Bagi pelajar, suara bel sekolah merupakan hal yang paling indah didengar daripada hardikan guru. Kebiasaan yang dilakukan setelah pulang sekolah, banyak dari mereka merencanakan pergi untuk menjernihkan pikiran. Salah satnya adalah karaoke. Beberapa gadis biasanya akan pergi berbelanja ke mall demi mendapatkan barang diskon kecantikan.
"Suara bel sekolah seperti panggilan surga bagiku."
Ino memasang wajah konyol ketika mendengarnya, tidak pernah tahu bagaimana isi kepala itu terkadang. "Berhentilah berbicara berlebihan, itu terdengar mengerikan." namun Kiba tidak mengindahkan, pemuda itu memilih berdecak lidah sembari memandang sinis.
"Padahal dia selalu tidur di kelas, tidak akan terbangun sampai penghapus mendarat di atas kepala." mereka semua mengangguk setuju mendengar kalimat Ino. Tidak ada orang yang membelanya dan itu semakin membuat Kiba kesal. Tetapi, bagaimanapun juga dia tidak dapat membela diri, karena apa yang dikatakan oleh teman-temannya adalah benar.
Mereka menunggu seseorang sebelum pergi menuju tempat karaoke. Mereka tidak perlu harus mengantre demi mendapatkan tempat, tahu bahwa jam seperti ini banyak di sewa lebih dulu. Beruntung Ino memiliki kenalan di dalam sana, sehingga mereka tidak perlu repot.
"Akhirnya ... dia datang ̶ ̶"
"Aku tidak ikut." sahut Sasuke. Mereka semua yang mendengar itu hanya bergeming di tempat sembari memasang tatapan bingung. Bisa dikatakan cukup lama menunggu di luar, dan itu sekarang menjadi sia-sia.
"Kami sudah berbaik hati menunggumu."
"Aku tidak meminta kalian untuk menungguku."
Muram durja berganti, tatapan peringatan itu sangat mencolok. Kiba tidak tahan dengan sifat terus terang itu, dia tersentak lalu tersenyum. "Apa karena gadis itu tidak ikut?" tanyanya. "Oh ayolah Sasuke ... kau perlu istirahat. Hanya anak osis yang akan pergi ke karaoke."
Sasuke menoleh, sama halnya dengan Kiba ̶ ̶ sama-sama tidak senang. Sakura mencoba melerai di antara dua orang itu, menahan agar tidak terjadi keributan. "Istirahatku adalah tidur, bukan karaoke."
Sungguh, sepertinya pemuda itu memang sangat keras kepala. Sudah menolak tidak perlu memaksa, hal ini akan membuang waktu mereka.
Hinata memandang saudaranya dari jauh, bohong jika ia tidak mendengar percakapan itu. Ia memilih menghampiri, menarik pergelangan tangan di sana. "Mereka berkata benar, kau perlu istirahat," kehadirannya yang tiba-tiba itu lantas mengundang perhatian. "Aku bisa pulang sendirian."
"Lihat? Kekasihmu bahkan menyetujuinya!" kata Naruto, refleks Hinata memandang ketika mendengar nada suara cukup tinggi. Pemuda pirang itu terlihat sangat kesal.
"Tidak," itu keputusan Sasuke, ternyata pemuda itu bersikeras untuk tetap tidak pergi. "Aku tidak bisa karena ada pekerjaan hari ini. Aku tidak ingin membuang waktu untuk hal yang tidak penting."
"Sasuke, apa gadis itu sangat penting bagimu?" mereka semua menoleh ke arah Sakura. Memandang bergantian sembari memberi tatapan bingung. Tentu saja kalimat tiba-tiba itu bisa membuat orang salah paham.
Kiba tertawa kikuk, muram durja berganti. Naruto dan Kiba saling menyenggol lengan satu sama lain. Mereka tidak bisa menahan jika seperti ini, pasti tidak ada yang berani untuk memperingati gadis musim semi itu.
"Tidak ada urusannya denganmu," kata pemuda itu. "Jika kau memaksa, maka aku akan menjawab 'iya' untukmu. Dia sangat penting dalam hidupku." Sasuke menggenggam tangan adiknya. Tidak ada yang tahu kalau dia sedang mengambil peran, namun apa yang dikatakannya barusan adalah tulus.
Hinata hanya bisa bergeming, begini perjanjian mereka memang dari dulu sebelum dia memasuki sekolah. Kakaknya sendiri ̶ ̶ saudara kembarnya meminta untuk tidak memberitahu hubungan mereka sebenarnya ̶ ̶ kalau mereka adalah saudara kembar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Twins
FanfictionKarena Hinata memiliki penyakit xeroderma pigmentosum dan fotofobia, sehingga membuatnya terlambat masuk sekolah setahun dari saudara kembarnya, Sasuke. Statusnya sebagai saudara kembar Sasuke, tidak ada yang tahu. Sehingga membuat orang salah paham...