Part 3

15 1 0
                                    

Vita, gue nggak masuk ya hari ini. Kepala gue pusing banget dari semalem. Tolong ijinin ke Pak Hendrik ya. Nanti surat ijinnya nyusul. Oke, oke? Makasih Vita sayang!

Evita membaca chat dari Sandra saat dia baru sampai di ruang kelas. Sandra tidak masuk artinya dia sendirian. Evita adalah tipe orang yang sulit bergaul. Orang yang pertama kali melihatnya pasti akan mengira dia jutek. Padahal aslinya tidak sama sekali. Beruntung Sandra mau menjadi temannya. Mereka pertama kali bertemu saat MOS. Sandra yang bawel merasa cocok dengan Evita yang tidak terlalu banyak ngomong. Biar imbang katanya. Jadi kalau Sandra curhat Evita bisa menjadi pendengar yang baik.

Evita menelungkupkan wajahnya di atas meja. Rasanya aneh di kelas sendirian. Kalau ada Sandra biasanya dia pasti berceloteh panjang lebar sampai Pak Hendrik, yang adalah wali kelas XII-C, masuk kelas. Evita lalu mengambil buku pelajaran Biologi untuk menyibukkan dirinya.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.20. Harusnya pelajaran Biologi sudah dimulai sekarang. Evita mulai gelisah. Lebih baik guru cepat masuk agar dia tidak usah sendirian seperti ini terus.

"Evitaaaa, my darlinggg, kok sendirian aja, sih??" Evita kenal betul suara cempreng yang menyapanya dengan sok manis.

"Iya, Jes. Sandra nggak masuk soalnya. Lagi sakit dia." Meja Evita kini dikelilingi oleh Jessy, Arlita, Febe, dan Lisa.

"Oh, sakit aduhhh, kasian Sandra semoga dia cepat sembuh yaaa." kata Jessy diikuti cekikikan oleh gengnya.

"Eh, Vit kan lo sendirian nih, mending nanti istirahat lo ikut kita aja makan di kantin. Daripada lo sendirian gini kasian banget sih." kali ini gantian Febe yang berbicara.

"Nggak pa pa. Gue di kelas aja. Gue bawa makan kok hari ini." Evita terpaksa berbohong karena benar-benar tidak mau bergabung dengan mereka.

"Hah, yakin lo nggak mau? Ini kita yang ajak loh! Geng "GG"! Geng yang isinya cewek-cewek cantik, keren, dan gorgeous ini!" GG adalah singkatan dari Gorgeous Girls. Geng ini berdiri sejak kelas 10, dipimpin oleh Jessy dan memang terkenal karena isinya adalah cewek-cewek cantik, populer, dan kaya. Namun bagi Evita, GG itu adalah sekelompok wanita yang suka menindas. Sudah banyak yang menjadi bahan bully oleh mereka. Dan tampaknya, Evita lah yang saat ini menjadi target mereka.

"Iya, gue yakin. Nggak enak juga tiba-tiba gue nimbrung sama kalian kan." Evita baru ingin membuka buku Biologinya lagi sampai tiba-tiba ada tangan yang menutup buku itu dengan kasar.

"Gue ajak lo baik-baik tadi. Tapi ternyata lo rese juga ya." seisi kelas mendadak hening karena gebrakan Jessy di meja Evita. Evita bingung kenapa Jessy marah padahal dia merasa sudah menolak dengan halus.

"Galak amat sih, ayang. Santai aja kali. Nanti cepet tua loh marah-marah." celetuk Jeffry sambil cengengesan. Jeffry ini anak paling rusuh di kelas dan suka menggoda Jessy.

"Bacot lo! Gue lagi ngomong sama nih anak!" Jessy tampak sangat kesal. Arlita menyerahkan sebuah buku kepada Jessy. Evita kenal betul dengan buku yang saat ini dipegang Jessy. Itu adalah buku PR Matematikanya yang hilang kemarin.

"Lo, ikut gue nanti pas istirahat kalo mau buku ini balik." kata Jessy dengan penuh penekanan pada setiap kata-katanya. Jessy dan teman-temannya lalu keluar dari kelas menuju toilet sambil membawa buku Evita.

"Hayoloh, Vita. Lo bakal diapain tuh sama Jessy. Hati-hati, ya." Jeffry dan teman-temannya tertawa. Sepertinya tidak ada yang niat membantu Evita sama sekali di kelas ini. Kalau sudah menyangkut Jessy maka tidak akan ada yang berani ikut campur.

Evita merasa sial sekali. Coba kalau ada Sandra, pikirnya. Setidaknya Sandra bisa menenangkan dirinya yang sudah pucat pasi saat ini. Evita hanya bisa berdoa semoga Jessy bisa melepaskannya dengan mudah nanti.

Di belakang sekolah

Evita kini seorang diri berhadapan dengan geng Jessy. Tadi begitu bel jam istirahat berbunyi, Evita langsung digandeng oleh Febe dan Lisa. Mau tidak mau Evita mengikuti mereka karena sudah pasrah. Kalau Evita tidak menuruti Jessy, dia takut Jessy akan semakin marah.

"Jes, bisa tolong balikin buku gue nggak sekarang?" permintaannya itu dibalas dengan tatapan membunuh Jessy. Jessy mendekati Evita. Jari telunjuknya mengangkat dagu Evita.

"Lo pikir segampang itu gue mau balikin buku lo? Jangan harap!" Evita sangat takut. Kakinya terasa lemas. Ini pertama kalinya dia diperhadapkan dengan situasi seperti ini. Evita berharap dia bisa pingsan agar terhindar dari kemarahan Jessy.

Jessy tiba-tiba merobek buku Evita. "Karena tadi lo uda nolak ajakan kita ke kantin, gue juga nolak buat balikin buku ini ke lo."

"Jes, jangan!!" Evita berniat untuk menghentikan Jessy dengan memegang tangannya, namun Lisa mencegatnya dengan mendorong Evita ke tembok.

"Lo mau ngapain?! Jangan coba-coba berani ngelawan kita ya!" Evita merasakan sebuah tamparan mendarat keras di pipinya. Lalu dilanjutkan dengan toyoran di kepalanya oleh Febe.

"G-gue cuma mau buku itu balik." Evita menunduk takut tidak berani menatap Jessy dan kawan-kawannya. "Tolong, jangan dirobek lagi..." ucapannya justru membuat Jessy semakin menjadi-jadi. Bukunya sekarang sudah dirobek menjadi beberapa bagian. Buku PR itu sangat penting karena Bu Lanny suka mengecek buku pekerjaan rumah, sekolah, dan catatan.

Tangis Evita pecah. Dia sungguh kesal dengan dirinya sendiri yang gampang sekali menangis. Harusnya di saat seperti ini dia menunjukkan bahwa dirinya itu kuat tapi kenyataannya Evita malah menangis.

"Eh, eh, nangis nih si Evita!" seru Lisa yang dibalas dengan tawa keras teman-temannya.

"Cengeng banget sih, lo! Ini baru permulaan, tau! Besok-besok lo bakal lebih abis!" Jessy tampaknya menikmati sekali menindas Evita. Buku yang sudah dirobek olehnya sekarang diinjak-injak hingga kotor.

Evita memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa kalian benci sama gue, sih? Gue nggak merasa pernah berbuat salah sama kalian." suaranya bergetar takut.

Jessy menghampiri Evita dan mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak 5 cm dari wajah Evita. "Lo tanya kenapa kita benci sama lo?" Jessy menyungingkan senyum sinis di wajahnya.

"Kita benci sama lo karena muka lo nyebelin dan gue nggak suka sekelas sama cewe ansos macem lo!" tiba-tiba ada sebuah bola basket yang memantul dari arah lapangan belakang. SMA Springhill memang memiliki dua lapangan. Yang satu adalah lapangan besar tempat murid-murid olahraga dan bermain, dan yang satunya ada di belakang, sebuah lapangan kecil dan hampir tidak ada yang menggunakannya. Maka itu Evita dibawa ke area lapangan belakang karena biasanya tidak ada orang disini.

Seorang laki-laki muncul dari balik tembok berniat mengambil bola basketnya dan terkejut saat melihat ada Jessy dan kawan-kawannya. Laki-laki itu, Evita sangat kenal dengannya..

Reggy.

"Haiii, Reggy. Kok kamu disini, sihhh?" Jessy kagok karena aksinya melabrak Evita dilihat oleh Reggy. Jessy nggak mau image nya rusak di hadapan Reggy.

Mata Evita bertemu dengan mata Reggy sesaat sebelum Reggy mengacuhkan tatapan minta tolongya tersebut. "Lagi pengen main sendiri aja. Kalian-"

"Ah, tadi cuma pengen ngobrol aja sama Evita, anak kelas aku. Aduh, udah yuk kita ke kantin aja. Reggy ikut, ya?" Jessy menghampiri Reggy dan menggamit lengannya. Teman-temannya mengikuti mereka di belakang dan meninggalkan Evita seorang diri di balik tembok.

Punggung Evita merosot lemah. Isak tangisnya semakin keras. Dia masih shock karena dilabrak oleh Jessy dan yang lebih parah adalah Reggy yang seolah-olah menganggapnya tidak ada.

Reggy, aku butuh kamu.. tapi kenapa kamu seolah-olah anggap aku nggak ada?  


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love StaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang