Kini Luna sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Dia sangatlah berprestasi pada bangku kelas 2 dan kini Semester terakhir akan dijalaninya.Luna memiliki sahabat yang selalu ada disaat apapun, mereka Acha dan Nela.
"hey... Cha, Nel kita bakal sekelas lagi engga ya?. Aku engga mau kalo pisah sama kalian." Sambil merangkul kedua sahabatnya
"Emm.. harus dong. Kita harus sekelas!!!." Jawab Nela
"Ehh.. kita ke kantin yuk, kan engga ada pelajaran. Sama bawa binder yukk." Tawar Acha.
Jaman masa kecil dulu banyak anak-anak yang saling menukar kertas binder yang selalu ada gambar lucu dalam setiap lembarnya. Terutama untuk anak cewe sangat suka mengkoleksinya.
"Ihh... lucu banget sihh warnanya. Aku kan suka warna biru mudaa."
"Engga bisaaa... aku dulu Lun. Week." Iseng Nela.TENG...TENGG..TENG..
Bel waktu pulang pun berbunyi . SD Mitra Indahpun ramai layaknya semut yang berkeliaran
Lunapun mengambil tas slempang berwarna biru kesukaannya. Dan mereka bertiga selalu menunggu di tempat biasa mereka dijemput."Lun, kamu di jemput siapa??." Tanya Acha.
"Gue kayanya pulang sama Papaku dehh Cha. Lo?." Dengan bahasa anak jakarta. Ya maklum saja, Orang tua Pak Ari pernah tinggal di Jakarta.
" Aku sama Mama kayanya."
" Enaknyaaa nahh aku pulang naik angkot." Lesu Nela
" lho kalo gitu pulang aja Nel. Engga papa kok kamu duluan." Saran Acha.Lalu Nelapun pulang dan melambaikan tangannya kedua sahabatnya. Sorepun datang dan hanya Luna sendirian. Dan menunggu dengan
Hingga tepat pukul 3 sore Pak Ari menjemput Luna"Lama ya sayang?.. maaf ya tadi ketemu sama teman papa." Sambil mengelus kepala anak tercantiknya
karena saking lelahnya... Luna tiba-tiba merasakan kesakitan yang luar biasa pada punggungnya. Namun Luna tidak ingin membuat Ayahnya terganggu konsentrasi menyetir. Dia hanya bisa menahan sakit dengan menggigit bibirnya."Aduhh... ini kenapa sih, sakit banget." Keluh Luna dalam hatinya.
Sesampai di rumah, Luna melanjutkan aktivitasnya sebagai pelajar ya apa lagi kalo bukan belajar. Hehe...
"Mamahhh.... Mah.. tolong dong pijitin punggungku, aku capek banget ni mah."
Saat Bu Ari ingin memijat tubuh Luna, dia sedikit heran dan bingung. Karena melihat benjolan pada punggung kanan Luna.
"Na, punggungnya sakit?." Dengan suara halus.
"Iya mah.. kaya pegal tapi rasanya beda aja gitu. Emangnya kenapa sihh mah?." Tanya Luna dengan penasaran
"Udah.. kamu tidur aja dulu dek. biar tidurmu jadi enak." Sambil memijat punggung Luna.Malam pun menyapa halaman rumah Pak Ari. Dengan secangkir hangat teh Bu Ari bersandar di bahu Pak Ari, dengan mebgeluarkan nafas kegelisahannya.
"Kenapa sihh Mah??.. kok gelisah gitu." Tanya Pak Ari
"Pah.. besok kita ke Rumah Sakit yuk." Ajak Bu Ari
"Kenapa emangnya? Mama sakit?."
"Engga Pah.. tadi aku mijetin punggung Luna, terus kayanya punggung Luna yang kanan itu lebih nonjol."
" ahh... Mama ni jngan ngada-ngada dehh. Mungkin keseleo biasa kali."
" tapi Pah.. ini aneh nonjolnya!!. Kalo engga percaya lihat aj sendiri." Sambil meninggalkan ruang keluarga." Pah, Mah ada apa sih.. kok ribut?." Tanya Kak Ryan sambil menaruh tas ranselnya
" Papa kamu tu.. engga percayaan." Dengan nada jengkel.
"Lahh.. Mama yang suka ngada-ngada!!." Suara keras dan tegas yang selama ini tidak pernah keluar, kini sudah meluap-luap.Suara beretengkar kedua orang tua Luna membuat dia terbangun dari tidurnya. Luna merasa ketakutan saat mendengar cekcok antar Pak Ari dan istrinya. Hingga akhirnya dia mulai bangun dari ranjang tidurnya.
"Ini kenapa sihh?? Ribut-ribut hah? Malu didengerin tetangga!!." Luna pun menghampiri Papa dan Mamanya.
Namun tidak tanggapan dari Papa dan Mama Luna, dan Mama Luna langsung pergi keluar taman.
" Dek.. ikut kakak aja yuk, biar Papa sama Mama tenang dulu." Kak Ryan dengan lembutnya merangkul adek kesayangannya.Sudah empat bulan setelah adanya cekcok anatara Pak Ari dengan istrinya, dan keharmonisan yang dulu sangat hangat, kini hanya biasa dan bahkan seperti orang asing dalam satu atap rumah.
Luna pun sudah menduduki bangku kelas 3, namun dia tidak sekelas dengan sahabat-sahabatnya. Hari-hari Luna pun terasa hambar. Bahkan tonjolan pada punggung semakin hari membesar.
"Aduhh... gue sebenernya kenapa sih.." sambil bercermin di dalam kamarnya.
Tiba-tiba mendengar pertengkaran hebat Pak Ari dengan istrinya.
" ALAHHH... engga usah penjelasan-penjelasan!!. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku melihatmu dengan pria lain!."
"Tapi... tolong pah... dengerin penjelasanku." Sambil menangis sendu
"SUDAHH... PERGI KAMU!!! TINGGALKAN RUMAH INI!!."Luna dan kakak-kakaknya hanya bisa terdiam saat mendengar pertengkaran antara Papa dan Mamanya. Mimpi burukpun menjadi nyata, tak lama kemudian mereka resmi bercerai dan sebutan broken home akan menjadi cap keluarga Luna.
Luna tidak akan mendapatkan lagi sentuhan lembut dari Mamanya dan canda tawa dari Kakak-kakaknya. Luna menjadi orang yang pendiam dan murung setelah Pak Ari dan istrinya resmi bercerai.
"Dek.. makan yuk? Papa suapin ya." Sambil mengelus bahu putrinya. Luna hanya diam dan menatap wajah Papanya.
"Luna makan sendiri aja..." dengan nada datar Luna meninggalkan kamar tidurnya.
Pak Ari sangat mengetahui perasaan putrinya saat ini. Karena suasana rumah yang sangat berbeda jauh dari sebelumnya. Namun yang paling membuat heran Pak Ari adalah..
Benjolan pada punggung Luna semakin hari tambah membesar dan jalan Lunapun sudah tidak setegap seperti dulu.
"Luna, punggungnya masih sakit?." Tanya Pak Ari
"Emm.. cuma nyeri kok pah."
Pak Ari mulai tersadar dengan omongan mantan istrinya dulu.
"Ya udah berangkat Sekolah yuk Pah." Sambil mencangklongkan ranselnyaNote:
Haii... semuaaa
Ikutin terus ceritaku ya!.
Karena masihh banyakk rahasia-rahasia Luna dan keluarganya
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Scoliosis's Girl
Teen FictionPerjalanan hidup seorang remaja perempuan yang menghadapi Scoliosis yang sudah dideritanya sejak bangku SD. Dengan penuh banyak cemoohan dan sering dipandang sebelah mata orang, Hingga akhirnya dia bisa menemukan jati dirinya.