20%

2 2 0
                                    

.

Hah, disinilah aku sekarang. Berada di puncak gedung sekolah dengan ditemani sekaleng coke dingin.

Suasana disini sangat tenang. Berbeda jika seandainya aku lebih memilih untuk menuruti perintah Ms.Anna hanya untuk menunggu pelajaran selesai diluar kelas. Membosankan.

"Ngapain lo disini?"

Aku sedikit memuncratkan minumanku mendengar sebuah suara disebelahku.

Owalah, dia. Iya, DIA. Haha... Dunia sangat sempit, ya?

"Lo sendiri ngapain, hah?"

"Menurut lo?"

"Kok nanya gue. Gue 'kan nanyak elo!"

"Salah sendiri gue tanya dijawab nanya."

Aku mendengus malas. Kembali meneguk minuman dingin ditanganku dan menikmati udara yang lumayan dingin.

"Oh, ya. Soal kemarin-"

"It's okey,"

Yosy menelan ludah dengan susah payah. Keadaan berubah menjadi canggung seketika.

Ia mengusap belakang rambutnya sedangkan aku memejamkan mataku. Mengendalikan diri.

"Sorry,"

Aku membuka mataku. Melirik sekilas apakah Yosy benar-benar mengatakan hal itu.

Tapi yang dapat kulihat hanyalah seorang cowok bernama Aryosy Abinawiyata yang tengah menatap kosong ka arah depan.

Well, mungkin hanya imajinasiku saja.

"I'm sorry,"

Oke. Enough. Aku menoleh ke samping kiriku yang langsung mendapat tatapan sayu milik Yosy.

"For what?"

"Untuk segalanya. Gue baru sadar gimana perasaan lo, bun. Dan gue bener-bener gak percaya sama apa yang udah gue ucapin,"

Yosy menatap tepat manik mataku dengan berbagai macam emosi didalamnya. Dan yang dapat kuambil hanyalah rasa penyesalan dan juga... Kasihan mungkin?

Hufft. Aku sungguh tidak butuh tatapan kasihan itu.

Membuatnya seolah aku adalah manusia paling tidak beruntung di dunia ini.

"Why?"

Kini Yosy dan aku sama-sama saling berhadapan. Saling menyamping untuk memperdalam tatapan masing-masing.

"Karena... You're my best friend, bun. Gue berasa jahat banget kalo kayak gini,"

Aku hanya tersenyum kecut. Lagi.

"Just because i'm your best friend? Trus kamu mau kayak gini, terus?"

Yosy terdiam. Ia mengalihkan pandangannya ke arah sepatu air jordannya itu berada.

"Aku gak berasa aku jadi sahabat kamu, Yos. Kamu cuma manfaatin aku," ucapku yang tiba-tiba berubah menjadi aku-kamu.

Yosy menghela nafas kasar. Kembali ke posisi semula menghadap kedepan dan mengacak-acak rambutnya gusar.

"Udahlah. Gue capek bahas ini terus,"

Aku berbalik badan dan segera pergi dari rooftop ini.

"Mau kemana?"

Aku menghentikan langkahku. Kembali berbalik badan dan mendapati Yosy menatap kearahku.

"Ke suatu tempat yang seru, mungkin?"

200%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang