"Eh jangan dimatiin dulu dong," kataku bingung.
"Belum mati juga telfonnya, udah ya,"
"Yaudah,"
Seharusnya sih hari ini hanya panitia inti saja. Tapi dirasa kurang kalau hanya panitia inti yang gr. Membersihkan ruangan, merapihkan bangku dan lain sebagainya.
Hm! Aku ingat, Arief punya geng dikampus ini. Mereka terdiri dari teman-teman seperjuangan Arief. Kata Arief, teman-temannya membenciku. Entah kenapa. Sama seperti Arief yang dulu. Aku juga tak pernah mengumbar kemesraanku saat didepan teman-teman Arief dan juga Famela. Hanya di depan orang-orang yang mengaku Sierranatic dan mengejar Arief. Kalau kelihatan bisa tamat riwayatku.
Hari ini Famela tidak hadir. Gak tau kenapa. Mungkin dia sedang galau. Hahaha. Dia mungkin sedang merenungkan nasib. Maklum, anaknya manja. Apa yang Famela bilang, pasti orang tuanya akan satu pikiran. Apa yang menurut Famela baik pasti orang tuanya juga baik. Begitulah hidup seorang Famela.
"EH!," teriak Famela.
Panjang umur. Baru kuceritakan tentang Famela. Tapi kok dia ada disini? Bukankah dia malas untuk membantu panitia hari ini?
"Apa sih ah?," kata Erick kesal.
"Eh baju gua mana?," kata Famela sambil membentak.
"Baju apaan?,"
"Ya baju panitia lah,"
"Udah abis kali, lu aja baru mau jadi panitia seminggu yang lalu. Baju tuh udah jadi dua minggu yang lalu,"
"Ih kok gitu sih!!!!,"
"Ya emang gitu, lo tuh telat!,"
Aku yang mendengar percakapan itu langsung menghindar. Takut. Aku pergi ke suatu tempat, sendirian. Mau menelfon Arief. Takut kalau Arief datang Famela tau. Bisa benar-benar tamat riwayatku. Kebiasaan si Arief, tidak pernah mengangkat telfonku. Yasudah lah.
Kebiasaan Arief selanjutnya, menelfonku kembali. Untungnya dia punya pulsa. Hehe.
"Lo tuh kalo gue telfon kenapa gak pernah diangkat sih?," kataku kesal.
"Ya gapapa,"
"Ah lo tuh arghh,"
"Sengaja gak gue angkat, biar gue aja yang nelfon. Kan pulsa lo jadi irit," kata Arief. Aku terdiam lagi karena kata-kata Arief.
"Serah deh,"
"Kenapa nelfon?,"
"Ada Famela, jangan kesini ya,"
"Lah kenapa emang kalau ada tu orang?,"
"Ah jangan! Pls,"
"Yaudah ok," kata Arief. "Lo lagi ngapain?,"
"Lagi ngumpet!,"
"Kenapa ngumpet?,"
"Takut ada Famela,"
"Kalo dia apa-apain lo, bilang ke gue," kata Arief sok pahlawanisme. "Gue siap ngelindungin lo 24 jam!,"
"Emang lo ugd?,"
"Udah ah, berisik. Mau pergi,"
"Kemana?,"
"Ada deh,"
Kemudian aku kesal, lalu telfonnya ku matikan.
...
Seminar.
Acara seminar di mulai pada pukul 10. Aku bertugas dibagian keamanan. Bukan sebagai satpam. Tapi aku yang mengatur tamu-tamu yang hadir masuk ke dalam ruangan, dan kemudian menyapanya. Aku harus menggunakan make-up hari ini. Dan mereka, Sierranatic, malah sibuk ingin selfie bersamaku. Argh.
Saat venue akan ditutup, ada seseorang yang menarik tanganku. Dia Ivan, mantanku saat sma. Mau apa dia?
"Eh lo!," kata Ivan sambil nunjuk-nunjuk mukaku.
"Mau apa lo dateng kesini?,"
"Ikut gue!,"
"Apaan sih gue tuh lagi jadi panitia!,"
"Gak peduli, lo harus ikut gue!,"
"LEPASIN!,"
"GAK AKAN!,"
Aku dibawa oleh Ivan ke belakang gedung serbaguna kampusku. Tempatnya sangat sepi. Ehe iya, ini tempatku menelfon Arief kemarin. Aku takut. Ivan sekarang brewok. Aku jadi makin takut. Dia membentak-bentakku. Sebetulnya dia hanya bilang ingin balikan denganku. Tapi caranya kasar. Sangat kasar.
"Lo tuh ya! Masih harus jadi pacar gue!,"
"KITA UDAH PUTUS!!!!!!," kataku kemudian Ivan menamparku.
"GAK ADA PU-," Kata Ivan kemudian terputus karena tangannya di tahan Arief.
Arief menampar Ivan, kemudian Ivan terjatuh. Perkelahian diantara mereka berdua terjadi. Aku bingung harus apa. Aku hanya bisa menangis. Sakit. Sakit sekali. Tega sekali Ivan. Dia bukan lagi Ivan yang ku kenal. Sekarang Ivan seperti brandalan. Dan sekali lagi ku katakan, aku takut.
Ivan pergi setelah ditarik paksa oleh satpam. Arief tiba-tiba memelukku. Aku benar-benar kaget. Tapi hatiku menjadi tenang.
"Lo gapapakan?," Katanya masih sambil memelukku.
"Gak.. gapapa," Kataku.
"Alhamdulillah," Katanya lagi kemudian melepas pelukannya. "Jangan nangis lagi," Kata Arief yang ingin menghapus air mataku.
"Sakit, Rief,"
"Apa yang sakit?,"
"Pipiku," kataku keceplosan ngomong pakai aku.
"Kenapa??!!!," Arief kelihatan khawatir.
"Tadi ditampar Ivan,"
"Dia siapa?,"
"Mantan gue,"
"Yaudah sekarang lo tenangin diri dulu,"
"Iya,"
"Gue mau ke basecamp dulu, gapapakan gue tinggal?,"
"Gapapa," kemudian Arief pergi. "ARIEF!," teriakku.
"Apa?,"
"Makasih ya," kataku, Arief membalasnya dengan senyum manis.
Acarapun selesai. Kemudian aku dan teman-teman merapihkan ruangan. Ada juga yang asik bernyanyi-nyanyi di panggung tadi, karena sound system belum dirapihkan. Dimas, teman seangkatanku, dia mulai menyanyikan lagu-lagu 'kebersamaan'. Lagu-lagu yang cocok untuk dinyanyikan untuk kegembiraan hari ini. Hahaha, seru. Aku jadi lupa dengan kejadian tadi.
Selesai bersih-bersih aku pulang sendiri. Devi pulang bersama Erick, aku juga diajak. Tapi aku tau, Erick kan mau modus. Yasudahlah, aku bisa pulang sendiri meskipun aku masih takut. Aku memberanikan diri untuk naik kendaraan umum.
Aku melihat seseorang di parkiran. Seperti orang yang aku kenal. Tapi kali ini tampilannya beda. Dia menggunakan motor. Ya, itu Arief! Ternyata dia menungguku pulang. Dia mau mengantarku pulang karena dia takut kejadian seperti tadi terjadi lagi.
"Hei?," sapaku duluan.
"Hey, ayo pulang!,"
"Lo nungguin gue?,"
"Iya,"
"Asik ditungguin the king of mandala,"
"Haha, bisa aja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior In Love
Novela JuvenilArief dan Sierra berpura-pura pacaran demi menghindari orang-orang yang mengejar mereka. Apakah sandiwaranya terus berlanjut?