9. Therapy - Tahap Pertama

148 12 8
                                    


Luna bersandar di kursi tempat antrian Rumah Sakit Kariadi. Dengan balutan jaket yang tebal dia sempat memejamkan kedua matanya, karena Pak Ari membawa putrinya pada pukul lima pagi. Antrian yang biasa membuat ribet dan tidak teratur, ya.. maklum saja karena pendaftaran bercampur dengan orang-orang yang bisa dikatakan tidak mampu yang menggunakan kartu pembayaran dari pemerintah.

Sesekali Luna melihat orang disekeliling, dia melihat ada seorang kakek-kakek renta yang menarik perhatiannya.

"Kakek itu... kasian deh, dia sakit apa ya.." Tanya Luna dalam hati.
Kakek itu malah memilih tempat duduk disamping Luna.

"Permisi nak..." Sapa Kakek dengan menundukkan kepala.
Lalu Kakek itu duduk dengan sangat hati-hati.

"Kakek sakit apa?." Tanya Luna.

"Kakek sudah lama sakit pinggang nak." Jawab Kakek sambil memegang pinggangnya.

"Ohh... gitu, Kakek kok sendiri?."

"Iya, soalnya habis ini Kakek mau kerja, jadi istri kakek engga ikut." Dengan senyum manis yang sudah tidak ada giginya.

"Kakek... kerja?? Wow hebat dong, Kakek masih kuat kerja." Kagum Luna. Kakek itu langsung mengambil tas yang ada dikakinya, Luna tidak tahu apa yang akan dikeluarkan oleh Kakek itu.

"Nihh.... kakek punya boneka buat kamu." Sambil memberikan boneka teddy bear warna cokelat kesukaan Luna.

"Waahhh... Makasih ya Kek, tapi kok... Kakek bawa boneka beginian?."

"Iya, Kakek biasa hibur anak-anak di tempat panti asuhan. Terus suka bacain dongeng disana sama ngasih hadiah ke mereka."

Setelah lama mereka mengobrol, Kakek itu sempat memberikan cerita dongeng dengan boneka tangan yang lucu. Luna sangat menikmati dan terhibur, rasa bosan juga tidak dirasakan lagi oleh Luna berkat Kakek yang ada disampingnya.

"Akhirnya, mereka hidup bahagia. Selesai..." Cerita Kakek dengan logat suara yang lucu.

"Yeeyyy... bagus banget Kek ceritanya." Puji Luna

"Sama-sama anak cantik."

Luna langsung menuju ke tempat ruangan yang kemarin dia datangi. Dengan berjalan Luna bercerita tentang orang yang tadi menghiburnya, Pak Ari sangat menikmati cerita dari putri kecilnya yang kini semakin tumbuh besar. Akhirnya mereka sampai di Ruangan Dokter Riswan.

Pagi ini, Pak Ari ingin berkonsultasi kembali sebelum Luna akan melakukan terapi.

"Selamat Pagi Dokter." Sapa Pak Ari dengan senyum ramahnya.

"Selamat Pagi Bapak, Pagi nak Luna. Mari silahkan duduk dulu."

Sepuluh menit kemudian,Dokter membawa sebuah mika berwarna gelap yang ada ditangannya. Luna tidak tahu apa mika berwarna hitam itu,
Dokter Riswan kemudian menempelkan di sebuah tempat untuk melihat ronsen.

Begitu ronsen itu diterangin Luna sangat terkejut, melihat kelengkungan tulang yang sangat menakutkan, Dokter sempat membolak balik dan memasang ronsennya dengan berulang-ulang serta ada ukuran yang tercantum di ronsen tersebut.

"Ya.. ini Pak, bentuk tulang belakang anak bapak. Kemarin saya dengan tim mengukur malah kemiringan tulang belakang Luna mencapai kepala enam, tepatnya enam puluh tiga."

"Em... begitu dok, namun benar-benar harus diterapi ya dok?."

"Jelas Bapak.. karena untuk mencegah penambahan derajatnya dengan terapi, apa lagi keadaan Luna masih dibawah umur."

"Baik dok, terima kasih banyak. Jadi ini saya langsung ke tempat terapi ya dok?."

"Sama-sama Bapak, mari saya antarkan ke ruangannya. Yuk, nak Luna." Ajak Dokter Riswan dengan membukakan pintu ruangan kerjanya.

I'm Scoliosis's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang