Sekuat hatiku, ku pertahankan cintaku.
Hanya untukmu.
Seluruh jiwa ragaku, ku persembahkan.
Hanya untukmu.
Tapi mengapa?
Aku pikir...aku adalah satu-satunya.
Aku pikir hanya ada aku disana. Di hatinya..
Tapi ternyata? Aku salah.“Rio?”
Ify membuka pintu apartemennya. Ini sudah pukul 9 malam. Siapa lagi yang berani bertamu tengah malam begini kalau bukan Rio? Kekasihnya.
Ify mendapati sosok jangkung itu berdiri dengan tangan yang ia jejalkan disaku jaketnya disertai cengiran khasnya, membuat gingsulnya semakin terlihat jelas.
“Ada apa malam-malam kemari?” tanya Ify cemas. Ia melangkah mundur, memberi tanda agar Rio masuk.
“Nggak ada apa-apa. Aku cuma mau pamitan..” ujar Rio sengau.
“Apa?”
“Ify..aku harus berangkat malam ini,”
“Apa? Tapi..tapi kenapa secepat ini Rio?” tanya Ify. Tiba-tiba ia merasa keningnya berkedut.
“Ada beberapa urusan yang harus cepat-cepat aku selesein disana, Ify..”
“Tapi kenapa harus selarut ini?” nada khawatir sekaligus sedih bercampur aduk dipertanyaannya kali ini. Ify melirik jam dinding yang tertempel pada tembok apartemennya. Pukul 21.15.
“Aku ambil penerbangan jam 10 nanti. Besok aku ada ujian..”
“Aku mohon kamu ngerti..” lanjut Rio pelan. Ia menatap gadisnya sedih. Sungguh, ia juga tidak ingin ini terjadi. Ia tidak ingin meninggalkan Ify sendiri disini.
“Aku..aku takut Yo..”Ify berkata lirih, sangat lirih. Ia memeluk tubuhnya sendiri, dirasakannya cairan hangat itu menetes. Ia menangis. Rio berjalan mendekat lalu mencengkeram kedua bahu Ify.
“Jangan nangis Fy, please jangan nangis. Aku nggak bisa liat kamu nangis gini, coba lihat mata aku,”
Ify mendongak, mencari mata Rio dan menelusurinya. Mencari kesungguhan. Rio tersenyum lembut.
“Apa yang harus kamu takutin? Kamu percaya kan sama aku,” tangan Rio menghapus air mata dipipi Ify. Gadis yang paling dikasihinya. Setidaknya begitu sekarang. Ify mengangguk.
“Aku percaya sepenuhnya sama kamu,”
“Tapi..aku takut kamu akan berpaling dari aku. Disana banyak yang jauh lebih sempurna dari aku, Yo. Aku takut saat kamu pulang nanti, kamu ngga membawa hati aku kembali. Aku takut..” bahu Ify bergetar hebat. Dengan cepat Rio merengkuh Ify kedalam dekapannya.
“Aku cinta sama kamu. Aku janji, jarak nggak akan jadi alasan buat aku nggak mencintai kamu lagi. Aku janji..” Rio mengeratkan pelukannya. Kata-kata Rio barusan baru sedikit melegakan hati Ify. Rio melirik jam yang melingkar ditangan kirinya. Pukul 21.45. Ia melepaskan pelukannya.
“Aku harus pergi sekarang, Ify. Kamu harus janji! Jangan pernah nangis lagi, karena aku nggak bisa lagi ngehapus air mata kamu kaya tadi,”
“Jaga hati kamu buat aku, aku pasti balik..”
Rio menatap gadisnya lama. Menepuk puncak kepala Ify lalu berbalik meninggalkan Ify sendiri diapartemennya yang dingin. Rio terus berjalan tanpa ada niatan berbalik. Ia tahu Ify sedang menangis dibelakangnya. Meraungkan namanya.
“Rio..” Ify jatuh terduduk disofa. Ia menekuk lututnya, menenggelamkan kepalanya disana. Ia sendiri sekarang. Tak ada lagi Rio yang menghiasi hari-harinya. Sekali lagi Ify menjerit, meraungkan nama kekasihnya.
“Rio!”
***
Satu bulan sebelumnya—
KAMU SEDANG MEMBACA
Seuntai Rasa
Teen FictionKumpulan cerpen. Yang salah? Jelas tidak ada yang salah. Keliru? Aku bahkan sanksi soal itu. Tidak benar? Aku bahkan nyaris kehilangan kata 'benar' dalam hidupku. Karena tidak ada yang bisa disalahkan soal rasa. Karena aku tak pernah keliru dalam me...