H[ea]urt.

84 9 0
                                    


Aku menggigil di bawah tatapannya yang dingin.
Entah terbuat dari apa sepasang mata yang indah itu.
Es di antlantika? Atau kutub utara?
Aku tidak tahu. Yang aku tahu aku terjebak di sana.
Matanya seolah menarikku tenggelam ke dasar samudra yang dingin dan gelap.
Mengungkungku sendiri. Membiarkan aku tersesat di dalamnya. Menjebloskan ku kepada rasa yang semakin membuat ku terombang-ambing.
Aku kedinginan. Bahkan saat uluran tangan itu menyambutku, aku tetap kedinginan.
Bagaimana? Bagaimana caraku menyelamatkan diri?
Aku berkedip sekali, dua kali, tiga kali. Berkali-kali.
Aku semakin tenggelam bahkan saat si penenggelam itu sendiri yang mencoba menyelamatkanku.
Aku tetap tak bisa. Aku tahu aku gagal. Aku tak bisa diselamatkan lagi.

Nic menegang di tempatnya berdiri sekarang. Mengikuti ajakan sahabatnya kali ini adalah sebuah kesalahan besar baginya.

Seharusnya Nic masih bergelung di tempat tidurnya seperti pada weekend biasanya. Lalu ia akan bangun untuk menonton film, membaca novel, menghabiskan camilan di meja.

Tapi tidak untuk kali ini. Nic mengambil keputusan yang salah.

Nic tidak bisa berkutik di bawah tatapan dingin itu. Yang menatapnya intens, mengulitinya, merajamnya sampai ke ulu hati.

Nic menggigil. Napasnya tersengal. Nic bahkan tak mengacuhkan panggilan Lilian.

"Lian. Aku pengin pulang. Sekarang," ujar Nic dengan napas tercekat. Ditariknya ujung baju Lilian.

"Nic kenapa sih? Kita baru aja sampai," Lilian meringis maklum kepada 2 orang laki-laki di hadapannya.

"Lian please," mohon Nic dengan suara lirih.

Nic masih bisa merasakan sepasang mata dingin itu mengamatinya. Membuat Nic semakin menggigil. Hidungnya merah. Matanya panas.

Nic tidak bisa terus-terusan berdiri di sini atau air matanya akan menetes saat ini juga.

"Tapi seenggaknya kenalan dulu ya sama temennya Jonas, kasihan dia datang jauh-jauh dari Ausie," bujuk Lilian.

"Hai aku Lilian, kekasih Jonas" ujar Lilian ramah sambil mengulurkan tangannya pada laki-laki di samping kekasihnya.

"Nicholas," balas Nicholas singkat dengan suaranya yang berat. Lalu membalas uluran tangan Lilian sambil tersenyum singkat.

"Nic!" Lilian menyenggol siku Nic pelan lalu memberi kode untuk berkenalan, membuat Nic menghirup banyak-banyak udara sebagai pasokan.

"Nic. Veronica," ujar Nic pelan. Tak ada uluran tangan atau apapun sebagai tanda perkenalan. Bahkan Nic pun tak memandang laki-laki yang Nic ajak kenalan. Nic sudah lebih dari cukup mengenal laki-laki itu.

"Hai Nic. Long time no see," ujar Nicholas dengan suara yang rendah dan dalam membuat Nic semakin menegang di tempatnya berdiri.

***

Keinginannya untuk pulang tak bisa Nic dapatkan. Nic malah terjebak dalam situasi yang Nic benci. Duduk berhadapan dengan laki-laki yang sudah bertahun-tahun Nic coba lupakan dari ingatan.

Lilian dan Jonas tak bisa menemani karena ada hal penting yang harus mereka urus.

Nic mendesah. Persetan dengan segala urusan penting mereka. Nic akan tetap membenci Lilian dan Jonas karena telah membuatnya di hadapkan pada satu hal yang tak pernah Nic harapkan, bahkan dalam mimpinya sekalipun.

"Aku nggak tahu kalo sekarang kamu suka kopi," ujar Nicholas setelah menyesap vanilla latte-nya.

Nic diam. Tatapannya kosong mengarah pada isi cangkir kopinya yang masih penuh dan mulai dingin. Tangannya bergerak mengikuti permukaan cangkir yang bulat.

"Terakhir kali yang aku ingat, kamu suka coklat panas" Nicholas meletakkan cangkirnya pelan lalu memfokuskan diri pada Nic.

"Atau ice lemon tea yang menyejukkan."

Nicholas tertawa kecil. Saat tertawa, mata menakutkan milik Nicholas akan menyipit. Membuat gurat-gurat di sekitar matanya terlihat.

Nic tidak tahu apa yang Nicholas tertawakan. Dan yang Nicholas tidak tahu, di tempat Nic duduk sekarang, Nic sangat ingin sekali melayangkan kepalan tangannya yang disembunyikan di bawah meja saat harus mendengar suara itu lagi. Suara tawa yang bertahun-tahun coba Nic hilangkan dari sisa-sisa memorinya bersama Nicholas. Suara tawa yang juga menemani keseharian Nic hampir bertahun-tahun pula.

"Seingatku juga, kamu dulu suka cheesecake. Bukan--" ucapan Nicholas berhenti sesaat sebelum melirik camilan yang sekarang disandingkan dengan cangkir kopi hitam pekat yang sudah dingin milik Nic.

"Nicholas stop! Aku di sini nggak untuk mengenang masa lalu atau whatever you want. Aku di sini untuk pulang," kata Nic getir di akhir kalimat.

"Hei tapi kamu belum lama sampai Nic."

"Aku butuh pulang, Nicholas."

Nicholas tidak tahu saja apa yang Nic maksud dengan kata pulang dalam kalimatnya. Pulang adalah ke rumah. Dan selama yang Nic tahu rumah Nic untuk pulang cuma satu yaitu, Nicholas. Dan sepertinya selamanya akan seperti itu.

Tapi Nicholas tidak mengerti. Nicholas tidak tahu seberapa besar pengaruh dirinya untuk Nic. Nicholas tidak tinggal di rumah. Nicholas slalu mencari tempat untuk singgah sebanyak yang Nicholas mau. Nicholas tidak paham bahwa dirinya dijadikan rumah untuk tinggal, bukan untuk singgah.

"Oke. Tapi let me give you one question."

Nic memejamkan matanya menahan emosi. Antara marah yang memenjarakan hatinya, rindu yang menggebu dan detak jantung yang bertalu. Nic lalu mempersilahkan Nicholas.

"Apa kabar?" Tanya Nicholas.

Nic tersenyum miring mendengar pertanyaan Nicholas. Nic tidak tahu bahwa Nicholas baru menanyakan hal ini bahkan di saat mereka sudah terlibat adu mulut. Atau bahkan saat Nicholas sudah berani mengusik masa lalu yang Nic susah payah kubur dalam-dalam. Nic berdecih. Bagaimana kabarnya? Dirinya sendiri pun tidak tahu.

Nic selalu baik-baik saja bahkan saat Nic merasa bahwa dirinya tidak baik-baik saja.

"Nic," panggil Nicholas tidak sabar.

Nic mendongak yang langsung bertatapan dengan mata setajam elang milik Nicholas. Mata yang semakin seruncing kucing sejak yang terakhir kali Nic ingat. Rahang yang semakin tegas. Dan bibir tipis yang mengatup rapat.

"Kamu mau tau kabarku?" Tanya Nic pelan. Membuat Nicholas mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya sekalipun dari mata Nic yang memancarkan segala emosi.

"Aku masih sama hancurnya sejak kamu tinggal pergi."

***

Ketemu mantan saling tanya kabar atau malah adu bacot? Ehe.

Seuntai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang