Penyelamat Kedua Belas

4.4K 421 34
                                    

Penyelamat Kedua Belas

Happy Reading﹋o﹋

"Mari kita mulai game ini."

Felix tersenyum simpul dan langsung mengambil dua bilah pisau di tempat penyimpanan senjata yang diikat di pinggulnya.

Tempat penyimpanan senjata itu berbentuk menyerupai kotak, dua buah kotak dengan ukuran cukup besar yang terdapat di kanan dan kiri. Setidaknya cukup untuk menyimpan enam bilah pisau di sebelah kanan dan sebuah pistol di sebelah kiri.

Dengan gerakan lincahnya Felix maju menerjang salah seorang dari gerombolan itu. Dimulai dari pisau sebelah kanan yang menusuk langsung mata kiri korbannya kemudian disusul dengan pisau sebelah kiri yang ditancapkan di atas kepala.

Darah mengucur deras dari tempat Felix menancapkan pisaunya ketika ia mencabut pisau itu. Felix hampir saja akan berlari membunuh orang lain jika saja suara Aria tidak menghentikan langkahnya.

"Tunggu Felix!" teriak Aria. "Aku rasa ini adalah kesempatan untuk Cecillia dan Zen melunasi hutangnya."

Felix menoleh dan menatap Cecillia aneh. Apa maksud Aria? Menyerahkan korban kepada orang lain?

"Kumohon Felix." pinta Aria memelas. Felix menghela napas panjang sebelum sedetik kemudian mengangguk setuju.

Aria tersenyum ke arah Felix, merasa berterima kasih kapadanya. Kini fokus Aria berpusat kepada Cecillia dan Zen. Aria memandang mereka dengan serius, "Ini kesempatan kalian."

"Apa maksudmu?" tanya Cecillia was-was. Sungguh, dia merasa ngeri melihat bagaimana Felix dengan lihainya membunuh orang seperti membunuh nyamuk.

"Kau harus membunuh mereka yang menghalangi jalanmu," perintah Aria tak terbantahkan. Aria tak akan membiarkan Cecillia hanya berdiam diri dan dilindungi terus menerus olehnya ataupun Felix. Cecillia harus bisa membunuh orang lain dengan tangannya sendiri.

Napas Cecillia tercekat, membayangkan bahwa dia akan segera mengambil nyawa orang lain dengan kedua tangannya. Cecillia menggeleng kuat, menolak perintah Aria. "Aku... aku.. aku tidak... aku.."

"Bukankah membunuh lebih baik daripada dibunuh?" tanya Aria menjebak. "Bunuhlah orang lain dengan tanganmu sendiri, atau biarkan orang lain yang membuhmu?"

Cecillia berusaha menahan tangisnya yang siap meledak. Tatapannya fokus menatap manik merah Aria. "Bisakah?" gumamnya pelan, seolah-olah dirinya sedang bertanya kepada dirinya sendiri. Setelah melihat anggukan mantap dari Aria, Cecillia mengambil sebuah kapak. Digenggamnya erat kapak tersebut, kemudian Cecillia maju menatap seorang pria -salah satu dari gerombolan itu-.

Felix yang sedari tadi berusaha menahan para gerombolan tanpa membunuhnya pun akhirnya dapat bernapas lega. Pasalnya dia sangat kesulitan untuk melawan orang lain tanpa membunuhnya. Bukan. Bukan karena Felix yang lemah, melainkan rasa haus darahnya yang sangat besar.

"Cepatlah!" seru Felix tidak sabaran. Menunggu Cecillia menyiapkan mentalnya itu sangatlah lama. Hanya tinggal melawan seseorang dan membunuhnya saja, apa susahnya?

Cecillia memejamkan matanya rapat-rapat. Menarik dan kemudian menghembuskannya, begitu terus selama dua menit. Setelah dirasa cukup tenang, Cecillia lari menerjang salah seorang dari gerombolan itu.

"AAAAKKHH!!" teriaknya kencang, -mencoba menghilangkan ketakutannya- sambil mengayunkan kapaknya.

Gagal.

Cecillia tidak berhasil membunuh target pertamanya. Malahan dirinya sendiri yang terluka karena goresan pisau yang dibawa pria itu. Cecillia mundur dengan kaki gemetar hingga akhirnya dia terjengkang.

"Cecillia!" Aria yang sedang melawan tiga orang dari para gerombolan itu tidak dapat membantu Cecillia. Kalaupun bisa pun, Aria ragu dia akan mau membantu Cecillia.

"Kumohon.." Cecillia bergumam lirih, air matanya telah mengalir deras melewati kedua pipinya. Matanya menelisik ke arah lain, mencoba mancari bantuan dari rekan timnya yang lain. Namun kali ini tak ada yang dapat menolong Cecillia sama sekali, baik Aria, Felix maupun Zen tak ada yang dapat menolongnya. Mereka masih sibuk melawan para anggota gerombolan yang lain.

Luka pisau di perutnya membuat Cecillia putus asa. Dia menyerah, dia tidak mau lagi melakukan ini. Dia sudah lelah.

"Kau menyerah?" suara berat terdengar di telinga Cecillia, membuat dia menatap pria di depannya yang menyeringai keji.

"Aku menyerah," ujar Cecillia lirih, seolah meminta mohon agar pria di depannya berbaik hati untuk tidak membunuhnya.

Pria itu mengedikkan bahunya acuh, "Kalau begitu ini akan menjadi mudah." ujarnya enteng.

Cecillia memandang ngeri pria di depannya. Ketika pria itu mengangkat tinggi pisaunya, Cecillia menolehkan wajahnya ke samping sambil memejamkan matanya. Menunggu rasa sakit yang akan dideranya, dan juga menunggu kematian yang akan menjemputnya.

Cukup lama Cecillia memejamkan matanya. Nyatanya, tidak ada rasa sakit yang ia rasakan. Dengan perlahan Cecillia membuka matanya dan kembali menatap ke depan. Dan seketika itu juga Cecillia terperangah. Di depannya telah berdiri Felix dengan kedua tangan yang terkulai di sisi kanan kiri tubuhnya. Darah segar terlihat mengalir di pelipisnya. Cecillia terus menatap Felix tanpa berkedip, meskipun Felix tidak menatapnya sama sekali.

Satu hal yang Cecillia tahu. Felix adalah penyelamatnya.

°To be Continue°

Maaf karena udah lama gak update 🙏🙏
Mohon maaf lahir dan batin ya, Selamat Hari Raya Idul Fitri 😊
Okeh, emang udah telat. Tapi buat minta maaf, gak ada kata telat kan 😌 // *digeplak

16 Juli 2016 ©

Psycho GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang