13

81 4 0
                                    


Arras

Selepas semua orang kembali bekerja, gue berjalan dengan gontai menuju lapangan parkir di lantai basement. Pikiran gue berubah menjadi kacau sejak keluar dari ruang rapat itu. Seolah sesuatu telah merubuhkan semangat gue, dan menjungkir balikkannya menjadi perasaan yang tidak enak. Entah apa alasannya.

Gue bersandar di tembok dekat lobby parkir, mengulang perkataan Ai dan ekspresi setiap orang ketika melihatnya. Gadis itu bukan sembarang orang—gue tahu. Tapi gue tidak menyangka kalau dia akan tiba – tiba berubah menjadi sosok yang seperti itu. Suasana di ruang rapat ketika Ai masuk sangat meriah, semua orang bahagia mendengar presentasinya di terima. Tapi Ai dengan mudahnya membalikkan suasana itu, membuat semua orang terdiam dengan kata – katanya. Dan terlebih, membuat gue merasa bodoh karena telah mengira gue mengenal gadis itu.

Beberapa waktu ini, baik gue maupun Ai selalu dihadapkan oleh situasi yang rumit. Entah itu karena kesalahan gue, atau karena sesuatu yang lain. Tapi ketika kami berhasil memperbaiki hubungan satu sama lain, disitulah kami kembali menemukan kesulitan. Seolah ada dinding tebal, yang ia bangun, dan tak ingin seorangpun merubuhkannya.

Ketika gue mengira, gue mengenal gadis itu, disanalah gue menemukan sesuatu yang baru tentangnya. Dan hal itu membuat gue merasa bodoh. Lebih tepatnya, dibodohi.

Lamunan itu buyar sesaat setelah kehadiran seseorang di belakang gue. Mbak Nada berdiri disana sambil memegang kunci mobil Ai, di lengannya terkepit sebuah berkas dalam map merah. Gue berbalik, lalu menunduk begitu melihatnya. Ia membalas dengan anggukan singkat.

Kami sama – sama menunggu dalam diam. Gue mengetuk – ngetukkan jemari di pinggir dinding, sedangkan Mbak Nada terus mengecek ponselnya. Raut wajahnya terlihat cemas.

Beberapa menit kami tidak bicara, sampai akhirnya Mbak Nada melirik kearah gue dan berkata dalam suara yang begitu kecil, "Semua ini salah saya." Dia mendesah, "Kalau aja saya tahu diri dan nggak berbuat lancang, mungkin Mbak Ai nggak akan marah kaya tadi."

Gue menoleh, lantas terkejut oleh pengakuannya itu. Dia menghembuskan napas, lama sebelum akhirnya melanjutkan, "Saya baru setahun di perusahaan ini, dan bekerja bareng Mbak Ai adalah hal terbaik yang pernah saya alami. She is a good leader, indeed. Selalu berdedikasi ketika bekerja, nggak pernah mengeluh dan melampiaskan semuanya pada anak buahnya. Kami semua menganggap dia sebagai seorang teman, sekaligus mentor. Meskipun usianya nggak beda jauh dengan kami, tapi kami respect banget sama dia."

Gue tidak tahu harus berkata apa ketika Mbak Nada dengan gamblangnya menceritakan itu semua. Gue tidak ingin menimpali, namun juga tidak ingin diam saja seperti ini. Ketika Mbak Nada sadar hening diantara kami sudah terlalu lama, perempuan itu kembali bicara,

"Nggak butuh waktu lama bagi saya untuk menyesuaikan diri di perusahaan ini. Mbak Ai orangnya nggak neko – neko dan nggak menuntut banyak. Semua orang menyukainya. Tapi hanya ada satu masalah, yang selalu mengusik saya dan beberapa rekan kerja lain. Ketika kami kira kami sudah cukup dekat dengannya untuk menjadi seorang teman, disitulah kami lupa batasannya. Akibatnya saya berubah lancang dan melewati garis seperti barusan. Hal itu membuat saya berangsung – angsur sadar kalau hubungan saya dan Mbak Ai, hanyalah hubungan formal antara atasan dan bawahan. Tidak pernah lebih dari itu."

Diam – diam, gue memikirkan perkataan Mbak Nada dan menyadari kalau apa yang ia bilang benar. Karena gue pun ikut merasakan hal yang sama.

"Mungkin dia memang tertutup, atau tidak ingin kehidupan pribadinya diketahui orang lain. Mbak Ai itu seperti bunglon, dia bisa berubah menjadi apapun yang dia inginkan. Tapi saya yakin, dia nggak akan seperti itu kalau sama kamu. Kalian kan sepupu, jadi kamu pasti mengenal karakter Ai dengan baik begitupun sebaliknya. Hanya saja, saya dan yang lain berharap suatu saat Ai akan menganggap kami sebagai orang yang peduli terhadapnya. Karena nggak selamanya kami akan melihat dia sebagai seorang atasan saja."

Another NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang