Bab 10

11.2K 599 2
                                    

Semua akan baik-baik saja. Kata-kata itu bagai sebuah mantra yang terus di lafalkan Naomi.

Ia menatap nanar ranjang tempatnya sering menghabiskan waktu dengan Sean. Membayangkan Sean duduk di situ sambil tersenyum lebar padanya membuat Naomi menggigit bibir. Ia benar-benar merindukan Sean.

Naomi mengacuhkan ponsel yang berdering di atas meja nakas, ia sama sekali tidak bergerak untuk menjawabnya. Naomi terlalu lelah hari ini, ia butuh istirahat untuk melupakan semua yang terjadi.

***

Sean membanting ponselnya ke meja bar. Ia sudah hampir putus asa mencoba menghubungi Naomi dan tidak mendapat jawaban apapun.

Setibanya di Berlin, Sean langsung menghadiri rapat dengan kliennya. Ia sibuk bahkan sampai waktu makan malam terlewatkan. Sean ingin segera menyelesaikan pekerjaanya dan kembali ke New York. Ia sudah sangat merindukan Naomi.

Wanita itu membuatnya gila, ia bahkan tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk tidak menyerang Naomi. Sean tahu apa yang di lakukannya bersama Naomi itu sangat berbahaya. Entah kapan orang tuanya akan mengetahuinya, dan Sean ingin orang tuanya mengetahui kebenaran dari mulutnya sendiri tanpa perantara yang bisa memperkeruh keadaan.

Sean memijit pelipisnya, ia hampir tidak tidur beberapa hari ini. Pikirannya kacau oleh kenyataan-kenyataan yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan Naomi.
Namun Sean tidak akan mundur. Ia akan memperjuangkan cintanya.

"Hei teman, maaf membuatmu menunggu lama." Suara Juna membuyarkan lamunan Sean.

Ia tersenyum. "Aku juga baru sampai." Sean menegak minuman keemasan yang ada di gelas di tangan kanannya.

Juna duduk di samping Sean kemudian meminta seorang bartender memberikan minuman untuknya. "Bagaimana kabar adikmu yang cantik itu?"

Sean meletakkan gelasnya kembali ke meja. "Baik. Sedikit rumit memang, tapi aku belum menyerah." Sean menoleh ke arah Juna. "Kau sendiri? Bagaimana dengan perempuan korea yang membuatmu gila itu?"

Juna hanya tertawa sumbang.

Sean berdecak. "Wanita-wanita itu sangat merepotkan, dan bodohnya kita tidak bisa melepaskan mereka."

Juna kembali tertawa. "Tapi aku tidak pernah menyesal memperjuangkannya. Bukankah kau juga begitu?"

Sean mengangguk kecil sebelum menegak minumannya lagi sampai habis. Dan sepanjang malam itu di habiskan Sean dan Juna untuk mengobrol tentang banyak hal.

***

Seoul, Korea Selatan.
Satu bulan kemudian...

"Dia benar-benar tampan."

Naomi tertawa melihat Helena Hicks yang terus menggumamkan kata-kata kagumnya setelah memaksa Naomi membiarkannya melihat foto Sean yang ada di ponsel.

"Kau gila Naomi, kau meninggalkan pria setampan ini."

Naomi tersenyum kecut. "Kau tahu bukan, Takdir kami sedikit rumit." Naomi menyesap tehnya.

Mereka sedang sarapan di dapur mini appartement Helena. Helena Hicks adalah sahabat Naomi yang berprofesi sebagai pemilik Butik dan brand ternama di Seoul. Helena orang Canada, dan Naomi mengenalnya saat mereka sama-sama menghadiri Fashion week di London saat masih sekolah menengah.

"Aku turut sedih untuknya." Helena yang masih sibuk menggoreng ham bergumam.

"Ini keputusan terbaik untuk kami."

Helena menoleh. "Jadi sampai kapan kau akan tinggal di Seoul?"

"Entahlah... mungkin sampai kau mengusirku."

Not a Cinderella storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang