11

146 4 0
                                    

Arras

Human's feelings are the most mysterious thing we could guess. Unless you have some sort of sixth sense, you would never know what someone's heart may says.

Ai, perempuan itu. Tak pernah terpikirkan bahwa gue akan melihatnya dengan kondisi sekacau sekarang. Ketika kami baru saja bertemu, dengan masalah demi masalah yang mengiringi. Dan perkenalan yang selalu tertunda. Kini disaat seharusnya gue sudah kembali ke kantor untuk membantu para senior menyiapkan presentasi mereka—gue malah terjebak di rumah ini, dengan segala kerumitannya.

Gue berjalan melewati ruang tamu, melangkah dengan hati – hati seolah takut sesuatu terjadi tanpa diduga. Agak jauh depan gue, Ai duduk sambil memeluk kedua kakinya. Ia menenggelamkan wajah di balik helaian rambutnya yang jatuh dari balik gulungan. Gue tidak berani mendekat, menyisakan jarak beberapa meter di dekat kabinet dapur. Pandangan gue tak lepas dari sosok gadis itu.

Di waktu seperti inilah, baru gue menyadari betapa sepinya rumah ini. Bangunan yang dua atau tiga kali lebih luas dari apartement gue ini hanya diisi perabotan sederhana. Sofa kulit warna hitam dengan meja TV dan beberapa bingkai foto mengisi ruang tamunya. Tidak ada vas bunga, atau souvenir, atau hiasan berwarna disana. Tembok lantai satu sengaja di cat warna putih, bersih tanpa tambalan. Sedangkan dapurnya hanya berbentuk pantry kecil yang sempit. Banyaknya bahan makanan yang tergeletak sembarangan membuat kondisinya terlihat lebih berantakan.

Senyap. Tidak ada suara musik yang menggema, atau bunyi TV yang sengaja dinyalakkan. Lama – lama gue merasa sesak berdiri di tempat ini, tanpa tahu harus melakukan apa. Sedangkan Ai sendiri tidak menunjukkan tanda – tanda akan berhenti menangis.

Seharusnya gue nggak perlu ikut masuk waktu denger teriakan tadi.

Separuh diri gue menyesal karena telah ikut campur dalam masalah pribadi Ai. Bukannya gue lancang atau apa, tapi yang gue lakukan itu buah dari refleks karena terkejut. Lelaki macam apa yang meninggalkan seorang perempuan menangani masalah seperti itu sendiri. Biarpun gue bukan siapa – siapa, tapi gue bakal jadi salah satu orang yang bertanggung jawab seandainya sesuatu terjadi pada Ai, atau bahkan adiknya.

Gue melangkah lagi, kali ini jarak antara kami hanya tersisa kurang lebih dua meter. Lalu, gue memutuskan untuk duduk. Persis dihadapannya. Gue mengambil plastik berisi pecahan beling yang berceceran, kemudian memindahkannya ke tempat sampah. Kemudian, tanpa sengaja, gue melihat telapak tangan Ai yang berdarah. Lukanya cukup besar sehingga darahnya menetes dan mengotori lantai.

Tanpa bicara gue bergerak mencari handuk atau apapun yang bisa digunakan untuk menghentikan pendarahannya. Setelah menemukan kain lap bersih, gue berjongkok dihadapannya dan melilitkan kain itu di sekeliling pergelangan tangan Ai. Dia tidak mendongak, namun tidak juga berusaha menjauh. Isakannya berhenti sesaat setelah gue selesai membersihkan lantai dapur.

"Coba cek dulu, seandainya masih ada sisa pecahan beling disana." Gue menekan kain itu, takut kalau – kalau menemukan serpihan kaca yang masih tertancap pada kulitnya. Ai terdiam, kemudian dengan perlahan mengangkat kepalanya. Wajah gadis itu sembab dan merah, kedua matanya menyipit karena terlalu lama menangis. Awalnya gue ingin tertawa, tak menyangka seorang senior judes sepertinya bisa terlihat seperti ini. Tapi niatan itu gue buang jauh – jauh, mengingat situasi sekarang masih terlalu serius untuk dibawa bercanda.

Ai memegang tangannya, meringis ketika menekan bagian yang luka. Matanya tidak berani menatap gue, sekali melirik saja dia langsung membuang muka.

"Kalau Mbak mau, saya bisa pergi sekarang." Gue tahu mungkin kehadiran gue disini tidak akan membantu apa – apa, atau justru malah membuatnya tambah parah. Maka dari itu, sebelum disuruh gue sudah bangkit. Gue menunggu responnya, membayangkan ekspresi marahnya kalau gue benar – benar diusir pergi darisini. Tapi Ai hanya diam saja, dia menatap kosong kearah lantai. Wajahnya pias.

Another NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang