Rasa sakit di hatiku.

2.2K 141 5
                                    

Eren pov.

Besoknya....

Aku sengaja bangun pagi pagi agar bisa melihat Mikasa sarapan. Biasanya ia sarapan jam setengah tujuh karena ingin menghindari ku. Makanya, aku bangun jam enam demi melihatnya.

Jackpot! Benar dugaan ku, ia datang tepat pada jam setengah tujuh bersama Sasha dan Christa. Tapi penampilannya berbeda.

Dia diikat. Rambutnya dikuncir.  Cantiknya Mikasa. Biasanya dia dengan rambut asal asalan karena malas menata rambutnya. Atau bahkan ia merapikan dengan jari. Aku dan Armin bahkan pernah melihatnya memotong rambutnya diam diam yang tersangkut atau tertempel karena kena sup.

"Wah, Mikasa cantik ya!" Puji Sasha.

"Iya! Mikasa, sekali kali kita boleh menata rambut mu ya." Pinta Christa.

"Tentu saja boleh. Dan aku suka." Jawabnya.

Tiba tiba dari arah pintu, datanglah Jean. Sial, aku lupa! Jam setengah tujuh dia sudah berada disini! Seharusnya aku mandi dulu dan menunggu Mikasa datang lalu sarapan! Kenapa aku malah bersembunyi di balik lemari makanan?!

"Hai Mikasa!" Sapa Jean.

"Hai Jean!" Balas Mikasa tersenyum.

"Boleh aku bergabung?" Tanya Jean.

"Tentu! Mari makan bersama kami." Ajak Christa. Jean pun duduk di sebelah Sasha. Ada yang aneh, jika ia menyukai Mikasa, seharusnya ia duduk di sebelah Mikasa, bukan di sebelah Sasha.

"Err.. rambut mu dikuncir ya? Kau jadi cantik." Pujinya.

"Ah, apa iya? Terimakasih ya!" Mikasa tersenyum. Lalu mereka makan.

"Mikasa, ada remah roti di pipi mu." Jean menunjuk remah roti yang berada di pipi Mikasa.

"Kau jadi terlihat seperti Ymir." Ucap Christa.

"Dimana?" Mikasa hanya meraba raba sekitar mulutnya. Jean lalu berdiri dan menggerakan tangan Mikasa ke arah remah roti tadi.

"Ciee Jean..." goda Sasha. Jean hanya tersenyum. Aku yang tidak kuat langsung kembali ke kamar dan mandi. Setelah selesai mandi, aku langsung berlari ke arah ruang makan. Namun, Mikasa sudah pergi bersama dua temannya. Tinggal Jean.

"Yo Jean!" Sapaku.

"Eh Eren, tumben kau bangun pagi?" Tanyanya.

"Itu tidak penting. Boleh aku duduk disebelah mu?" Tanyaku.

"Bo.. boleh." Jawabnya gugup.

Aku menaruh nampanku dan makan disebelahnya.

"Tadi aku sempat mengintip kau dan Mikasa di balik lemari makanan. Dan, kau menyukai Mikasa bukan? Jika iya, kenapa kau tidak duduk di sebelah Mikasa yang kosong?" Tanyaku sekaligus memulai pembicaraan.

"Eh eh. Kau itu tidak mengerti ya?" Tanya Jean. Aku menggeleng kepala

"Aku sudah berpaling dari Mikasa. Aku menyukai temannya itu, si Sasha. Bagiku, dia menarik. Dan, ini saatnya bagimu untuk mendekati Mikasa. Aku sudah tahu apa yang bisa memecahkan masalahmu." Jawabnya.

"Benarkah?" Tanyaku.

"Benar. Tapi, ada yang harus kau korbankan untuk ini."

"Apa itu?"

"Harga diri, keberanian, dan perasaanmu jika diperlukan."

"Huh?"

"Dekatilah dia Eren. Jujur, apa kau cemburu melihatku bersama Mikasa?" Tanya Jean.

"Aku tidak tahu. Tapi rasanya sakit sekali, ada rasa aneh di dadaku. Dan aku juga bingung. Dari kemarin aku melihatnya terus, bahkan rela berubah menjadi titan demi dirinya." Jawabku.

"Itu namanya kau cemburu. Dan cemburu itu tanda cinta. Apa kau malu saat Mikasa terus membelamu? Apakah kata 'aku bukan anak ataupun adikmu' itu hanya untuk menutupi sesuatu? Apa ada rasa untuk melindunginya?" Tanya Jean.

"Semuanya benar." Jawabku.

"Kau menganggap dia apa?" Tanya Jean.

"Entahlah. saat kecil, aku hanya menganggapnya saudariku. Namun, semakin kami berdua tumbuh besar, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Setiap kali aku melihat wajahnya, aku merasa jantungku berdegup kencang. Dan dia semakin lama semakin memikatku. Tapi, yang paling menarik perhatianku adalah...."

"Apa?"

"Dirinya, keseluruhan dirinya. Entah kenapa aku ingin memiliki Mikasa untukku."

"Tak salah lagi, kau jatuh cinta padanya. Kisah kalian lumayan aneh, tetapi menarik.'

"Mungkin aku sinting."

"Pagi nanti, temui Mikasa. Katakan maaf padanya." Jean menepuk pundakku.

"Percuma, dua hari ini dia mengabaikan ku." Sanggahku.

"Itulah perjuangan. Nanti kau kubantu bagaimana cara menyatakan perasaanmu." Ujar Jean.

"Hari ini juga?!" Aku kaget.

"Jika kau mau." Jawabnya.

"Thanks bro!" Aku menepuk pundaknya. Sekarang, ada kesempatan besar dia memaafkan ku!

Tired!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang