Chapter 39

55.2K 4K 1.7K
                                    

Tanpa berlama-lama Harry segera membawaku pergi meninggalkan rumah Christian saat Sarah baru saja selesai membuatkan dua cangkir teh hangat. Aku tahu ini sangat tidak sopan dan Sarah pasti menaruh kecurigaan terhadap sikap kami, namun Harry tidak memiliki waktu banyak untuk meladeninya.

Aku menyaksikan jalanan ketika Harry membawa mobilnya hingga ke jembatan Brooklyn—sebuah area yang tidak begitu mengherankan lagi karena tingkat kriminalitas di daerah ini memang cukup tinggi. Tapi aku masih belum tahu dimana tempatnya. Harry tidak mau memberitahuku karena dia sendiri tidak begitu yakin dengan lokasinya.

Sepanjang perjalanan dia terus memegangi tanganku, meremasnya lembut dan sesekali dia menatapku dari kaca spion untuk memastikan keadaanku. Dan aku bisa menemukan ketegangan di sorot matanya. Hampir seperempat jam berlalu, kami sampai di daerah pinggiran kota yang begitu sepi dan gelap. Banyak lampu jalan yang mati dan hanya ada beberapa yang menyala. Di sisi kiri dipenuhi oleh pepohonan layaknya hutan sementara di sebelah kanan adalah bangunan tua yang proses pengerjaannya sudah lama dihentikan. Aku berharap bukan di sini tempatnya, tapi kemudian Harry tiba-tiba saja menurunkan kecepatannya, meminggirkan mobilnya di bahu jalan tepat di depan bangunan tua yang gelap dan menyeramkan. Aku menelan ludah dengan berat.

"Di sini tempatnya?" tanyaku.

Harry menyapukan matanya ke sekitar seolah mencari sesuatu. Namun yang bisa aku lihat dari sini hanyalah sebuah telepon umum yang letaknya sepuluh meter dari kami. "Si keparat itu berkata aku harus menunggu di sini hingga mendapat panggilan selanjutnya." Katanya, tidak melihat ke arahku.

Diam-diam perasaanku berubah menjadi tidak enak. Tempat ini terlalu sepi dan akan sangat sulit mencari pertolongan jika sewaktu-waktu hal yang buruk terjadi. Aku menoleh ke belakang, memastikan jika ada kendaraan lain yang lewat di sekitar sini, namun nihil. Hanya ada kami berdua di sini. "Tidakkah sebaiknya kita menghubungi polisi?"

"Tidak." Harry menoleh cepat padaku. Bibirnya terbuka sedikit. "Kita belum tahu dimana mereka berada, ini bisa saja sebuah jebakan. Memanggil polisi bisa menjadi kesalahan yang fatal dan ceroboh." Dia diam sebentar, memberi jeda. "Aku akan mengecek ada apa di luar sana. Kau tunggu di sini, oke?"

"Harry." Sergahku, menahan lengannya untuk tidak pergi.

"Kau akan baik-baik saja, aku akan segera kembali." Yakinnya. Dan dengan itu Harry merangkak turun dari mobil, meninggalkan ponselnya di dashboard. Dia berjalan lurus ke depan dengan penuh kehati-hatian seraya mengawasi sekelilingnya.


-Harry's POV-

Dimana para keparat itu?! Aku yakin ini adalah tempat yang benar karena dia menjanjikan akan menghubungiku begitu aku sampai di depan telepon umum yang dia ucapkan. Aku mencari tanda-tanda kehadirannya namun tempat ini seperti kota mati. Tidak ada siapa pun di sini. Ini terlalu sepi dan sunyi. Sialan. Menoleh ke belakang, aku memastikan jika Ken baik-baik saja dan masih belum bergerak dari tempatnya.

Aku memalingkan wajahku pada bangunan tinggi di sebelah kananku, memperhatikan setiap sudutnya kalau-kalau mereka berada di dalam sana. Terlepas dari suasananya yang hening, aku menyadari bahwa tempat ini benar-benar layak menjadi tempat persembunyian. Mungkin saja mereka menungguku di sana. Tiba-tiba, ada dering telepon yang berbunyi sangat nyaring. Suaranya berasal dari telepon umum. Untuk sejenak aku menatap tempat itu sebelum memikirkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Teleponnya terus berbunyi. Ragu-ragu, aku berjalan ke sana, masuk ke dalam telepon umum dan menunggu hingga dering berikutnya sebelum mengangkatnya.

"Halo?"

"Kau membawa barangnya?"

Aku berbalik memutar tubuhku, melayangkan pandanganku ke sekitar dengan cepat untuk mencarinya. "Kau dimana?"

REBELS / CHANGED 2 (sudah DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang