chapter 1 part 6

3.1K 40 0
                                    

Ternyata memang untuk mengambil foto yang objeknya adalah manusia itu lebih susah daripada landscape, gue selalu saja melewatkan setiap momen yang tepat untuk mengambil gambar dan juga rasanya hasil foto yang aku ambil tadi sangat mengecewakan terasa datar, tidak ada emosi yang bisa tersampaikan meskipun foto-foto tersebut masih belum di cuci cetak tetapi gue sangat yakin akan hasilnya yang jelek itu. ditambah dengan membayangkan bagaimana kalau adelia tidak puas dengan hasil foto gue, bisa saja kan dia menggunakan itu sebagai alasan untuk membatalkan kesepakatan dan mengambil kamera gue dan juga banyaknya pasang mata yang menatapku saat aku mengambil foto di tengah-tengah mereka semakin membuat tanganku gemetaran.

“Ih…serem amat wajahnya. Bagaimana bisa dapat foto yang bagus kalau memasang wajah menyeramkan seperti itu.” ucap adelia yang tanpa kusadari sudah berada disebelah gue.

“Ma…maaf raka, saya agak grogi. Soalnya ini baru pertama kali saya ngambil foto seperti ini. apalagi harus mengambil foto didepan ratusan orang yang sama sekali tidak aku kenal seperti ini.”

“Memangnya kamu sama sekali belum pernah mengambil foto dengan objek manusia?”

“Pernah kok raka, tapi cuma foto keluarga sama teman-teman yang aku kenal sih.”

“Nah itu pernah, kan sama aja sih.”

“Beda raka.”

“Beda gimana?”

“Gimana ya jelasinnya. Saya juga bingung raka, rasanya kok nggak nyaman gitu waktu tadi ngambil foto mereka. Beda saat saya mengambil foto keluarga saya atau teman-teman saya.”

“Itu karena kamu terlalu takut dengan hasil foto yang jelek, jadi pasti akan muncul pikiran-pikiran yang negatif didalam diri kamu dan pikiran-pikiran negative itu bisa dirasakan orang-orang yang ada disekitar kamu jadinya mereka juga merasa tidak nyaman. Coba kamu tenangkan pikiran kamu dulu, buka hatimu dan rasakan kebahagiaan dan senyuman yang muncul disekitarmu itu melalui viewfinder ini dan tangkap momen-momen bahagia itu dengan jarimu dan simpan dalam film ini.” ucap adelia sambil menuntun jariku untuk menekan shutter. Entah kenapa pikiran menjadi tenang dan rasanya semua beban yang tadi kurasakan sangat berat kini perlahan menjadi berkurang, kini aku bisa merasakan perasaan nyaman yang menjalar keseluruh tubuhku.

“Memang sulit untuk mendapatkan sebuah foto yang bagus, tetapi lebih sulit lagi untuk mendapatkan sebuah foto yang bisa membuat orang yang melihat mengerti akan emosi apa yang ingin kita sampaikan.” ucap adelia sambil tersenyum kearahku dengan sangat manis sekali, senyuman manis yang seperti sebuah sihir yang mampu membuat pikiranku menjadi kosong dalam sekejab, jantung berdetak cepat dan tiba-tiba saja kepala dan daun telingaku terasa panas. Untung saja waktu itu ada salah satu temannya memanggil, dengan segera Adelia berjalan menuju ketempat temannya itu. Jika saja waktu itu semenit lagi adelia masih disampingku, mungkin dia akan melihat wajahku yang seperti bakpau ini berubah menjadi merah, semerah tomat matang.

Perkataan adelia tadi membuat pikiran gue menajadi tenang, kini gue bisa relax menjalani tugas ini. semua beban tadi seakan hilang seperti kumpulan asap yang dihempaskan oleh angin, hilang tak berbekas. Ajaibnya setiap gue memotret, tidak ada satupun momen yang terlewatkan semuanya begitu pas dan mengalir begitu saja dan setiap orang yang kuambil fotonya mereka bisa tersenyum dengan santai dan lepas tidak saat pertama tadi mereka begitu tegang dan menunjukkan senyuman dan gesture tubuh yang aneh. Kini gue rasakan mereka seperti tidak terganggu oleh kehadiran gue disekitarnya, bahkan saat gue mengambil foto dengan jarak yang dekat dengan mereka. mereka bisa berpose dengan santai seolah mereka sudah mengganggap gue seperti seseorang yang sudah lama dikenalnya.

Cerita Sma (Mr Mars . Miss Venus )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang