BAB 3: Perasaan Seorang Ibu.

1.4K 103 0
                                    


Mohon vote dan komenya. Kalo ada yang tidak dimengerti harap tanyakan.

--*--

Ibu tua itu memandang anaknya dengan pilu. Sudah 1 bulan ia tak sadarkan diri. Ibu itu menghapus air mata yang mengalir dengan deras. Ini semua salahku, andaikan aku mendidiknya dengan benar, dan meminpinya kejalan yang lurus. Ibu macam apa aku ini ya Allah. Harusnya aku harus bisa menjaga anak'ku. Maaf kan Mama Andara. Maaf. Keresahan telah membuatnya menyalahkan diri sendiri.

Ibu tua bangkit berdiri, setelah iyah mendengar pintu ICU tempat Andara dirawat terbuka, menampilkan sosok Doctor.

"Doctor, bagaimana keadaan anak saya?. Apa Andara ada kemajuan? " dalam hati ibu tua itu berkata 'semuanya akan baik'

Dr.Hendra memandangnya iba. "Maaf Ibu Liana, kami sudah melakukan semua hal dengan maksimal. Saya tidak tau kapan Andara akan sadar. " Dr.Hendra menghela napas. Memberi waktu jeda. "Saya sendiri sulit untuk percaya. Andara seolah-olah mati. Jantungnya berdetak sangat lemah. Seperti tidak ada kehidupan. Kita serahkan pada yang di atas ya bu?! Saya permisi dulu! " Dr. Hendra berlalu pergi.

Ibu Liana masih mematung. Perlahan ibu Liana mengangkat tanganya, mendorong pintu secara perlahan berepek menimbulkan cekitan yang sangat ngilu.

Udara dingin menyeruak menembus kulit Ibu Liana, dentingan jam dan bunyi alat Alminater menyambutnya. Memberitahu kepadanya bahwa ada kehidupan disini. Ia menatap putranya dengan pandangan kosong.

Rasa salah, rasa kesal, rasa menyesal, dan rasa sedih mendominan menjadi perih. Ibu mana yang melihat anak Bungsunya terbujur kaku tak sadarkan diri diatas bangker menyedihkan ini, dengan rasa bahagia? Tidak adak. Semua orang tua akan sedih melihat anaknya lemah tak berdaya.

Ibu Liana tidak ingin menyalahkan orang lain akan kecelakaan yang telah terjadi. Tidak ada yang salah di sini, semuanya di atas rata-rata kesalahanya. Dan kenyataan yang harus kita terima itu adalah Tidak ada yang sempurna di atas dunia ini. DI atas masih ada lagit, di bumi masih ada tanah. Kecuali yang Maha ESA.

"Andara" Ibu Liana berucap lirih. Ia terduduk di kursi yang ada. Membawa tangan sang putra ke pipinya. Beberapa kali iq menciumnya dengan derai air mata.

"Andara sadar nakk"

Ibu Liana menangis. Menangisi nasib sang Anak. Pikiranya melayang kebeberapa bulan yang lalu. DI saay itu Andara adalah sosok yang sangat manis, sopan, dan berwibawa. Narendra Ali Andara.

Ali atau yang sering akrab di pangil Andara sangat senang menyambut hari dimana yang ia tunggu akan datang. Bahagia. Tentu saja dia bahagia karna tinggal 5hari lagi Ali akan menggikat sang kekasih, dengan sebuah setatus yang menurut ia istimewa. Tunangan.

Ali telah menyiapkanya dengan sangat baik dan matang. Semuanya berjalan dengan rencana. Senyuman indah, pancaran bahagia selalu keluar dari aroma tubuhnya.

Cincin, pakaian, calon sudah siap. Dan sekang Ali tinggal menunggu Esok-Lusa. Ali semakin tak sabar. Sebuah khayalan terkelebat dalam pikiran Ali. Ali tersenyum mengeleng-gelengkan kepala. Konyol memang.

Drrrrrr. Drrrrr
1 pesan masuk dari Nomer tak terkenal.

Ali enggan membuka. DIa tidak suka mementingkan hal yang sangat tidak penting.

Ali memandang Nomor Handpone dengan hati berbunga. Ia memanggilnya. Nada sambung mulai berbunyi.

Sekitar 3menit menunggu, akhirnya seorang oprator wanita yang menyahut. "Nomor yang anda tuju sedang sibuk"

Dua kali Ali menelponya, dua kali juga dia mendapatkan jawaban yang sama. Rasa curiga mulai ia kuasai.

Ia membuka pesan yang sempat ia abaikan tadi. Rahangnya mengatup keras, matanya berkilat. JAntung Ali berdebar kian kencang.

Just YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang