Chapter 42

45K 3.3K 936
                                    


Dapatkan seri awal buku ini: CHANGED dan CHANGED Side B (sequel) di Gramedia terdekat! 

Dapatkan seri awal buku ini: CHANGED dan CHANGED Side B (sequel) di Gramedia terdekat! 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah tiga hari berlalu. Waktu berjalan seakan lebih lambat karena hal yang aku lakukan hanyalah menjalani rutinitasku dengan duduk dan berbaring di tempat tidur atau sesekali pergi ke kamar mandi. Ini menjenuhkan, tetapi apalagi yang bisa kulakukan dengan keberadaan Harry yang selalu mengawasiku? Untuk mengisi waktu luang aku selalu menulis novel di tempat tidur itu pun dengan waktu yang terbatas. Harry akan datang untuk mengecekku setiap satu jam sekali—bahkan terkadang kurang dari itu—memastikan bahwa aku sedang beristirahat, bukan melakukan hal yang lain. Sementara itu keberadaan Debbie di rumah ini adalah untuk menggantikanku mengerjakan pekerjaan rumah, juga terkadang menemaniku jika Harry sedang pergi keluar membeli keperluan.

Rasanya aku hanya menjadi beban bagi mereka. Kendati aku sering mengeluh napasku sesak dan terasa sakit ketika menarik udara masuk ke paru-paruku, namun hingga sejauh ini aku sudah mulai merasa sehat. Bahkan mungkin dalam dua atau tiga hari lagi aku akan siap kembali ke kampus.

"Kau tidak seharusnya membolos karena ku." Kataku, menerima beberapa butir obat dan segelas air yang Harry sodorkan.

Dia menggeleng tidak setuju. "Kau tahu alasanku tetap kuliah hingga detik ini adalah karenamu. Jika kau tidak ada di sana, maka untuk apa aku masuk ke dalam kelas sialan itu. Hanya akan membuang-buang waktuku."

"Menuntut ilmu itu bukan membuang-buang waktu."

"Menuntut ilmu bisa didapatkan di mana saja. Bukan hanya di sekolah atau pun di kampus." Timpalnya.

Gadis batinku memutar bola matanya darinya. Dia selalu memiliki 1001 alasan hanya untuk membenarkan pernyataannya. Menelan obatku, aku menyerahkan gelasku lagi padanya.

"Aku akan mematikan mesin motorku dulu. Aku akan segera kembali."

Aku mengangguk, mengamatinya berjalan keluar dari kamar dan mendengar Debbie memanggilnya. Turun dari tempat tidur, aku memutuskan untuk pergi mandi. Sudah lebih dari dua hari ini aku hanya menyeka tubuhku dan kupikir sudah saatnya aku benar-benar bersentuhan dengan air. Aku menyalakan keran air di bathtub, kemudian perlahan-lahan melepas celanaku beserta kancing kemeja yang kukenakan. Aku melakukannya dengan hati-hati, tidak ingin melukai diriku sendiri, rasanya tulang rusukku seperti akan langsung remuk jika melakukan gerakan yang terlalu tiba-tiba. Saat menatap diriku di cermin, aku mendapati memar kebiru-biruan di punggungku ketika kemejaku meluncur turun dari tubuhku.

Batinku meringis ngeri. Memar di bawah dadaku saja belum sepenuhnya sembuh dan kini melihat warna keunguan di beberapa area yang sulit untuk kulihat menambah rasa kecemasan pada diriku sendiri. Belum lagi dengan luka gores yang kumiliki di lengan. Apa mereka akan hilang? Atau justru akan meninggalkan bekas yang mengerikan?

Aku mencoba menyentuhnya, membawa tanganku ke belakang dan rasa nyeri yang menusuk langsung membuatku meringis ketika menekan area kebiruan di punggungku. Diam-diam ini membuatku berpikir jika seluruh luka di tubuhku hanya menambah kelemahan yang kumiliki di dalam diriku. Dan bagaimana jika Harry tidak menyukainya? Apa dia masih akan menyentuhku? Apa dia akan tetap menerimaku yang seperti ini? Pikiran itu menggerogotiku dengan cepat.

REBELS / CHANGED 2 (sudah DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang