Aku lagi senang-senang sama teman-temanku di rumah Ari ketika tiba-tiba mama Ari datang menghampiri kami. Beliau bilang,
"April, ada teman kamu di luar."
Mungkin mama Ari lagi agak capek, jadinya pelupa. Soalnya, semua temanku kan udah ada di sini. Siapa yang baru datang? Mungkin aku punya teman baru? Nggak mungkin.
Aku cuma mengangguk, lalu berjalan menghampiri pintu. Begitu pintu di buka, aku lihat Romy lagi berdiri di teras dengan dua tangan dimasukkan ke saku celana.
Gayanya kayak preman. Aku nggak suka.
Aku kira dia akan bilang 'hai' atau kata sapaan lain, tapi ternyata dia malah bilang,
"Mei, kamu tahu nggak, kamu itu mirip apa?"
"Namaku April," kataku.
Romy mengangguk. "Maksudku April. Kamu tahu nggak? Nggak tahu, 'kan? Yah, menurutku sih, kamu mirip rasi Sagitta. Tahu kan, rasi terkecil ketiga, yang bentuknya mirip anak panah."
Orang ini aneh.
"Mau tahu nggak, kenapa?" tanya Romy lagi.
Aku mau menggeleng, tapi tiba-tiba dia udah menyerocos lagi.
"Soalnya, kamu udah menancapkan panah cinta di hatiku."
Awalnya, aku mau minta mama Ari untuk menelepon rumah sakit jiwa. Tapi, akhirnya ekspresi Romy kembali seperti orang normal, dan itu membuatku menghela nafas lega. Aku pun bertanya,
"Ngapain ke sini?"
Dia jawab, "Mau jemput kamu."
"Jemput ke mana?"
"Ke rumah Dika."
"Kamu pisah rumah ya, sama papamu?"
Giliran dia yang bingung. "Pisah gimana?"
"Katamu kan ke rumah Om Dika, bukan ke rumahmu."
Romy menatapku seolah kepalaku sudah ada dua, dan rambutku berubah jadi ular seperti medusa. Lalu, ia tertawa. Dan itu adalah suara tawa terindah yang pernah aku dengar.
Itu kali pertama aku terkena serangan jantung sekaligus diabetes. Apa Nenek pernah merasa begini?
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut ✔
Short StoryCERPEN Romy berkata, "April, bumi itu nggak punya sudut, dan seperti itu jugalah cintaku padamu. Nggak akan berhenti, nggak ada ujungnya." [] Buku pertama dari kisah April dan Romy.