Uh! Kurang sial apalagi hari ini. Datang terlambat dan sekarang harus satu kelompok sama Laga Panjaitan. Bukannya ngerjain soal bagiannya, Hanum malah sibuk memperhatikan cowok didepannya.
Hanum jatuh cinta dengan mata Laga yang dinaungi bulu mata lentik dengan bola mata berwarna coklat terang. Mata yang selalu menatap tajam dan hangat dalam waktu bersamaan. Rambutnya yang sudah disisir tapi tetap terlihat acak-acakan. Alisnya yang tebal. Hidungnya yang bangir. Bibirnya yang tipis. Rahangnya yang tegas.
Dan saat pandangan Hanum jatuh ke dada bidang milik Laga yang terbalut seragam, ia terenyak. Hanum melihatnya. Melihat itu. Kalung berbandul seperti huruf T. Sesuatu yang Hanum tau hanya dipakai oleh umat kristiani atau khatolik, yang sekarang tergantung pas di leher Laga.
Tiba-tiba dada Hanum terasa begitu sesak dan sulit bernafas normal. Ada gelenyar aneh yang membuatnya mendadak mual. Ia mendongak dan mendapati Laga tengah menatapnya dengan dahi berkerut. Tatapan mereka bertemu, namun Hanum hanya menatap Laga dengan tatapan yang Laga sendiri tak bisa baca.
"Kenapa Num?" tanya Laga yang dibalas dengan gelengan kepala-yang terlalu cepat dan cewek itu memutuskan membuang muka.
"Aku ketoilet bentar," Laga memandang Hanum yang keluar kelasnya dengan langkah tergesa. Cowok itu menghela nafas pelan sebelum kembali mengerjakan soal bagiannya.
Yang Laga tak tau adalah saat Hanum-lagi-lagi-berharap apa yang baru saja dilihatnya adalah hanya khayalannya semata.
***
"Bisa nggak sih lo jangan ngikutin gue terus?" tanya Hanum sambil membalikkan badannya dan menatap Laga yang berdiri di belakangnya dengan jengah.
"Apa?" tanya Laga polos. Membuat Hanum menghela nafas lelah.
"Lo. Jangan. Ngikutin. Gue. Bisa. Nggak?" tanya Hanum ulang yang penuh dengan penekanan di tiap katanya.
"Kepedean eh?" tanya Laga balik dengan bibir tersenyum lebar.
Lagi. Hanum terjatuh lebih dalam lagi setelah melihat senyum lebar milik Laga.
"Ya abis. Gue belok lo ikutan belok, gue lurus lo juga ikutan!" jelas Hanum. Laga tak bisa menahannya lagi, cowok itu tertawa terbahak-bahak.
"Ih kenapa ketawa sih?" tanya Hanum kesal. Membuat jilbabnya bergoyang-goyang.
"Ya abis lo lucu siiihh.." jawab Laga langsung, tak menghiraukan perubahan warna muka Hanum yang sudah semerah tomat.
"Rumah gue ngomong-ngomong searah sama jalan yang lo ambil," lanjut Laga dengan nada menggoda. Entah kenapa menggoda Hanum menjadi hal yang menyenangkan bagi Laga. Apalagi melihat pipi cewek itu memerah karena dirinya.
Hanum buru-buru membalikkan badan karena pipi sampai telinganya terasa panas karena malu.
"Hahaha.." tawa Laga masih terdengar walau Hanum sudah berjalan menjauh dari Laga.
Yang Hanum tak tau adalah saat Laga ingin sekali menghentikan waktu saat itu juga dan bahwa ternyata rumah Laga sudah kelewatan beberapa gang di belakang.
***
"Ya abis lo lucu siiihh.." jawab Laga santai. Siapapun tolong Hanum saat ini. Jantungnya tak tertolong lagi. Berdetak sangat cepat. Hanya 5 kata yang Laga ucapkan namun efeknya begitu besar bagi Hanum.
"Rumah gue ngomong-ngomong searah sama jalan yang lo ambil," jawab Laga dengan satu alis terangkat dan nada menggoda. Bibirnya menyeringai puas saat melihat pipi Hanum memerah bahkan sampai ketelinga. Hanum buru-buru membalikkan badan karena malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seuntai Rasa
Teen FictionKumpulan cerpen. Yang salah? Jelas tidak ada yang salah. Keliru? Aku bahkan sanksi soal itu. Tidak benar? Aku bahkan nyaris kehilangan kata 'benar' dalam hidupku. Karena tidak ada yang bisa disalahkan soal rasa. Karena aku tak pernah keliru dalam me...