Mendengar diri dicemooh oleh orang-orang merupakan hal biasa. Selama mereka tidak merundung, Hinata tidak mempermasalahkan demikian. Sikap baik terang-terangan yang diperlihatkan oleh saudara kembarnya sendiri, tidak mengira akan berdampak pada lingkungan sekitar di sekolah. Khususnya anak perempuan yang terkadang terus terang padanya.
Berpikir bahwa hanya ada seperti ini pada drama yang ia lihat, ternyata tidak jauh dari realita. Ketampanan seorang lelaki, membuat perempuan meleleh. Padahal dia berpikir, pada idol yang sering dia lihat jauh lebih tampan dari saudara kembarnya.
"Apa karena aku melihatnya setiap hari ya?" gumamnya. Dia berjalan menuju toilet, mengedar pandangan sekitar. Sejujurnya terselip perasaan takut, mengingat kejadian yang pernah menimpa.
"Aku dengar dia memiliki penyakit langka."
Itu suara salah satu anak perempuan yang pernah merundung dirinya di toilet. Hinata berhenti tepat di depan pintu, berbalik arah sekarang bukanlah pilihan yang tepat. Berpikir bahwa, dia harus terbiasa menghadapi orang-orang tersebut. Beberapa hari lalu, dia juga mendapat kabar dari Naruto kalau orang-orang itu mendapatkan teguran dari ketua osis. Namun sepertinya itu tidak memberikan efek apa pun pada mereka.
"Ya ... siapa yang mengira kalau gadis penyakitan adalah tipe Sasuke."
"Mungkin karena dia merasa kasihan pada gadis itu. Atau mungkin dia mendapat diagnosa dari dokter, kalau hidupnya sudah tidak lama lagi? Bisa saja dia salah satu gadis yang pernah menyatakan perasaannya, lalu berharap agar Sasuke mewujudkan keinginan terakhir itu."
Mereka tertawa di dalam sana. Ini jauh lebih menyakitkan dari apa yang pernah ia dengar. Ia menahan diri, menggeram dalam diam. Tetapi justru menguatkan diri untuk tetap masuk ke dalam sana.
Tengah mengambil langkah masuk ke dalam, Hinata menatap datar pada para senior di depannya. Mereka tersentak, tetapi justru tergelak tanpa merasa bersalah. Dia tidak gentar untuk menghadapi cemooh kembali. Mengambil langkah ke arah wastafel, mencuci tangan, mengolesi bibir dengan lip bam agar tidak kering. Cermin di depan memperlihatkan dengan jelas wajah mereka tengah tertawa, sembari saling melempar pandangan.
"Gadis penyakitan adalah tipe Sasuke," katanya. Sengaja mengulang kalimat yang didengar. "Setidaknya itu bukan penyakit hati ̶ ̶ iri dan benci. Karena seseorang yang kalian harapkan berpaling dari gadis yang memiliki penyakit." dia tersenyum semringah.
Ruangan itu mendadak hening. Sengaja memancing keributan, tahu bahwa apa yang ia lakukan mungkin akan berdampak buruk. Sekarang dia mengerti dengan perasaan kakaknya sendiri ̶ ̶ betapa muaknya menghadapi orang-orang fanatik.
Mereka bermuram durja. Berdiri memojokkan dirinya di antara tembok.
◊◊◊◊
Shikamaru memekik ketika Sasuke baru saja menjatuhkan semua tumpukan buku di lantai. Ia mengumpat terus terang, namun pemuda itu tidak mengindahkan, bahkan tidak membantu dirinya saat mengutip semua buku itu. Merasa geram, akhirnya mendongak. Menampilkan mimik yang tidak biasa.
Seluruh kelas memperhatikan mereka. Naruto menggeram di sudut kelas, memilih menghampiri dan membantu Shikamaru mengutip buku.
Pemuda pirang itu mengomel sembari mengutip beberapa buku. "Kalau kau tidak mau membantu. Tidak perlu mengajukan diri untuk menggantikanku, kau ini malah menambah pekerjaan."
Tidak ada tanggapan, Naruto mendongak. Lalu melirik ke arah ketua osis yang memasang wajah khawatir. Sungguh dia tidak mengerti, memilih berdiri untuk memastikan kalau Sasuke baik-baik saja. "Hei," katanya. Tidak ada jawaban, ia memilih menepuk pundak pemuda itu cukup kuat. "Apa yang terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Twins
FanfictionKarena Hinata memiliki penyakit xeroderma pigmentosum dan fotofobia, sehingga membuatnya terlambat masuk sekolah setahun dari saudara kembarnya, Sasuke. Statusnya sebagai saudara kembar Sasuke, tidak ada yang tahu. Sehingga membuat orang salah paham...