Sebelum sampai kosan, aku diajak makan sama Arief. Kebetulan perutku lapar. Tau aja ya dia. Yaiyalah, ini sudah pukul tujuh malam. Arief memarkirkan motornya di warung pinggir jalan dekat kampus. Makanan yang sangat lezat menurutku. Beginilah hidup sebagai anak kos.
Aku terengah-engah (gak sih, biasa aja) saat tau Arief memesan satu piring saja. Padahal dia yang mengajakku makan. Kenapa dia?
"Kok cuma satu?," kataku.
"Udah, lo aja yang makan,"
"Kok gitu? Kan lo yang ngajak gue makan,"
"Uang cash gue kurang, hehe,"
"Yaampun, Rief. Kan kalo tau gitu gue yang bayar juga gapapa,"
"Gak usah, gue mau bayarin lo makan. Gapapakan?,"
"Hmmm... yaudah terserah deh, makan berdua?,"
"Gue gak laper banget,"
"Gamau tau, lo makan juga. Ya pls?,"
"Iyadeh,"
Aku makin bingung dengan sikap Arief yang menjadi romantis beneran. Padahal kita hanya pura-pura pacaran. Apakah sandiwaranya berlanjut? Aku juga bingung. Tapi kalau aku pikir-pikir sepertinya aku benar-benar suka dengan Arief. Nahkan kemakan omongan sendiri jadinya.
Selesai makan, Arief mengantarku pulang. Tapi ditengah jalan dia berhenti. Aku bingung. Tiba-tiba dia mengambil kedua tanganku, lalu menaruhnya di pinggangnya. Ya-_-aku disuruh pegangan. Katanya mau ngebut.
"Ser, tangan lo mana?,"
"Mau ngapain?,"
"Pegangan ya yang kenceng, gue mau ngebut, hahahaha,"
"Ah takut!,"
"Kan ada theking of mandala yang ngejagain lo,"
"Apaan sihhh," kataku (sebenarnya) malu.
Dan ternyata benar! Dia ngebut. Aku hanya bisa teriak-teriak. Ketakutan dan kegembiraanku campur aduk jadi satu. Intinya hari ini aku bahagia. Aku sangat bersyukur punya Arief. Aku merasa sangat terhibur karena Arief. Semoga sandiwara ini terlupakan. Aamiin.
...
Besoknya.
Hari ini aku tidak kuliah. Jadwalnya kosong. Aku berniat mau eskperimen di dapur rumah mama. Mumpung libur, aku mau pulang. Rumahku sebenarnya tak jauh dari kos, tapi aku sudah terbiasa tinggal di kos, karena waktu sma aku berasrama. Jadi ya.... rasanya akan beda kalau aku tinggal dirumah mama.
Saat aku dijalan, ada mobil yang sengaja berhenti disampingku. Kemudian kacanya terbuka. Arief lagi.
"Mau kemana, Ser?," kata Arief.
"Mau pulang ke rumah," Kataku.
"Mau bareng?,"
"Boleh, hehe,"
Akhirnya aku pulang diantar Arief. Mungkin apa yang dikatakan orang-orang benar. Kalau benci bisa jadi cinta. Ya aku akui memang itu ada. Aku merasakannya kali ini. Tapi gak tau Arief. Apa dia juga? Itu hanya akan jadi misteri bagiku.
Sesampainya di rumah, aku disambut papa yang sedang mencuci mobilku. Hehe, mobilku sudah lama tak ku pakai karena aku malas memakainya. Aku lebih suka naik kendaraan umum. Lebih dapat feelnya. Lah?
Arief kutawarkan masuk ke dalam rumah. Dia bersalaman dengan Papa, Mama, Om Beni, Tante Reno, dan Abangku. Dia duduk di ruang tamu, berbincang-bincang dengan abangku. Ngobrolin game. Biasalah, laki-laki. Sementara aku ke dapur. Mau masakin Arief. Masakin yang lain juga. Hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior In Love
Teen FictionArief dan Sierra berpura-pura pacaran demi menghindari orang-orang yang mengejar mereka. Apakah sandiwaranya terus berlanjut?