Chapter 3 . O2

3.1K 122 15
                                    

Musik adalah hal yang indah, bahkan salah satu dari banyak hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Bahkan musik dapat memberimu semangat baru dan membuat perasaanmu yang awalnya buruk menjadi lebih baik.

Itulah yang selalu 'didengar' dari orang-orang disekitarnya. Apakah itu benar? Ia rasa tidak. Semua hal yang bersangkutan dengan kehidupan hanyalah sebuah opini yang tidak akan pernah menjadi fakta.

Kebahagian adalah opini, penderitaan adalah fakta yang selalu ditutupi oleh opini. Apakah kalian membenci dunia dan kehidupan kalian?

Val hanya termenung, ia tidak ingin pulang. Pulang ke rumahnya hanya membuat perasaannya bertambah campur aduk.
Gadis berambut pendek ini kini hanya diam menatap kaki kecilnya yang dilapisi oleh sepatu converse tanpa memedulikan genangan air yang disentuh oleh alas kakinya.

Meratapi semua hal yang telah ia alami sampai detik ia berayun-ayun pada ayunan beralas kayu dengan pegangan rantai. Ia masih bernapas dan segar bugar. Apa yang salah dengan kehidupannya?

Semua orang hanya tahu kulitnya, tanpa mengetahui isinya. Tidak akan ada yang pernah mengira bahwa seorang siswi SMA ini menyimpan banyak hal, hal yang sangat menyakitkan. Dari balik senyuman manisnya yang selalu menjadi tameng.

Kedua mata coklat tuanya itu menatap langit jingga yang semakin lama akan semakin gelap. Perlahan, kelopak matanya menutup, membuat segala hal yang terlihat indah di bumi ditutupi oleh kegelapan tanpa batas.

Alunan ayunan kian memelan, nyaris berhenti. Angin bertiup tidak terlalu kencang, menerbangkan dedaunan kecil yang berserakan pada tanah juga sediki mengacak rambut Val yang tergerai lurus.

"HAHAHAHA!"

Suara tawa anak kecil begitu jelas mengiang pada pikiran Val, membuatnya menautkan kedua alisnya.

Ia membencinya...

"Lihatlah dia! Lemah dan menjijikan!"

Keningnya kini berkerut, bersamaan dengan kedua tangannya menggenggam rantai ayunan dengan kencang, tidak peduli dengan rasa sakit yang menggoresi telapak tangannya.

"Mungil, pendek, tidak berdaya, tidak cantik, kurasa nyanyi saja tidak bisa."

Ia membencinya...

Kenangan buruk berkelebat pada benaknya, membuatnya semakin menggenggam kencang rantai besi tersebut.

Di dalam benak Val, ia melihat seorang anak dengan potongan rambut berantakan. Badan mungilnya berguncang-guncang menahan tangisan. Pelipis anak malang tersebut menyentuh bak tempat cuci tangan, kepalanya di tekan kencang oleh anak yang menikmati penderitaan orang lain.

Ia ketakutan.
Ia hanya ingin membela keluarganya.
Ia sayang dengan kedua orangtuanya.

Kedua anak keji itu tidak berhenti, salah satunya masih menahan kepala Val bersentuhkan dengan pinggiran bak, sedangkan yang satunya lagi siap dengan sebuah gunting pada tangannya. Ibu jari dan jari telunjuknya tidak dapat berhenti memainkan benda tajam tersebut. Terus membuat benda tersebut membuka dan menutup, menimbulkan suara cacahan dari besi.

Val memohon, dirinya hanya ingin pulang sekarang, di dalam pelukkan ayahnya yang akan selalu ada untuknya.

Sayangnya, gunting itu kini memotong rambut halusnya tidak karuan. Suara tawa kembali terdengar, baru setengah jalan mereka memotong rambut Val. Ia melawan, melepaskan dirinya dengan sisa tenaga yang ia miliki. Sayang, ia tidak dapat berlari kencang. Kakinya yang mungil ingin keluar dari sana, namun jambakkan menahannya.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang