Hann Fyrst (ia yang pertama) ; lima

128 9 8
                                    


Bulir-bulir berwarna merah itu mengalir dari luka sepanjang 7 cm dan jatuh ke lantai kayu. Carel mundur beberapa langkah. Gadis itu baru saja melukai lengannya, meski tidak parah, namun ia terlihat tidak segan-segan menyerang carel lagi, apalagi dengan sebilah pisau di tangannya, yang membuat gadis mungil itu menjadi sesuatu yang cukup berbahaya. Carel mundur hingga punggungnya terhalang oleh dinding di belakangnya, gadis itu menghunus pisau daging kepadanya. Kini lengkap sudah penderitaannya, setelah pemecatannya dari kantor berita dan bertemu mahluk asing, sekarang nyawanya akan melayang ditangan gadis yang ia coba tolong. Sungguh sial, pikir Carel. Ia tidak dapat berpikir jernih dengan sebuah pisau daging dilehernya.

'Seharusnya aku meninggalkannya saja malam itu, jangan-jangan dia pesikopat yang kabur dari rumah sakit jiwa? Ah ini membuatku frustasi. Sekarang tamat sudah riwayatku.'

"Siapa kau. Apa yang kau lakukan terhadapku! " Gleda semakin menekan pisau yang ia pegang ke leher Carel.

"Seharusnya aku yang bertanya demikian. Dan apa maksudmu, aku sama sekali tidak menyentuhmu, Hei! apa kau lupa aku yang menolongmu, dan sekarang kau mencoba menggorokku?! "

"Diam! Jawab aku, bagaimana kau mengubahku, temppat apa ini? Cepat katakan atau kau akan kehilangan kepalamu"

"Wwow santai Mademoiselle, kenapa kau tidak bertanya dengan baik-baik saja tidak perlu menggunakan pisau dagingku. Kau tahu, bukan kau satu satunya yang bingung terhadap kejadian ini"

Gleda menurunkan pisau dari leher Carel tangannya gemetaran dan genggamannya lepas begitu saja dari pisau daging, dengan sedikit gerakan cepat carel meraih pisau yang jatuh tesebut dan menyingkirkannya. Carel terduduk lemas dilantai ia meraba lehernya yang nyaris terpenggal oleh seseorang yang telah ia tolong, ada sedikit darah dan rasa perih yang tertinggal disana.

"katakan apa yang lakukan terhadapku, mengapa aku jadi seperti ini" Gleda menatap kedua kakinya dengan kosong, kemana seluruh tentakelnya pergi.

" Apa maksudmu, aku sama sekali tidak melakukan hal buruk kepadamu. Apa aku salah membawamu kerumahku, hei apa kau tidak ingat kau pingsan dipantai sendirian. Apa kau lebih suka ditemukan orang-orang dengan keadaan telanjang hah?"

Carel mulai kesal dengan gadis itu seharusnya dia tinggalkan saja malam itu, toh orang lain pasti juga akan menemukannya, ia melirik gadis itu dari sudut matanya. Gadis itu tetap berdiri dua langkah darinya, wajahnya tertunduk lesu kemudian Carel merasakan sesuatu jatuh diatas punggung tangannya. Air mata, dan lebih banyak lagi Gleda mulai menangis lagi. Membuat Carel merasa tak enak, pemuda itu jadi serba salah. Untungnya jarak pondoknya denga rumah tetangga cukup jauh sehingga tidak ada tetangga yang curiga pada keributan kecil paagi ini. Gleda duduk di sofa carel, ia sudah menjadi sedikit tenang untuk saat ini.

Carel duduk di sisi lain, menghindari jika gadis itu mengamuk lagi. Ia berfikir keras. apa mahluk yang ia lihat malam itu hanya imajinasinya saja, ia mengamati Gleda dengan seksama, tidak ada yang aneh kecuali cara bicaranya yang menrancau dan keadaannya saat itu yang tidak berpakaian. Namun ia yakin itu bukan halusinasi. Ia jelas-jelas melihat gadis itu dengan tubuh setengah ikan, lebih tepatnya dengan tentakel yang sangat panjang. Gleda merasakan dirinya sedang diamati oleh pria asing yang duduk dihadapannya, dan ia melemparkan pandangan tidak suka kepada Carel dan pemuda itu memalingkan pandangan. Bagaimanapun juga hal ini semakin membingungkan, lalu Carel teringat suatu hal. Kamera. Ya Kamera, ia yakin ia mengambil gambar gadis ikan itu dengan Kameranya, tidak mugkin salah. Dengan tergesa-gesa carel mengambil Kamera di laci mejanya dan melihat hasil bidikannya malam itu. Kamera itu hampir jatuh jika ia tidak cekatan menahannya.

'sudah kuduga' Carel yakin bahwa ia tidak salah lihat malam itu.

Dan benar yang ada dalam Kameranya adalah sesosok gadis setengah ikan, atau lebih tepatnya setengah gurita. Sedikit menjijikkan, pikir carel. Kemudian terbesit sebuah maksud dibenaknya dan ia tersenyum, senyum yang sulit untuk diartikan.

"uhm, sepertinya kau harus mandi Mademoiselle. Mungkin itu akan membuatmu sedikit tenang"Gleda hanya memandangnya dengan tatapan menyelidik

"Apa maksudmu húsbóndi, jangan bicara sesuatu yang tidak aku mengerti" Gleda membalasnya dengankata-kata sinis.

"Astaga apa kau bercanda? Kau bahkan tidak tahu apa itu mandi. Sepertinya kau benar-benar mahluk asing. Baiklah aku akan menjelaskannya dengan sederhana. Mandi artinya kau menyiram tubuh mu dengan air. Seprti ini kau lihat?"

Mata gleda berbinar apa yang pria itu katakan, air? Tentu saja gadis itu tidak akan menolak sesuatu yang berhubungan dengan air.

"Tunjukkan. Tunjukkan padaku dimana tempatnya? Tidak. apakah aku masih bisa berenag dengan keadaan seperti ini" hening sesaat

"Tidak masalah. Aku akan mencoba berenag bahkan dengan kondisiku sekarang ini."

'Astaga ia merancau lagi' Carel memutar bolamatanya.

"ya ampun. Apa yang kau bicarakan, kau tentu tidak akan mungkin berenag di bak mandiku yang kecil. Di sana, kau bisa mandi di ruangan itu. Aku akan mengambilkan beberapa pakaian, masuklah" Carel menunjuk ke sebuah pintu di sudut ruang.

"jangan melihatku seperti itu, kau sangat menyebalkan "

Gleda tetap melemparkan tatapan bencinya kepada carel, seiring langkahnya memasuki ruang yang aneh itu. Ruangan yang sangat aneh, segala hal ditempat ini sangat aneh dimata Gleda. Ketika Gleda masuk ke dalam ruangan itu, dia tidak melihat setetes air pun disana.

"kau kira aku bodoh. Disini bahkan tidak ada air setetespun. Apa kau mempermainkannku""hey kenapa kau berteriak, kau benar-benar....."

sebelum carel melanjutkan kata-katanya ia tersadar bahwa gadis yang kini di hadapannya bukanlah seseorang yang berasal dari dunianya.

"tentu saja tidak ada air, kau perlu memutar ini untuk mengeluarkan airnya. Kau bisa menyebutnya vatn blöndunartæki"

Air keluar dari kran, mengisi bak mandi carel yang berwarna biru coral. Air terus naik hingga memenuhi batas volume bak mandi. Gleda memasukkan dirinya kedalam bak menyatu dengan aliran air yang searah dengan aliran darahnya. Carel mengamati gadis ikan itu, dan saat itu juga ia menyaksikan hal yang luar biasa mengejutkan. Perlahan kedua kaki gadis itu berganti rupa dengan tentakel. Tentakel-tentakel Gleda menyembul dari bawah kaos putih Carel, yang masih dipakai gadis itu.

Iliran air mengguyur tubuhnya yang tergenag jari jari berselaputnya telah kembali, kini gleda tahu bahwa dirinya baik-baik saja ia bisa kembali namun ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, mengapa dirinya dapat beralih wujud menjadi manusia? Gleda menatap Carel dengan tatapan menyesal atas hal bodoh yang ia lakukan kepadanya, pemuda itu mematung ditempatnya, matanya sama sekali tak berkedip menyaksikan wujud asli Gleda.

Indah. Entah apakah sudah terlalu lama ia tidak berhubungan dengan seorang wanita atau mahluk didepannya tersebut memanglah menebar sihir yang mempesona, carel hanya mematung. Kini dihadapannya sesosok mahluk tengah berendam di bak mandinya, mahluk yang begitu menawan mata hijau gelapnya semakin berbinar, dengan tentakel-tetakelnya yang bergerak bebas menjelajahi setiap sudut bak mandi-nya yang tergenang air.

"Maafkan aku"

kata-kata itu muncul begitu saja dari mulut Gleda.

"Maafkan aku, pikiranku sedang kacau pagi ini. Aku sangat bingung dengan apa yang terjadi sehingga aku melakukan hal yang gegabah. Aku paham sekarang, terimakasih telah menolongku"

Carel mendekat, tubuh mereka sejajar kali ini. Pria itu mendekatkan wajahnya menelusupkan jemarinya yang hangat ke pipi Gleda yang dingin. Wajahnya kian mendekat, Gleda merasakan dadanya dipenuhi gelombang pasang dan hanyut didalamnya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, tapi gadis itu baru pertama kali merasakan hal ini. Perasaan yang kacau, sekaligus menenangkan.

Dan terjadi begutu saja, sebuah ciuman singkat.

Kraken,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang