Bagian 10

105 11 7
                                    

Aku pun menghampiri mereka yang sedari tadi masih berdiri di tempat yang sama. Seisi kelas langsung hening begitu melihat wajah penuh kekesalan terpancar dari wajah ketua kelasnya. Kalau sudah begini, tidak bakal ada yang berani membela. Berbicara pun tidak. "Lo bertiga kelas X F kan? Andre, Ryan, Brandon. Sana balik, kalian bakal tetep berurusan sama wali kelas kalian." aku melihat 3 cowo tadi cepat-cepat keluar kelas.

"Nah untuk kalian ... " aku menggantungkan kalimatku sembari menatap mereka. "Puisinya udah selesai, hm?". Semua anak cowok itu menggeleng lemah. "Cepet duduk di tempat lo masing-masing. Gue bakal ngawasin kalian sampai semua puisi kalian selesai.". Cowok-cowok itu menuju tempatnya masing-masing lalu mulai menulis. "Oya satu lagi, nanti kalau wali kelas kita, Pak Ardo, manggil kalian jangan kaget ya." kataku santai yang disambut kekagetan mereka. Dengan berat hati mereka melanjutkan menulis puisi dengan cepat lalu mengumpulkannya di meja guru.

Aku merapikan semua hasil puisi teman-teman sekelas dan mengamatinya satu per satu. "Lumayan." kataku tersenyum sambil melihat ke arah teman-temanku. Mereka semua hanya cengengesan. "Gue tinggal bentar ya, mau ngumpulin tugas kita. Kalian ngapain aja boleh, asal gak mengotori dan merusak benda kelas, ada pertengkaran, dan jangan terlalu rame, ntar ganggu kelas lain.". Setelah menyelesaikan kalimatku, aku segera menuju ruang guru untuk mengumpulkan tugas Bahasa Indonesia, sekalian lapor ke guru BK - karena guru BK tidak ikut rapat - tentang 6 anak cowok tadi.

♠♥♣♦

Waktu pulang kugunakan sebaik mungkin untuk bersantai sebentar di sekolah. Aku berjalan santai menuju perpustakaan untuk mengembalikan novel yang 2 hari lalu kupinjam. Mau tau Kath dimana? Udah pulang, katanya pusing lama-lama di kelas, dijailin sama cowok-cowok terus. Aku memasuki perpustakaan dengan pelan. Aku melemparkan senyum simpul pada penjaga perpus, Bu Lina. Bu Lina sudah hafal dengan wajah dan namaku karena jarang sekali ada anak yang hampir setiap pulang sekolah rajin kesini untuk membaca atau meminjam buku.

"Mau ngembaliin novel yang waktu itu dipinjem ya?" tebak Bu Lina dengan senyum manisnya. "Iya Bu, kemaren saya sampe nangis lho bacanya. Seru banget novelnya." jawabku penuh semangat. "Hahaha, yasudah. Kamu mau langsung pulang atau pinjam buku lagi?" tanya Bu Lina sambil menyimpan novel yang sebelumnya kupinjam. "Pinjem lagi deh Bu." jawabku sambil berdiri. Bu Lina hanya mengangguk dan membawa beberapa buku untuk dikembalikan pada tempatnya lagi. Aku melihat seorang perempuan berambut sebahu dan berkacamata duduk di meja perpus sambil serius membaca novel sedari tadi.

Itu pasti Rossa, dia seangkatan denganku, tidak terlalu suka keramaian, sudah pasti perpus yang akan menjadi tujuan utamanya. Aku memanggil namanya pelan, lebih ke berbisik - mengingat ini perpus -, Rossa mencari sumber suara dan menemukan aku tersenyum ke arahnya. "Ah ... " Rossa tersenyum kecil. Dia pun melanjutkan membaca novelnya yang sempat terhenti oleh panggilanku. Aku segera mencari satu novel yang dapat menemani malamku yang sepi nantinya - oke ini cukup alay, tapi sungguh kok, aku kan masih tinggal berdua saja dengan pembantuku -.

Setelah menemukannya, aku segera memberikan kartu perpusku ke Bu Lina, menyimpan novel itu baik-baik di tasku, dan secepatnya sampai di halte bus agar lebih cepat sampai rumah tentunya - itu pun bila bus ku datang cepat -.

♠♥♣♦

Seharusnya sore ini menjadi waktu yang tepat untuk bersantai. Hujan, secangkir coklat panas, alunan musik dari hape, ditemani buku pinjaman dari perpus - kalau sambil mengenang kenangan bersama mantan juga boleh, tapi mengingat aku belum pernah pacaran sama sekali -, hancur seketika karena aku ingat ada PR Matematika 30 nomor pilihan ganda. Ah, waktu soreku yang berharga.

Sweet Little Things [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang