Mata tak pernah memandang lelah ketika menemukan suatu hal yang menarik. Naruto menyimpulkan demikian ketika melihat sahabatnya itu. Ia sempat berpikir, mungkin ada sesuatu yang menarik di antara sekumpulan anak baru yang sedang berbaris di tengah lapangan. Tahun ini sekolah mereka diisi oleh banyak anak perempuan cantik. Bahkan tanpa sengaja ketika ia mendongak, banyak teman-temannya sedang memandangi murid baru dari lantai tiga.
Kotak susu kosong masih berada di tangan, begitu pula dengan sedotan yang masih menempel di mulut. Suara berisik yang dihasilkan, mampu mengganggu pendengaran Sasuke, ketika Naruto menghirup habis dari dalam kotak susu yang diminum.
Muram durja berganti, melempar tatapan bengis ke arah si pirang. "Buang!" perintahnya ketus.
"Kalau aku tidak mau, kenapa?" sahutnya. Naruto tetap melakukan hal yang sama, bahkan suara itu jauh lebih berisik.
"Itu sudah habis, kau akan menghirup isi di dalam kotak sampai benar-benar kering?" habis sudah kesabaran, Sasuke menarik kasar kotak susu tersebut, lalu melempar sembarang. Namun, Shikamaru Nara yang baru melewati mereka memberikan teguran.
"Hei, kalau kau tidak ingin ikut. Jangan membuat masalah," ketua osis bernada ketus. Dia tidak sungkan memarahi anggotanya jika berbuat salah. "Seharusnya kalian menjadi contoh untuk anak-anak tahun ini."
Sasuke melempar tatapan peringatan, lalu melirik Naruto tengah bersiul ̶ ̶ seolah-olah tidak tahu apa-apa. "Tidak perlu bersikap bodoh, buang sampah ini!" ia melempar tepat mengenai wajah Naruto.
"Hei ̶ ̶"
"Berisik!" Shikamaru melerai lebih dulu sebelum suara menyebalkan keluar. Ia tidak suka keributan, berujung dengan suara teriakan. "Berhentilah bertengkar!" kini pandangan mata fokus ke arah mereka, murid baru yang tengah berbaris di lapangan menoleh secara bersamaan.
Tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran orang-orang sekarang, namun menjadi pusat perhatian adalah suatu hal yang paling menyebalkan. Belum lagi, citranya sebagai ketua osis mungkin akan dipandangan buruk oleh anak baru.
"Untuk apa mereka dibariskan di tengah lapangan?" mereka berdua mengernyit bingung. "Hari ini sangat panas, mungkin seragam mereka akan lembap dan meninggalkan bau."
Naruto melirik dari ujung matanya, benar-benar sifat yang aneh. "Kenapa kau begitu peduli dengan mereka?" Sasuke balas melirik, tatapan itu membuatnya tersentak, tetapi tak gentar sama sekali. "Apa ada salah satu siswi yang menarik perhatianmu di sana? Matamu tidak pernah lepas memandang ke arah kumpulan anak perempuan."
Suasana mendadak hening, Shikamaru memandang bergantian. Dua orang di depan saling melempar tatapan peringatan. Jelas sekali sikap itu hanya untuk memancing dirinya. Jika dia menggunakan ego, maka tidak mengindahkan adalah pilihan yang terbaik. Tetapi ada hal yang lebih penting, daripada meladeni godaan pemuda pirang itu.
"Aku akan mengurus murid di barisan ketujuh. Sepertinya dia sebentar lagi akan pingsan." Sasuke pergi setelahnya, meninggalkan tatapan bingung kedua orang di sana. Ia menuju ke arah barisan yang disebutkan sebelumnya, menarik salah satu anak perempuan yang disebutkan agar keluar dari barisan. Ia membawa sejauh mungkin ke tempat yang lebih sejuk.
Naruto terperangah kemudian, "Bagaimana dia bisa menghafal posisi gadis itu?" ia mengedar pandangan sekitar, Sasuke tidak berada di sekitar mereka sekarang. Ternyata sesuai dengan dugaan, bahwa sahabatnya itu memang sedang menatap hal yang menarik di antara anak perempuan yang sedang dibariskan di tengah lapangan.
"Tidak seperti Sasuke yang aku kenal," mengetahui bagaimana sahabatnya itu selalu bersikap dingin pada gadis mana pun. "Apa gadis itu kekasihnya?"
Shikamaru mengedikkan bahu, bersamaan dengan itu Kiba muncul di antara mereka. "Hei, apa yang terjadi dengan anak itu?"
"Maksudmu Sasuke?" Kiba mengangguk, menunggu jawaban. Tetapi yang ia dapatkan dari temannya adalah sikap acuh tak acuh yang bercampur dengan kebingungan. "Selama aku berada di sini, Sasuke tidak pernah melepaskan pandangan ke arah murid baru."
◊◊◊◊
"Apa kau bisa melihat sekarang?"
Gadis itu mengangguk lemah, Sasuke menghela napas kemudian. Ia sangat khawatir ketika melihat saudara kembarnya selalu menunduk di dalam barisan. Cuaca tidak mendukung, dengan tubuh mungil yang ditutupi orang-orang tinggi tidak akan membuat gadis itu merasa nyaman. "Sudah aku katakan untuk tidak datang ke sekolah di hari pertama. Kau sudah melihat prakiraan cuaca,'kan?"
Sasuke melepas blazer yang digunakan adiknya, lalu menggulung lengan kemeja. Kulit putih itu sekarang benar-benar merah seperti baru saja disiram oleh air panas. Orang yang memiliki penyakit Xeroderma pigmentosum sangat sensitif pada sinar matahari. Sebagai seorang kakak, ia selalu mengingatkan sang adik agar selalu menggunakan tabir surya bila keluar rumah.
Dia sangat bersyukur bahwa, tidak meninggalkan luka atau bintik-bintik yang parah di seluruh tubuh adiknya. "Oh, kau sudah merasa lebih baik?"
Kelopak mata itu terbuka sempurna, setelah merasa tidak nyaman ketika melihat cahaya matahari. Bukan hanya cahaya matahari saja, namun Hinata tidak merasa nyaman bila melihat cahaya lebih terang. Kelopak matanya akan melemah, seolah-olah sedang menahan kantuk.
"Aku bosan," kata Hinata. "Selalu di rumah itu benar-benar membosankan. Aku tidak ingin melakukan home schooling, lagi pula biayanya sangat mahal. Aku tidak ingin kau sibuk bekerja karenaku."
Sasuk tersentak, mengalihkan pandangan kemudian. Ia tahu kalau sang adik sangat bosan bila selalu di rumah. Tidak ada orang di rumah bila dia sibuk kerja sambilan. Namun, ia benar-benar khawatir ketika adiknya keluar rumah. Memiliki penyakit langka, xeroderma pigmentosum dan fotofobia. Dua penyakit sama-sama bersumber dari cahaya. Namun, dibandingkan dengan fotofobia, xeroderma pigmentosum dapat menyebabkan kanker kulit. Pernah sekali mereka keluar rumah, Hinata lupa menggunakan tabir surya. Sehingga menyebabkan bintik merah dan bintik hitam di seluruh tubuh gadis itu.
"Kau tidak lupa dengan janji yang kita buat,'kan?" Hinata mengangguk, lalu menunjukkan jari kelingkingnya di depan Sasuke. "Bagus," kata pemuda itu. "Kau tidak boleh ke sembarang tempat. Apa pun itu, kau harus izin padaku lebih dahulu. Ketika aku belum keluar dari kelas saat jam pulang, jangan ke mana-mana dan tetap tunggu di kelasmu."
Gadis itu menghela napas, janji tetaplah janji. Namun baginya itu merupakan suatu hal yang berlebihan. Saudara kembarnya itu terlalu sensitif. "Iya, iya aku tahu."
"Jangan tunjukkan wajah menyebalkanmu itu." nada suara itu terdengar ketus, ada waktu di mana adiknya itu terkadang suka menunjukkan ekspresi menyebalkan.
Muram durja berganti, Hinata menurunkan lengan kemejanya. "Meskipun itu janji, namun ketika aku mendengarnya, entah kenapa kepalaku terasa panas dan ingin mengumpat."
Sasuke menghela napas, memijit batang hidungnya. "Bisakah kau tidak berkata dengan jujur? Kalimat itu sangat menyakitkan didengar. Kita sama-sama sedang kesal di sini." sang adik tersentak, membuang muka kemudian. Namun Sasuke tahu kalau adiknya itu sedang mengeluh sembari memasang ekspresi kesal.
"Kau tahu? Aku masih di sini dan masih mendengar gumam menyebalkan itu."
◊◊◊◊
Ini cerita tahun 2017, kemudian mengalami revisi pada tahun 2018. Dan tahun ini terhitung revisi kedua. Dan jelas banget ada perubahan alur, padahal masih di awal chapter.
Sempat ada beberapa orang yang bertanya kenapa cerita ini ditarik. Dan kalian menemukan jawabannya sekarang. Cerita ini merupakan cerita dengan dua pair sekaligus yaitu SasuSaku dan NaruHina. Selamat membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Twins
FanfictionKarena Hinata memiliki penyakit xeroderma pigmentosum dan fotofobia, sehingga membuatnya terlambat masuk sekolah setahun dari saudara kembarnya, Sasuke. Statusnya sebagai saudara kembar Sasuke, tidak ada yang tahu. Sehingga membuat orang salah paham...