5

64 6 3
                                        

Hold me like i'm more than just a friend-
all i ask, Adele


Author's Pov


Pukul 6.15, Vania sudah ada di kelasnya untuk melaksanakan tugas penting.

Piket.

Sebagian besar orang pasti benci hari senin. Mereka pasti akan lebih sulit untuk bangun karena masih belum bisa move on dari hari weekend.


Tapi, vania malah menyukai hari senin. Itu berarti dia akan bersekolah dan bisa bertemu sahabat - sahabatnya.


Tapi sekali lagi, itu yang seharusnya terjadi.

Karena sekarang vania tengah duduk di bangku dan menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangannya.

Kesal. Lelah. Sedih. Kangen


Keempat unsur itu kini mendominasi perasaan vania. Seolah jika diaduk akan menimbulkan zat baru yang disebut galau oleh remaja masa sekarang.


Kesal, sedih? Bagaimana tidak? Dia bahkan tidak diizinkan untuk ikut besok ke acara ulang tahun Diandra.


" Kamu disana sama temen cowok juga? Bukan sama Diandra dan gista aja? Bahaya van. Di puncak lagi, entar kalo kenapa - kenapa gimana? Entar kalo ada begal gimana? Papa kan nggak bisa jagain kamu disana sayang"


kalimat Papanya pagi tadi sangat menyebalkan bagi vania. Padahal dia sudah mengatakan kalau ada ibu , ayah, dan kedua adik diandra disana. Bukan hanya gista, diandra, esa , rangga, dan gio. Sungguh, papanya memang tidak bisa diajak kompromi soal pergi keluar rumah.


" Kalo gini terus, capek. Nggak enak juga kalo nggak ikut. " vania bergumam sendiri.

Lelah? kalian pasti tau kenapa vania merasa lelah. dia merasa lelah dengan begitu banyaknya aturan dari Papanya. Dia lelah menjadi anak penurut, dan tidak bisa pergi ke tempat yang dia mau dengan leluasa. Padahal, dia sudah tau kok , tentang arti dan cara melaksanakan teori Kebebasan yang bertanggung jawab.


Namun, sepertinya vania melupakan sesuatu. Dia seharusnya bersyukur tentang segala aturan dan perhatian dari kedua orang tuanya. Di luar sana, ada terlalu banyak anak yang menjadikan perhatian dan kasih sayang orang tua sebagai mimpi indah yang begitu mereka idamkan.


Kangen? Oh, untuk yang satu ini vania memang selalu merasakannya.


3 tahun lalu, saat dia masih menggunakan rok biru dan bukannya warna abu - abu, akan selalu ada seorang anak laki - laki yang akan meledeknya karena sedang sedih.


Vigo. Dia sangat amat merindukan sosok itu sekarang. Vigo yang biasanya akan meledeknya sehingga perasaan sedihnya teralihkan. Dan berakhir membuat vania tertawa karena sejuta tingkah konyolnya.


Tanpa vania sadari, suara langkah sepatu seseorang menggema di koridor kelasnya. Efek dari masih sedikitnya siswa yang telah berada di sekolah. Karena vania masih sibuk dengan pikirannya, dia tidak menyadari bahwa orang itu telah sampai di dalam kelasnya.


" Vania " gumam Gio pelan.


Gio berjalan santai menuju tempat duduknya. Vania merasa ada yang duduk di sampingnya. Dengan perasaan takut - takut, vania menoleh


" Lo ngapain disini?" Vania berkata seperti orang bodoh. Ya, sangat bodoh.


Namun gio tidak menjawab. Dia menyodorkan tisu pada vania. Vania refleks menerimanya.


I'm Great In WaitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang