1

132 10 15
                                    

Hi! cerita ini tentang tokoh Vania di ceritaku sebelumnya yaitu " Don't Be Stupid! It's Love"

happy reading guys!

But all the miles that separate, disappear now, when i'm dreaming of your face    
--Here without you, 3 doors down

Vania's Pov

" Penampilan selanjutnya dari Vigo Bramasta! Berikan tepuk tangan yang meriah!"

Pembawa acara memandu acara ini dengan begitu bersemangat diiringi dengan tepuk tangan meriah dari para penonton. Aku pun tak kalah antusias dari mereka. Ini adalah malam terakhirku sebagai siswa dengan seragam putih biru. Aku akan berpisah dengan mereka. Sahabat, teman, guru, gebetan, eh. Abaikan yang terakhir

Malam ini diadakan pensi sebagai tanda akhir kebersamaan kami. Setiap awal selalu diikuti akhir kan?

Vigo naik ke panggung, tentu dengan gitar ditangan juga senyum manis yang selalu melekat di pipi tirus itu. Dia menyanyikan lagu " Always Be My Baby " versi David cook.

Kalian harus tau. Vigo memiliki  suara yang begitu memikat, petikan gitar dan tatapannya saat menyanyi pasti mampu membuat semua gadis meleleh seketika, tak terkecuali aku tentunya.

Dia menyanyi penuh penghayatan, seolah dia menyanyikannya untuk seseorang yang ada disini. Izinkan aku berkhayal bahwa dia menyanyikan lagu itu untuk ku.

Vigo menyelesaikan lagunya diikuti teriakan serta riuh tepuk tangan para penonton. Dia turun panggung dan langsung duduk kembali di tempatnya semula, disampingku.

" Gue tau gue keren, tapi tadi nggak usah senyum - senyum nggak jelas gitu dong, pas gue lagi nyanyi" aku tau vigo mencoba menggodaku.

Tanpa diintruksi rona merah sudah bisa terlihat jelas di pipiku. Sial, jantungku juga. Seolah sedang berpacu dalam melodi.

" Ih, pede banget. Siapa bilang tadi gue senyum - senyum? Emang lo bisa liat gue dari jarak jauh gitu? Sotoy lo!" Aku mencoba menyusun kata - kata yang tepat untuk menutupi rona pipiku.

" Terus itu pipi kenapa  ada merah - merah nya gitu?"
Belum sempat aku ngeles bajaj lagi, vigo kembali bicara

"Wajar malu sih, soalnya kan tadi lagunya buat lo"  katanya enteng.

Gila, apa dia tidak tau apa efek dari satu kalimat itu untuk saraf - saraf yang ada di tubuhku? Oke, aku sangat berlebihan soal ini

" Apaan sih? Belajar ngegombal nih?" Aku menetralkan nada bicaraku

" Nggak percaya? Yaudah. yang penting gue udah bilang. nia, gue pengen ngomong serius nih, kita cari tempat yang rada sepi yuk" tanpa sempat menjawab lagi, vigo sudah menggengam tanganku dan berjalan memuntunku menjauh dari panggung pensi.

Setelah sampai di tempat yang lumayan jauh dari panggung, yang tentunya masih disekitar area sekolah, akhirnya kami berhenti dan kini tangan vigo menggenggam erat kedua tanganku dan menatapku lekat - lekat.

Tentu saja ini membuat imajinasiku tentang apa yang akan terjadi mulai berkembang liar.

"Vania, gue pengen ngomong sesuatu. Gue pengen lo konsentrasi sama apa yang bakal  gue omongin." Vigo menghela nafas dalam

Tak ingin berekspektasi terlalu tinggi, aku mencoba mencairkan suasana canggung yang mulai tercipta saat ini.
"Lo mau hipnotis gue? Kok harus konsentrasi?"

" Vania please, gue lagi serius sekarang" vigo menatapku tajam.

Sebenarnya tatapan vigo yang seperti itu bukannya terlihat serius, tapi jatuhnya terlihat sangat lucu. Tapi aku harus menahan tawaku, sebelum dia ngambek dan susah dibujuk seperti biasanya.

I'm Great In WaitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang