Suatu malam, aku terngiang wajah ibu. Sampai aku tidak bisa tidur. Ku coba paksakan untuk tidur.
Dan akhirnya aku bermimpi. Ya mimpi bertemu ibu. Ibu yang memakai gaun putih cantik. dia tidak terlihat tua. Dia terlihat semakin cantik.Dia memegang tanganku, lalu mulai bicara. " Nak. Ibu senang kamu tumbuh menjadi anak yang baik. Sebentar lagi, kamu akan bertemu dengan ayahmu. Tapi ingat, jangan terlalu mengambil kesimpulan. Mereka benar menyayangimu".
Lalu aku terbangun, apa maksud dari mimpi tadi. Maksutnya apa. Ayah? Ayahku yang mana. Aku tak punya ayah. Dia lelaki brengsek yang meninggalkan ibu. Yang kutahu dia memiliki nama akhiran suwiryo.
Seketika tubuhku menegang, aku ingat nama fino. Nama panjang fino .
Fino dirgantara suwiryo.
Aku berkutat dengan pikiran ini, ah sudahlah aku tak mau ambil pusing. Aku tak punya ayah.Tak punya. Dia sudah mati menurutku.Seminggu sudah aku sibuk menyelesaikan UNku. Dan mendaftar di universitas yang aku inginkan di yogyakarta. Namun fino belum mengetahui aku mendaftar disana. Karena pasti ia tidak mengizinkan ku. Dan entah aku ingin sekali mendaftar kesana. Mungkin karena seseorang.
Ya, pras.Aku sudah konsultasi dengan bunda tentunya, bunda juga mengizinkan. Karena umurku sudah 17 tahun. Dan memang setelah cukup umur, mereka yang tinggal dipanti sudah boleh memilih jalan masing masing. Tentunya aku pun harus mendapat beasiswa untuk hidup di jogja.
Pada hari sabtu, fino pulang ke karawang. Menemuiku. Dan akan membawaku kerumahnya mengenalkan dengan ayah dan ibunya.
Saat memilih apa baju yang akan aku pakai, aku benar benar frustasi. Aku tak punya baju yang bagus. Aku pesimis apakah orang tua fino akan menyukaiku.
Jam 10 aku janjian dengan fino di taman biasa. Ternyata dia telah menunggu. Aku menghampirinya,memeluknya karena rindu. Menahan air mata entah kenapa rindu membuat seseorang mudah meneteskan air mata.
Akhirnya aku dan fino pun berangkat kerumahnya.
Sampai dirumahnya, ternyata fino adalah anak orang yang berada. Hal yang baru aku ketahui, padahal selama ini dia sangat sederhana. Aku pun semakin gugup. Apalagi saa bertemu ibunya, ibunya sangat anggun dan cantik. Ia menyambutku dengan ramah. Membuatkan minum untukku. Sungguh fino beruntung punya ibu seperti ia.Saat ibu fino pamit arisan, dan fino sedang mengambil makanan. Aku terfokus pada salah satu foto yang terpasang di dinding. Rasanya tak asing dengan lelaki yang ada di foto itu. Namun fino membuyarkan lamunanku.
Pada saat itu. Ayah fino sedang tidak dirumah, ia sedang bertugas keluar kota. Entah mengapa aku kecewa. Aku sangat