau tau! Kamu harus pulang. Ayolah Lintang.."
Bara merengek, seperti anak kecil. Bara lupa usianya yang tidak muda lagi, mungkin dengan merajuk seperti ini Lintang bisa memikirkan keputusannya.

Lintang terkekeh. "Hehehe ... Jadi pengen liat, muka kak Bara kalo lagi ngerek gitu. Pasti lucu. Hehehe, iya iya. Aku bakal usahain."

Bara melayangkan kepalan tangannya ke udara,  mendengar Lintang akan mengusahakan pulang ke Jakarta untuknya. Bara sangat senang.

"Makanya, kamu cepet pulang. Kan bisa liat lagi muka ganteng aku. Pulang yaa Lin..."

"Ckck... Iya bawel ih. Eh kak? Aku tutup teleponnya dulu ya. Mama manggil aku."

"Emm.. Iya deh, miss you Lintang."

"Miss you too kak Bara."

Sambungan terputus.

Bara menaruh iPhonenya di atas dada. Jantungnya berdegup kencang, hanya Lintang yang mampu membuat jantungnya berkerja tidak semestinya. Hanya Lintang yang mampu membuat Bara tersenyum sendiri seperti orang gila dengan muka bantalnya.

Secret Fans ( Complete ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang