BAB 38

10.7K 1.1K 48
                                    

Aku tahu saat ini seluruh pandangan anak murid selalu ke arahku jika aku melewatinya. Setelah aku menjauh, mereka akan kembali membahas topik terhangat mengenai diriku yang kemarin dibawa dengan mobil polisi.

Meski aku tidak dijatuhi hukuman berarti lantaran aku bukan pelakunya, tapi polisi mengawasi gerak-gerikku saat ini alias aku masih dalam masa pengawasan. Aku juga masih di bawah umur sehingga lagi-lagi aku selamat dari pasal yang dulu pernah aku singgung.

Hari ini aku harus tetap bersekolah, aku ingin bicara dengan Yunda tentang Ray, gadis itu harus tahu kalau Ray adalah sosok yang mengerikan dan akan mengancam jiwanya. Tapi bagaimana membuat Yunda mempercayaiku kalau membuatnya mau melihat diriku saja dia sudah tidak sudi.

Ternyata rahasia yang mama simpan selama ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, Vanka, kembaranku yang cantik, ramah, supel dan ceria ternyata memiliki sifat yang menyeramkan, dan Ray, pacarnya atau gebetannya, entahlah, aku tidak tahu, dia yang paling menyeramkan. Siapa yang menyangka cowok sebegitu ganteng dan charming ternyata memiliki sifat monster dalam dirinya. Dia sampai tega menindas Citra, menyingkirkan siapapun yang mengganggu Vanka, termasuk Citra. Konyol.

Padahal Vanka yang menyelamatkan Citra tapi menurut Bella, Vanka tidak benar-benar tulus melakukannya, dia cuma ingin dipuji dan dianggap superior, dia yang memerintah Bella-Dita untuk membuli Citra, dia juga yang menyelamatkan Citra. Ironis sekali. Citra yang saat itu terkesan dengan kebaikan Vanka menjadi dekat dan akrab. Mereka pun suka bermain bersama, tentu saja permainan yang tidak bisa kumengerti.

Mungkin mereka bisa dinobatkan sebagai pemain drama terbaik di award. Citra bodoh sekali, dia percaya kalau Vanka baik diajak bermain lalu naksir Ray. Ray yang tidak suka karena Citra menyukainya mengusulkan agar Citra bunuh diri saja. Dasar bodoh, Citra, kenapa kamu menurut saja sih? Kenapaaaa? Aku tidak berhak menghakimi mereka, tidak bisa memaki mereka, karena aku bukan mereka, setiap individu berbeda-beda.

"Nantha...," Seorang cewek berambut pendek, lurus dan kecokelatan tiba-tiba datang memelukku. Aku tahu perasaan mereka lah yang paling hancur dan bingung saat melihat diriku kemarin dibawa polisi. "Lo baik-baik aja?"

"Iya. Maaf ya," kataku, tidak jauh dari kami ada dua orang cowok, satunya bertubuh kurus, dan mini.

Joe memandangku dengan sorot mata penuh kerinduan, sementara Nino, cowok satunya yang jauh lebih tinggi daripada Joe memandangku dengan sorot mata sendu.

Aku lupa bahwa Satrio nama cowok yang pernah dia sebut sebagai temannya tidak mengenal dia sama sekali. Apa sekarang aku bisa meminta penjelasannya? Aku maju mendekati Nino lalu Sandra menahan tanganku.

"Kalau lo bisa menjaga rahasia itu serapat-rapatnya dari kami biarkan Nino melakukan hal yang sama," ucap Joe menohok hatiku.

Aku mendesis kesal. "Kamu siapa?" Pertanyaan itu ditujukan untuk Nino.

"Aku guardian angel kamu," jawabnya.

Kalau tidak dalam konteks penipuan mungkin jawaban dia sangat romantis, tapi dia sudah membohongiku, mungkin juga berbohong soal perasaannya itu padaku. Jantung dan hatiku rasanya diserang oleh ribuan paku, menyesakkan sekali saat mengetahui dia tidak memiliki perasaan setulus itu padaku.

Benar saja, tidak ada cowok yang menyukaiku di dunia ini dengan tulus, apalagi sampai mengorbankan waktu, dan nyaris nyawanya untukku. Dia juga terlalu menjagaku saat sebelumnya, jadi semua kata-kata dan sikapnya terhadapku tidak ada artinya? Dia melakukannya, karena iseng? Kenapa dia berakting seolah-olah sudah mengenalku sejak SMP, kenapa dia melakukannya sampai sejauh itu? Cuma mau bikin aku kesemsem dan terbawa perasaan saja? Dasar cowok jahat tukang PHP.

"Kamu udah bohongin aku," gumamku pelan, menahan air mata yang akan keluar, mungkin sebentar lagi.

"Lo juga bohongin kita semua, Tha," jawab Sandra serius.

EntangledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang