Pelatihan Ketiga Belas

4.6K 371 39
                                    

Pelatihan Ketiga Belas

Happy Reading 😘😘

Felix adalah penyelamatnya.

"Kau tidak apa?" Sebuah suara menyentak Cecillia dari rasa kagumnya kepada Felix. Cecillia menoleh dan melihat Aria telah berjongkok mensejajarkan dirinya.

"Aku.. aku tak apa." jawab Cecillia.

"Cih. Dasar merepotkan!" Felix mendengus tak senang ketika dia menyadari bahwa dia harus menyelamatkan seorang gadis lemah yang hanya dapat bergantung kepada orang lain.

"Felix!" Aria berseru memperingatkan kepada Felix, namun Felix hanya mendengus dan berlalu untuk mengambil organ dalam dari gerombolan orang yang telah berhasil mereka bunuh.

Sementara itu Cecillia menunduk, menyembunyikan senyuman di wajahnya. Dirinya senang. Senang karena Felix mau melindunginya. Itu artinya Felix memerdulikannya bukan? Bahkan Cecillia tak merasa bersalah sama sekali karena telah membuat orang lain kerepotan.

"Jangan dengarkan Felix." Zen berujar menenangkan Cecillia karena melihat Cecillia yang hanya menunduk. Tangannya terulur untuk menepuk pundak Cecillia.

Cecilli mengangguk kecil, masih menyembunyikan senyuman di wajahnya.

"Aku akan bicara dengan Felix," Ucapan Aria membuat Cecilli mendongak dan menatapnya. Sedikit perasaan tidak rela menyusup di hati Cecillia. Rasanya dia tidak rela jika Aria dan Felix berbicara, karena hal itu akan membuat hubungan keduanya semakin membaik.

Sial! Ini tidak benar. Tidak seharusnya dia menghalangi hubungan Aria dan Felix. Dia teman Aria, seharusnya dia mendukung hubungan Aria. Cecillia benar-benar sudah gila.

***

Felix terus menggerutu sambil mencongkel bola mata dari korban-korbannya kali ini. Sesekali dia akan terlihat menusukkan pisau secara kasar ke tubuh korbannya lantaran terlalu kesal. Bagaimana tidak kesal jika dia lagi-lagi harus melindungi makhluk lemah yang bernama Cecillia. Sebenarnya Felix bisa saja tak mengacuhkan Cecillia dan membiarkan makhluk itu mati. Tetapi ketika membayangkan bahwa Aria akan bersedih jika Cecillia mati, membuat Felix terpaksa harus melindungi makhluk itu.

Oh astaga! Cinta memang mengerikan! Dirinya yang bisa membunuh dua puluh orang dengan sebilah pisau, merasa takut dengan perasaan sedih seorang gadis. Oh astaga! Suatu saat cinta lah yang akan membunuh Felix!

"Felix," Felix tersentak kaget saat mendengar Aria memanggil namanya. Dilihatnya Aria yang sedang berjalan perlahan ke arahnya sambil menendang mayat-mayat korban yang menghalangi jalan gadis itu.

Saat Aria sudah sampai di depannya, Felix langsung saja bertanya, "Ada apa?" Suaranya terdengar ketus, seperti suara seorang kekasih yang sedang cemburu.

Aria memicing memandang Felix, tatapannya seolah mengatakan Ada apa denganmu? Berdehem untuk menetralkan suaranya, Aria mulai memcoba mengatakan tujuannya menemui Felix. "Terima kasih."

Felix hanya menjawab ucapan Aria dengan deheman singkat. Seolah-olah ingin menunjukkan pada Aria bahwa dia terpaksa melakukan itu.

"Felix, kau tahu Cecillia sangat lemah dalam membunuh orang." ujar Aria yang dibalas Felix dengan deheman singkat lagi. "Felix, bagaimana kalau kita memberi Cecillia pelatihan?"

"Apa?" Tanya Felix tak percaya. Apa kata Aria tadi? Ingin memberi pelatihan kepada Cecillia? Pelatihan untuk membunuh orang? Apa Aria sudah gila? Ayolah. Membunuh orang itu dilakukan dengan mengandalkan naluri dan mental. Bukan dengan pelatihan seperti mengajari anak TK berenang.

"Ayolah Felix, setidaknya kita bisa mencobanya. Bukankah kau tidak mau jika Cecillila terus-terusan menyusahkan kita?" Aria masih terus berusaha meyakinkan Felix.

"Baiklah." Felix akhirnya menyerah lagi. Oh astaga! Semua yang berkaitan dengan Aria tidak pernah bisa membuat Felix melawan. Membayangkan Aria sedih saja sudah membuat Felix frustrasi setengah mati.

Aria tersenyum sumringah melihat Felix akhirnya menyerah dengan keputusannya dan mau mengikuti kemauannya. "Terima kas-"

"Engh.." Lenguhan seseorang terdengar, membuat Aria menghentikan ucapannya dan menoleh ke sana ke mari mencari di mana suara itu berasal. "Enghh.." Suara itu terdengar kembali, suara lenguhan orang kesakitan. Kini bukan hanya Aria yang mencari sumber suara itu, melainkan Felix juga turut mencari di mana suara itu berasal.

Felix berjalan maju, membuat Aria mengikutinya dari belakang. Saat Felix berhenti, Aria tahu bahwa ternyata suara tadi berasal dari salah satu pria dari gerombolan itu. "Dasar bodoh! Dia meninggalkan satu korban!" Sungut Felix jengkel. Tanpa bertanya pun Aria tahu siapa yang dimaksud Felix, yaitu Zen. Karena tidak mungkin dirinya atau Felix yang akan meninggalkan korban hidup. Setidaknya dirinya dan Felix terlalu baik hati membuat seseorang hidup dalam kesakitan.

Felix baru saja akan menyelesaikan korban hidup Zen ketika Aria mengehentikannya. "Tunggu, aku rasa ini adalah pelatihan yang bagus."

"Apa maksudmu?" Tanya Felix tak mengerti.

"Pelatihan untuk Cecillia." jawab Aria. "Bukankah kita akan mengajari Cecillia membunuh?"

Felix mengerutkan keningnya tidak mengerti. Beberapa detik kemudian dia langsung paham dengan apa maksud Aria. "Kau bilang saja pada makhluk itu, aku akan mengikat orang ini."

Tanpa banyak tanya Aria mengangguk dan langsung melenggang pergi. Dia tidak berani bertanya kenapa Felix menyebut Cecillia dengan kata 'makhluk itu'. Bukan karena dia takut, tapi dia hanya tidak ingin membuat Felix tambah kesal lagi.

***

"Cecil," Aria berseru pelan ketika melihat Cecilli sedang duduk bersandar di pohon bersama Zen. Matanya memicing melihat bagaiman canggungnya keadaan Cecillia bersama Zen.

"Ada apa?" Cecillia berdiri dan menghampiri Aria. Rasa senangnya masih melekat di dirinya sendiri.

"Kita akan melakukan pelatihan untukmu."

"Pelatihan?" Tanya Cecillia yang dijawab anggukan oleh Aria. "Pelatihan agar kau bisa membunuh orang tanpa gemetaran lagi. Felix mulai tidak nyaman denganmu yang hanya bisa merepotkan kami."

Cecillia agak tersinggung dengan perkataan Aria, namun sekuat tenaga dia menekan amarahnya. "Bagaimana dengan Zen? Apakah dia akan melakukan pelatihan itu?"

Aria mengangkat bahunya acuh, "Aku tidak peduli soal dia. Setidaknya dia bisa membunuh seseorang dalam keadaan terdesak." ucapnya, kemudian Aria menatap Cecillia dengan pandangan yang membuat Cecillia kikuk. "Tapi aku peduli padamu, Cecil."

Seluruh tubuh Cecillia meremang. Entah kenapa mendengar perkataan Aria membuatnya ketakutan. Seolah olah dirinya diancam oleh Aria dengan pisau di depan matanya. "Baiklah." Putus Cecillia ragu.

***

"Bisakah kau lebih cepat! Jangan membuang waktu kami!" Teriakan Felix membuat Cecillia menunduk dengan tangan gemetaran. Dilihatnya pisau di genggamannya dengan nyalang, seolah dengan begitu pisau itu akan bergerak sesuai kemauannya.

"Cecillia, jangan takut. Tancapkan saja pisaumu." Bahkan dukungan Aria tidak mampu membuat tubuh Cecillia berhenti bergetar. Cecillia tidak menyangka bahwa pelatihan pertama yang dilakukannya adalah dengan langsung membunuh orang. Cecillia tidak bisa membunuh orang yang tidak bersalah, walaupun target latihannya saat ini adalah salah satu dari gerombolan penjahat yang menyerangnya. Cecillia terisak pelan, merasa tidak mampu menggerakkan tubuhnya.

"Cepatlah!!" Teriakan Felix yang kesekian kalinya membuat Cecillia berlari maju dengan menjerit serta menangis, menancapkan pisau di genggamannya tepat di kepala orang yang terikat di pohon. "Hiks... maafkan aku... Maafkan aku..."

"Pelatihan yang bagus, Aria."

°To be Continue°

14 September 2016 ©

Psycho GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang