BAB 33

10.3K 985 42
                                    

"Lo, Kak?" Suara Nino membuyarkan lamunanku.

Nino menarikku cukup kuat hingga kami berdua nyaris terjatuh, ternyata gadis tadi mencoba menyiram cairan dalam gelas tadi ke arahku, tidak kena. Air tadi membasahi lantai menciptakan efek yang mengerikan. Air itu membuat lantai menjadi rusak. Ternyata itu adalah air keras.

"Iya, kenapa?" sahutnya sinis.

Nino mengenalnya. Aku pun juga.

Gadis itu adalah Hani Mentari.

Aku menganga tak percaya. Bagaimana bisa??

"Nino, Nantha, kalian pergi buruan!!!" seru Ron dengan napas terengah-engah.

"Nih cewek gila, buruan pergi!!!!!" tambah Shilla.

Mereka tampak pasrah dengan kondisinya saat ini yang sudah lemas. Hani menyambar sebuah pisau dan mengacungkannya ke arah Shilla dan Ron.

"Kalian mau mati, hah? Mau mati?" Tanpa babibu Hani menggoreskan ujung pisau tersebut ke pipi Ron dan Shilla bergantian, mereka menjerit kesakitan. Aku berjengit ngeri. Hani melakukannya seakan sudah pro dan tanpa belas kasih.

Nino berdiri di depanku. "Kamu bisa pergi. Biar aku yang menyelamatkan mereka."

Shilla menjerit lalu sudah menangis sesenggukan dan Ron merintih kesakitan.

"Lo pelaku dari kejadian di sekolah ini, Kak?" tanyaku ke luar dari punggung Nino yang sempat menutupiku.

Hani menoleh ke arahku, tapi matanya menatap darah di ujung pisau itu. Dia mengalihkan pandangannya dari pisau dan matanya yang tajam menatapku. Tidak seperti Hani yang aku kenal ceria dan supel. Dia lebih menyeramkan, matanya yang bulat sempurna terlihat seperti sedang kesetanan atau menjadi orang lain, pembunuh berdarah dingin.

"Iya," jawab Hani singkat.

"Kenapa Kakak lakuin ini semua???" Tiba-tiba Hana muncul dan beringsut maju berdiri di sebelahku sendirian, bahunya terguncang hebat, rambutnya juga bergoyang-goyang menandakan dia sudah shock berat.

Lalu ke mana Bintang dan Rama?

Wajah Hana sudah basah penuh peluh keringat sehingga terlihat mengkilap berminyak.

"Wow! Adikku kenapa di sini?" Hani menunjuk Hana dengan pisau, dia tersenyum miring.

"Apa yang udah membuat Kakak gelap mata melakukan ini semua?" geram Hana marah, setelah mengatakannya dia terguncang berat dan terisak. Dia menangis tersedu-sedu.

"Oooh, tentu saja aku harus melakukan ini semua demi uang! Keluarga kita nggak se-kaya itu untuk membiayai kuliahku nanti. Kamu tau kan aku pengen banget kuliah di Perth. Pak Zidan berjanji akan membiayaiku kuliah di sana setelah berhasil melenyapkan sekolah ini, bahkan setiap aku berhasil membuat kekacauan di sini beliau nggak sungkang memberikan aku uang, lumayan untuk uang jajan dan hura-hura, hahahaaa," kata Hani dengan cerianya.

Aku menahan napas, Hana terdiam. Shilla dan Ron kaget. Siapa pun tidak akan menyangka gadis yang terlihat lemah dan ramah ini memiliki rencana yang luar biasa jahatnya.

"Pak Zidan yang sangat menginginkan tanah sekolah untuk proyeknya itu?" tanya Nino memastikan, mengabaikan pandangan heran dari Hana, Ron dan Shilla. Lalu dia menggeram marah. "Lo hampir membunuh orang-orang yang gue sayang, nggak ada otaknya sama sekali. Atau malahan lo orang di balik misteri rentetan kejadian saat MOS?"

"Omset amusement park itu kan bisa milyaran atau triliun rupiah, setelah kuliah selesai gue juga bakal diangkat menjadi direktur salah satu perusahaannya. Keren nggak?" seru Hani, senyumannya menghilang menjadi raut serius. "Target gue cuma Sandra, karena jika beliau dituduh menjadi sumber kutukan Madam hantu mitos itu, semua akan menjadi lebih mudah buat gue dan bos menyingkirkannya. Sekolah akan segera ditutup karena banyak kejadian buruknya. Rasanya semakin sulit, atau kami harus mencoba membunuhnya? Kalau dia udah mati, sekolah ini nggak ada artinya lagi untuk Pak Gilang."

EntangledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang