Namaku Sierra, 19 tahun. Saat ini aku sedang berada di dunia perkuliahan. Hari ini sangat cerah, namun tak secerah jiwaku. Aku kesiangan. Aku lupa jadwal kuliahku hari ini adalah pagi. Akhirnya aku kalang kabut menyiapkan semuanya. Astaga! Aku lupa menyelesaikan tugas power pointku. Gawat!
Hari ini aku ada jadwal Pak Deni. Kata mahasiswa disini, Pak Deni dosen yang paling galak. Bagaimana tidak? Saat Pak Deni sedang di ruang kelas kami harus terljhat seperti bisu. Diam seribu bahasa. Mata kuliahnya selalu berdurasi tiga jam. Entahlah, kami bisa menjalankannya dengan penuh keikhlasan, Pak.
Sampai di kelas sudah pukul 7.30. Sebentar lagi Pak Deni masuk kelas. Tapi sungguh, aku mengantuk. Aku menempelkan wajah pada tas ranselku yang ada diatas meja. Baru saja 30 detik aku tertidur, Pak Deni masuk ruangan lalu teriak.
"HEH KOK TIDUR DI KELAS?," Kata Pak Deni yang membuat teman-temanku takut.
"Maaf, pak...,"
"Kamu saya hukum selama satu jam! Bersihkan toilet di lantai tiga!,"
"Hah?," kataku bingung.
"Cepat!,"
Aku keluar kelas lalu turun menuju lantai tiga. Ya, saat ini aku berada di lantai empat. Toilet di lantai tiga sangat kotor. Mau diberi sebanyak apapun cairan pembersih tidak akan bersih. Percuma kalau dibersihkan. Ingin rasanya aku kabur. Tapi sayang, Mang Asep, cleaning service memantauku. Dia malah meledekku. Resek!
Toilet lantai tiga ini dikenal sebagai toilet hukuman. Karena selalu jadi tempat untuk menghukum mahasiswa. Tidak akan ada yang berhasil membersihkannya selain di renovasi. Percayalah.
Tiga puluh menit kemudian aku selesai menjalankan hukuman Pak Deni. Mang Asep juga sudah tidak mengawasiku. Aku keluar dari toilet lalu membuka masker yang kupakai. Sial! Bau toiletnya masih tercium. Baunya membuatku sangat pusing. Baru saja aku ingin naik tangga untuk sampai di lantai empat, aku jatuh pingsan. Aku dibawa oleh seniorku. Entah siapa, aku tidak tahu.
Satu jam kemudian, aku sadar. Alangkah terkejutnya diriku saat kulihat disampingku ada Arief. Dia seniorku yang paling menyebalkan. Aku sangat membencinya. Iya, sangat. Walaupun dia tampan dan punya banyak fans aku sama sekali tidak tertarik padanya.
Dua tahun yang lalu, aku ospek maba (mahasiswa baru). Arief ketua panitianya. Katanya sih seperti itu. Dia seperti bebas mencaci makiku. Aku korbannya. Saat hari terakhir ospek aku lupa membawa lilin untuk malam inagurasi. Arief tahu sehingga dia menghukumku untuk jalan jongkok selama observasi lantai satu. Jahat. Beruntung ada saudaraku yang juga panitia ospek. Dia memberi tahu bahwa dua bulan sebelum ospek aku operasi di bagian perut. Lalu dia menyuruhku bangun. Untung aku tidak kenapa-napa.
"Lo ngapain?," Kataku agak lemas.
"Udah sadar? Tuh minum obatnya. Gue mau cabut ke basecamp," Kata Arief yang kemudian pergi meninggalkan klinik.
"Eh tunggu!!!,"
"Apalagi?!,"
"Gak usah sok-sok jadi pahlawan kesiangan!,"
"Gitu cara lo berterima kasih?,"
"Ya gak sih..," Aku terdiam, sementara Arief masih berada di depan pintu kamar klinik. "Makasih,"
Tanpa menghiraukannya Arief langsung pergi. Sementara aku masih bingung dengan sikap Arief. Ini kali pertamanya Arief bersikap baik. Meskipun judes. Aku harap dia ikhlas menolongku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior In Love
Teen FictionArief dan Sierra berpura-pura pacaran demi menghindari orang-orang yang mengejar mereka. Apakah sandiwaranya terus berlanjut?