Your POV
Dua tahun sudah aku menjalin hubungan dengan Minghao. Selama itu juga, kami selalu terbuka satu sama lain. Namun, setelah datangnya murid baru bernama Yuna itu, entah mengapa semakin banyak dusta di antara kami. Lantas, apa ini artinya diriku sudah tak berarti lagi bagimu, Minghao?
"Silakan masuk dan perkenalkan dirimu." Ucap wali kelas kami, mempersilakan sang murid baru untuk masuk ke dalam kelas.
Yuna melangkah masuk, memasang senyum terbaiknya sebelum membuka suara, "Selamat pagi, semua. Namaku Choi Yuna. semoga kita bisa berteman baik." Perkenalan singkat itu terdengar amat ramah.
"Baiklah, kau bisa duduk sekarang di bangku kosong itu." Telunjuk sang Wali Kelas pun terulur menuju bangku kosong yang berada di sebelah Minghao.
"Terimakasih, Pak." Setelah membungkuk sopan, Yuna lekas berjalan menuju bangkunya.
"Hai." Sapa Yuna ramah kepada teman sebangkunya itu.
"Hai juga." Balas Minghao tak kalah ramah.
"Semoga kita bisa menjadi teman dekat ya!"
Minghao terkekeh kecil, kemudian membalasnya dengan anggukan. "Tentu saja."
Selama pembelajaran berlangsung, ku lihat mereka berdua sedari tadi asyik tertawa sembari bersenda gurau sendiri layaknya sepasang kekasih. Aku mencoba untuk menahan rasa cemburu ku ini. Tidak, bagaimana pun juga kasta ku di hati Minghao jauh lebih tinggi dibandingkan si murid baru. Maka dari itu, aku tak boleh cemburu tanpa dasar seperti ini. Lagi pula, tidak ada salahnya, kan, kalau mereka berteman akrab semudah itu?
'Sabar, mereka hanya teman saja aku tak perlu cemburu.' Lirih ku dalam hati.
Skip jam istirahat
Bel istirahat telah berbunyi. Cepat-cepat aku menghampiri meja Minghao untuk mengajaknya pergi ke kantin bersama. Karena jujur, aku sudah menahan lapar akibat tidak sarapan di pagi hari.
"Minghao, ayo kita pergi ke kantin!" ajak ku bersemangat.
Tetapi, dia masih saja bersenda gurau dengan Yuna. Dan bisa dibilang aku baru saja ia hiraukan.
"Minghao," panggil ku dengan nada setengah emosi. Namun lagi-lagi diabaikan.
Aku menghela napas kasar, sebelum mengetuk meja kekasih ku berturut-turut.
"Xu Minghao, apa kau mendengar ku?" kini emosi ku mulai meluap.
"Eh, ada kau. Sejak kapan kau di sini, (Y/n)?" tanya Minghao tanpa merasa bersalah.
"Dari tadi aku memanggilmu. Ayo kita ke kantin." Ajak ku kembali sambil memaksakan senyum.
Namun yang ku dapatkan adalah sebuah penolakan halus, "Eum, maaf. Kau bisa, kan, pergi ke kantin seorang diri? Aku sedang membahas hal menarik bersamanya. Sayang sekali jika di putus begitu saja." Balas Minghao.
'Apa kau lebih mementingkan dia dibandingkan aku kekasih mu sendiri?'
"Ah, begitu ya. Ya sudah, kalau begitu aku tak akan pergi ke kantin juga." Aku tersenyum singkat sembari berjalan menuju ke arah bangku ku kembali.
'Kenapa aku merasa dilupakan begini?'
Kini hanya tersisa aku, Minghao, serta Yuna saja yang berada di dalam kelas. Aku memangku tangan ku lesu sembari terus-menerus menatap ke arah kekasihku. Satu tangan ku yang sedang menganggur pun ku gunakan untuk mengusap perut ku yang terasa lapar. Posisi ini terus berlangsung sampai akhirnya badan ku refleks berdiri ketika aku melihat Yuna dan Minghao pergi meninggalkan kelas tanpa mengajakku. Aku memutuskan untuk mengikuti mereka. Dan ternyata mereka pergi ke kantin. Detik itu juga, aku langsung tersenyum miris ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine With Seventeen
Fanfiction[COMPLETED] Kisah antara kamu dan member Seventeen. © K N O C H U U X - 2016