"Jadi, kau memberitahu pada mereka?"
Helaan napas terdengar begitu berat, menyimpulkan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak terduga. Bagaimanapun, kalau terjebak pada situasi yang tidak ada celah untuk berdalih, maka yang terbaik adalah memberitahu kebenaran.
"Cepat atau lambat, mereka juga akan tahu. Sia-sia kalau disembunyikan." Shikamaru melirik dari ujung mata, lawan bicaranya tidak merespons sama sekali.
"Aku pikir akan baik-baik saja, tetapi sesuatu yang menyebalkan terjadi. Kehadiran adikku, membuat penggemar fanatik itu tidak ada di sekelilingku."
"Benar," sahut Shikamaru. "Tapi mereka berusaha untuk mengganggu adikmu."
Sasuke menunduk, bukan tidak tahu kejadian di toilet kemarin. Berpura-pura tidak tahu demi kenyamanan bersama adalah pilihan yang terbaik, tetap saja hati tidak dapat disembunyikan ̶ ̶ bagaimana perasaan khawatir itu hadir. "Mau sampai kapan seperti ini? Sesuatu yang menyebalkan jika muncul akan sangat merepotkan. Adikmu memiliki penyakit langka, bagaimana terjadi sesuatu? Beritahu pada mereka kalau dia adikmu, aku yakin hal ini akan lebih aman daripada berdiam diri. Mereka juga tidak akan berani menganggu setelah tahu bahwa kalian saudara kembar."
Benar. Justru akan lebih baik seperti ini. Tetapi ia merasa belum waktunya. Kejadian kemarin membuat Sasuke tetap terjaga pada adiknya. Lalu muncul perasaan bersalah yang hanya dapat dipendam.
Tengah diam menatap, menunggu respons membuat Shikamaru tidak sabar sendiri. Di atas meja masih banyak beberapa kertas yang harus mereka urus. Sekarang malah menambah beban pikiran tersendiri. Ia menghela napas sejenak. "Kepalaku pusing," katanya. "Lebih baik bantu aku, anak-anak ekskul sedang meminta bantuan."
"Sial! Kenapa harus aku yang menjadi ketua osis."
"Itu kalimatku, Nara."
◊◊◊◊
Tidak bisa menghindar saat mendapatkan tugas dari guru, Sasuke menjadi siswa terakhir yang keluar dari ruangan. Ketua osis bahkan menyerahkan semua tugas padanya, beralasan mengikuti bimbingan belajar. Tidak ada celah untuk berdalih, diri menjabat sebagai wakil ketua osis tidak bisa mengabaikan.
"Oh," tersentak kecil, ia memeriksa ponsel. "Sial, kenapa harus sekarang?" panik menyerang, baterai pada ponsel habis dan mati total. Sementara satu hari ini ia tidak memeriksa keadaan sang adik.
Meskipun pukul tujuh malam berkeliaran menelusuri ruangan, sekolah masih menyalakan lampu sekitar. Agak mustahil memang ketika menemukan murid di jam seperti ini, anak yang mengambil eksul bahkan sudah pulang sebelum jam enam sore.
Tengah berlarian di sekitar koridor, suara gesekan sepatu pada lantai begitu berisik di sepanjang jalan. "Sial! Seharusnya aku memberi kabar." pemuda itu menyisir rambut dengan jari-jari tangannya. Merasa frustrasi ketika tidak menemukan saudara kembar. Lalu ia memilih berlari kembali sampai pada keluar gerbang sekolah.
Jalan yang tidak asing, selalu jalan melalui gang sempit demi mempersingkat waktu. Ia pernah memberitahu pada Hinata mengenai jalan pintas untuk kembali ke apartemen. Tetapi tidak memberitahu, kalau di gang tersebut selalu ada anak sekolah yang suka bolos dan merokok diam-diam. Meskipun terkadang mereka saling melempar tatapan peringatan, tetapi tidak berujung perkelahian. Itu karena Sasuke pernah melawan mereka tanpa ampun.
Jika adiknya melewati jalan pintas tanpa dirinya, ia tidak yakin kalau anak laki-laki itu memberi jalan dengan mudah tanpa menganggu.
Sesuai dugaan, anak-anak yang suka bolos sekolah itu pasti tidak memberi jalan dengan mudah. Sasuke mendesah kecewa, ternyata di sana ada Sakura. "Ah, ini akan merepotkan." gumamnya, ia masih berdiri di antara tembok, mengamati sesaat apa yang tengah dilakukan gadis musim semi di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Twins
FanfictionKarena Hinata memiliki penyakit xeroderma pigmentosum dan fotofobia, sehingga membuatnya terlambat masuk sekolah setahun dari saudara kembarnya, Sasuke. Statusnya sebagai saudara kembar Sasuke, tidak ada yang tahu. Sehingga membuat orang salah paham...