Prolog

29.4K 982 13
                                    

"Gugup ?" Yuri mengelus telapak tangannya lembut.

Ia mengangguk, hanya tersenyum untuk menekan kegugupannya. "Ya. Dan seharusnya ibu yang lebih gugup daripada aku."

Yuri tertawa. "Ibu sudah beberapa kali bertemu William. Justru ibu gugup karena akan mempertemukanmu dengannya dan anak lelakinya."

Kini gilirannya menggenggam tangan Yuri. "Jangan khawatir bu. Asalkan ibu bahagia, semua akan baik-baik saja."

Suasana salah satu restoran Jepang terkenal di New York terlihat lengang. Yuri dan putri semata wayangnya, Naomi, menempati sebuah meja yang ada di sudut dekat taman kecil di tengah-tengah bangunan.
Malam ini akan menjadi malam yang bersejarah, untuk Yuri memperkenalkan calon suami pada anaknya, juga Naomi yang akan berkenalan dengan keluarga barunya.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Naomi mengetuk-ngetuk ujung sepatu flatnya, tampak tidak sabar dan sedikit gugup karena ia belum pernah bertemu dengan calon ayahnya itu. Ia sama sekali tidak mengenalnya kecuali dari cerita-cerita manis yang Yuri ceritakan dua bulan belakangan ini.

Sashimi, Sushi, dan ... Naomi tidak tahu nama makanan-makanan yang di hidangkan ini. Hmm apa boleh ia jujur? Sebenarnya ia tidak suka makanan Jepang, aneh memang tapi Naomi memang tidak suka dan hanya tidak suka tanpa alasan jelas.

"Ibu, boleh aku ke toilet? Hanya sebentar."

"Tentu sayang."

Naomi tersenyum sebelum beranjak dari duduknya menuju toilet yang ada di sayap kiri gedung restoran.

Sebenarnya ia hanya ingin merapikan riasan wajahnya. Ibunya sangat cantik, Naomi merasa ia tidak secantik itu, jadi apa salahnya jika ia memakai bedak tipis dengan lipgloss cherry untuk menunjang penampilannya.

Naomi menatap dirinya didepan cermin. Dress peach selutut dengan sepatu flat orange cerah, membuat penampilannya terlihat fresh. Setelah merasa cukup Naomi berjalan pelan menuju meja yang ditinggalkannya tadi.

Di meja itu sudah di tempat dua orang pria yang duduk di hadapan ibu. Ia menyipitkan mata walaupun tidak bisa melihat wajah mereka dari jalurnya menuju meja. Naomi berhenti sejenak, mengatur nafasnya yang mulai tidak teratur, memasang senyum terbaiknya, kemudian kembali melangkah.

Kini ia sudah sampai di sisi meja dan seketika dadanya sesak, juga senyum yang perlahan memudar. Ia mengerjap, berharap sosok yang duduk didepannya itu akan segera menghilang tapi tidak. Dia masih disana. Duduk di depannya dengan tatapan mata dingin.

"Selamat malam, ini pasti Naomi kan?" Pria paruh baya itu mengalihkan lamunannya kemudian tersenyum. Pria itu kemudian mengangkat tangannya, menyebrangi meja untuk menggenggam tangan Ibu. Tunggu, kalau pria itu William jadi yang di sebelahnya adalah ? Apakah dia ? Tunggu, mendadak Naomi merasa kepalanya hampir pecah.

"Naomi, duduklah Nak."

Naomi mengangguk ragu. Ia duduk berhadapan dengan pria yang masih menatapnya dan yang sedang berusaha tidak balas ia tatap.

"Senang bertemu denganmu, Naomi. Yuri sudah menceritakan banyak hal tentangmu. Ia mengatakan bahwa putrinya cantik, tapi aku tidak menyangka kau lebih cantik dari yang ku bayangkan. " Ucap William ramah. "Ohya," Ia menoleh. "Sean Murray, perkenalkan dirimu." William menepuk pundak Sean.

Mata itu bertemu, membawa sesak yang entah sejak kapan mulai menenggelamkan Naomi dan rasa sedih. Takut.

"Kita akan bahagia dan aling menyayangi." William menaruh harapan tinggi disetiap kata-katanya.

Yuri tersenyum, melepaskan genggaman William dan merangkul pundak Naomi. "Ada yang ingin kamu katakan." Ucapnya dengan senyum yang tidak lepas dari wajah.

"kami akan menikah." Sela William cepat. "Mulai minggu depan Yuri dan Naomi akan tinggal di Mansion. Kita akan tinggal bersama sebagai keluarga."

***

Not a Cinderella storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang