Pagi ini Luna masih terbaring diatas kasurnya, dan setelah ujian kenaikan kelas berlalu dia tidak terlalu banyak kegiatan di Sekolahnya. Biasa.... Luna anak yang sangat pemalas untuk berangkat Sekolah, apa lagi setelah dia sudah tidak tinggal dengan ketiga kakak laki-lakinya."Sayang.. kamu engga siap-siap ke Sekolah?." Kata Pak Ari sambil mengusap rambut putri satu-satunya itu.
"Ah.. emm engga pah. Hari ini udah classmeeting. Jadi engga ada pelajaran." Jawabnya.
Sebenarnya bukan karena ada pelajaran atau tidak ada pelajaran, dia hanya malas untuk menemui orang-orang yang akan menatap punggung Luna. Yaa... bisa bayangkan saja, satu Sekolah tidak ada yang mau berteman dengan Luna.
"Pah... adek minta tolong dong, pijetin punggung Luna lagi." Sambil menunjukkan punggung yang semakin hari semakin membesar dengan secara tidak normal.
Pak Ari sangat heran dengan keadaan yang sudah terjadi beberapa tahun setengah ini. Karena Pak Ari tidak menyangka bahwa akan membesar seperti saat ini.
"Ya.. mana yang sakit?. Kalo sakit bilang ya dek." Sambil memijat punggung Luna dengan lembut.
"Siaap Pah."
Selama memijat punggung Luna, Pak Ari menatap Luna dengan pilu serta banyak pertanyaan yang terus muncul dikepala Pak Ari, tentang hal yang sedang dialami oleh putrinya.
"Pah... kenapa?? Kok diem aja?." Tanya Luna dengan penuh rasa penasaran.
"Ohh... engga kenapa-napa sayang, kan lagi serius mijetin biar enakan."
"Emm bye the way, Papah ngajar jam berapa hari ini?."
"Papah ngajar nanti siang, makanya sekarang masih bisa santai di Rumah. Sekalian nemenin kamu."
Dengan segala cara Pak Ari ingin menutupi segala keheranan dan kepiluan Pak Ari terhadap Luna. Dia sangat merasakan kesedihan bila memandangi Luna.
"Em... Pah udah pah, makasih ya." Luna langsung bangkit dari kasurnya dan memeluk Papahnya itu.
"Bener nih udah... Padahal bentar lagi lho dek." Sambil memijat bahu Luna. Luna merasakan geli saat Pak Ari memegang bahu putrinya itu. Yaa... Pak Ari memang sangat suka menjahili anaknya, sebagai tanda hiburan untuk memberikan senyuman pada wajah Luna.
Siang pun hadir dan Pak Ari sudah bersiap-siap untuk mengajar. Pak Ari langsung menuruni anak tangga rumahnya.
"Emm.. Papah jadi ke Kampus nih?." Sambil menaruh gelas yang ada diatas meja makan.
"Iya sayang... Kenapa?." Sambil menarik dasi yang melintang dilehernya.
"Yahhh... Adek sendirian dong di Rumah." Sambil memanyunkan bibir kecilnya
Pak Ari langsung memikirkan ide agar putrinya itu tidak merasa kesepian."Ya udahh.... Adek mendingan ikut Papah ke Kampus gimana? Yaa.. sekalian kamu lihat suasana di Kampus."
"Waa... boleh dehh Pah. Ya udah adek siap-siap dulu ya." Semangat Luna sambil menuju ke kamarnya.
Perjalanan menuju ke Kampus pun dimulai, untung saja hari ini tidak begitu ramai dijalan.
Pak Ari mendengarkan beberapa lagu judul kesukannya sambil menyetir, dengan obrolan hangat seorang anak dengan ayahnya.Sesampainya di Kampus, banyak mahasiswa yang memberi salam kepadanya, dan Pak Ari memberikan senyuman ramah kepada semua orang yang ada dilingkungan Kampus. Luna hanya terdiam melihat suasana Kampus tempat kerja Papanya itu.
"Ohh.. jadi kampus itu gini?." Kata Luna dalam benaknya.
Luna banyak melihat mahasiswa dan mahasiswi yang sedang mengetik laptop dan membolak-balikan halaman buku. Sesekali orang yang ada disekeliling kampus itu melihat Luna dengan tatapan yang tidak begitu enak. Ya.. mungkin mereka heran ada anak kecil yang sedang berjalan diarea kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Scoliosis's Girl
Teen FictionPerjalanan hidup seorang remaja perempuan yang menghadapi Scoliosis yang sudah dideritanya sejak bangku SD. Dengan penuh banyak cemoohan dan sering dipandang sebelah mata orang, Hingga akhirnya dia bisa menemukan jati dirinya.