25%

0 1 0
                                    

.

Sabtu, 03.45 p.m.

Aku sudah siap dengan mengenakan kaos printart dan celana jogger warna hijau lumut. Anggaplah aku tomboi karena memang kenyataannya seperti itu.

Rambut merahku kuikat menjadi sanggul kecil dengan beberapa helai anak rambut aku biarkan terjuntai disekitar pelipisku.

Yap! Aku dan Yosy akan pergi ke pasar malam sore ini. Salah satu tempat favoritku dimana berbagai foodcourt terbuka lebar untuk siapa saja hingga malam nanti.

Sambil menunggu Yosy datang menjemputku, aku menghabiskan waktu dengan menonton televisi di ruang keluarga dengan Harry dipangkuanku.

Uh, aku paling suka mengelus hidung Harry. Ia akan mendongakkan kepalanya ketika aku mengelus bagian itu.

"Harry Lotusina. Kucing pintar," gumamku sambil menyisir bulu tubuh Harry. Hum, sangat lembut dan aku menyukainya.

Ia menjilati beberapa bagian tubuhnya dan sesekali menggigitnya.

"Apa kau gatal? Maaf aku belum sempat memandikanmu,"

Ucapku melihat Harry yang masih menjilati tubuhnya. Aku akui memang Harry belum mandi dan ia terlambat satu minggu dari jadwal mandinya. Hehe...

'Tin! Tin!'

Aku terlonjak mendengar bel motor yang entah milik siapa itu tuannya.

Karena penasaran, akupun akhirnya berjalan ke arah pintu utama dan sedikit membuka tirai jendela disebelahnya.

"Haha... Dasar ceker ayam,"

Tentu saja itu orang. Iya, orang!
Orang gila.

Aku menemukan Yosy baru saja turun dari motor kudanya dan berjalan kearah pintu utama sambil membenarkan sedikit rambutnya yang berantakan.

"Songong banget sih, nih bocah. Pake acara benerin rambut segala,"

Gumamku karena pemandangan di luar sana memang sesuai gumamanku. Beneran, 'kan!

'Too~'

Hampir saja Yosy mengetok pintu yang sayangnya sudah kedahulu aku buka.

"Hai, Yos," ucapku datar.

Yosy terlihat lebih tampan saat ini.

Dengan balutan sweater abu-abu gelap dibalik kemeja putih polos dan celana denim hitam yang sobek di bagian lutut kanannya, Yosy terlihat lebih rapi dibandingkan dengan penampilan sehari-harinya.

Terlihat lebih manis, tidak urakan seperti biasanya.

Yosy masih bergeming di tempatnya. Sedetik kemudian ia tersadar dengan kehadiranku yamg sudah berada di depannya.

Aku hampir saja memuncratkan ludahku karena tawa yang kutahan jika seandainya Yosy tahu kalau barusan ia memperlihatkan padaku ekspresi konyolnya.

"Eh? Eh.., hai." Yosy mengelus tengkuknya lalu melirik kearahku. Tepatnya kearah apa yang aku kenakan saat ini.

"Lo seriusan pake baju gitu? Gak salah?"

Aku menggulung tanganku di depan dada. "Emang kenapa? 'Kan mau ke pasar malem, bukan ke mall atau restoran?"

"Dan inget! Ini bukan date!" tambahku mantab.

"Dih, sapa juga yang mau ngajak lo ngedate? Gue mendingan ngajak Lusie daripada ngajak elo, bun,"

Aku terdiam. Lagi-lagi nama itu. Menyebalkan.

"Udahdeh. Jadi nggak ini ceritanya?" kilah Yosy menyadari perubahan raut wajahku.

Dan karena aku juga sudah terlalu malas membahas nama itu, aku hanya membalas tawaran Yosy dengan...

"Yuk!"

*

Wuahahaha. Akhirnya...tempat yang kunanti-nantikan...datang juga!!

Langsung saja aku turun dan melepas helm di motor Yosy tanpa menunggu sang tuan dan berlari kesana-kemari seperti anak TK kesasar.

"Ya ampun, lo kayak orang gila, bun." ucap Yosy saat ia sudah memarkirkan sepedanya dan mengejarku tepat di pintu masuk pasar malam.

"Diem deh lo, serbet kumal! Gue excited banget, nih!"

Dan langsung saja aku menarik tangan Yosy mengikutiku kemanapun yang aku inginkan.

Seketika mataku berbinar mendapati pandanganku kearah foodcourt kaki lima yang menawarkan salah satu makanan kesukaanku.

"Yosy, gue mau itu," ucapku memelas memandangi foodcourt tersebut.

Ia mengikuti arah pandanganku dan berbalik menatapku bingung.

"Yaudah, beli sana. Gausah kode minta dibeliin,"

Aku mencebikkan bibirku menyadari Yosy mengetahui niat awalku. Tetapi bukan Barbara namanya kalau ia tidak bisa meluluhkan seorang Aryosy.

"Ihh...Bibi gitu, ya?" ucapku dengan menunjukkan mata anak anj*ng andalanku dan bergelut manja di lengan Yosy. Semoga manjur.

Bibi adalah sebutan khusus jika keinginanku tidak dipenuhi oleh Yosy. Seperti saat ini. Bibi kependekan dari A'bi'nawiyata.

"Iya," balasnya dengan menekankan irama ucapannya.

"Ihh...plis lah, Bi. Ya, ya, Bi?" racauku lagi yang kini dengan menggoyang-goyangkan lengan Yosy di rangkulanku.

"Ergh... Okey, okey. Gue beliin tapi gak pake acara melas-melas kayak gitu tadi, ya?"

Aku tersenyum lebar mengetahui jurusku masih manjur terhadap Yosy. Setidaknya kali ini masih bisa.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku layaknya manekin boneka di mobil dan segera menyeret lengan Yosy ke arah foodcourt tersebut.

Setelah sampai, langsung saja aku mengambil berbagai macam bahan seperti daging, sayuran, seafood, pangsit, dan lain-lain untuk dibakar oleh pedagang tersebut.

"Lo mau apa, Yos?" tawarku pada Yosy.

"Samain kayak lo aja,"

Aku pun mengangguk dan menyamakan jumlah makanan untuknya. Walaupun semakin banyak.

"Udah! Bang ini ya, bumbunya yang paaaling wuenak sama pedesnya, ya?"

"Okey, neng!!" balas abang tersebut sambil menerima piring di uluran tanganku.

Kami menempati sebuah bangku yang kosong dengan meja sebagai pelengkapnya agar para pelanggan dapat makan dengan tenang.

"Lo seneng banget, ya?"

"Yaiyalah. Gue kalo urusan makanan paling rajin," balasku mengambil sebuah botol kecil air mineral dari dalam tas mini ranselku.

"Gue suka kalo mata lo berbinar kayak tadi lo milih-milih makanan. Lo keliatan makin imut," ucap Yosy yang tanpa ia sadari mampu membuatku tersedak mendengar ucapannya.

Aku mendelik kearah Yosy yang kini menatapku dengan tatapan yang sayu menurutku dan sebuah senyuman terukir di bibirnya.

"Ehm...aa..jadi dalam rangka apa lo..ngajak gue pergi hari ini?" ucapku berusaha mengalihkan pembicaraan yang terasa canggung ini.

Yosy mengalihkan pandangannya, mendongak keatas dan menutup matanya seraya menghela nafas kasar.

"Gue sebenernya males kalo mau pergi sama Lusie. Dia itu kalem, dan gue gak bisa ngajak dia kemanapun gue mau.

Tetapi kalo sama lo, bun...gue ngerasa nyaman dan asik buat ngajakin lo kemanapun dan dalam keadaan apapun.

Lo itu tomboi dan easy going. Jadi gue gak perlu ribet buat ngurusin hal-hal yang berbau ke-feminin-an," ucap Yosy menumpahkan segala keluh kesahnya.

"Jadi lo nyesel buat jadiin Lusie pacar bohongan lo?"

"Gak juga. 'Kan ada elo. Jadi gue bisa ngajak elo kalo gue butuh hiburan kemanapun itu,"

"Lo sinting apa gimana, Yos? Jelas-jelas lo udah punya calon tunangan dan sekarang pacar bohongan. Kenapa lo masih butuh gue?"

200%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang