Ceklekk
Semua mata tertuju pada pintu yang terbuka pelan, menampilkan sosok Gana yang terlihat penuh peluh diwajah dan lehernya.
"Maaf pak, saya terlambat." Ucap Gana setelah menutup pintu kelas.
"Jangan sampai terulang kembali. Silahkan duduk." Semua siswa terperangah, pasalnya Pak Roni bukanlah tipe guru yang akan meloloskan murid yang terlambat masuk kelasnya barang lima menit pun, rasa-rasanya ini pertama kalinya terjadi, dan Gana pun pertama kalinya terlambat, jadi sudah bisa disimpulkan. Jadi murid cerdas itu memang nikmat. Disayangi semua guru. Huftt..
Setelah Gana duduk, pelajaran berjalan kembali seperti biasa. ya seperti biasa, aku yang tak mendengarkan dan malah khusyuk memandangi Gana yang terlihat makin menawan saat sedang fokus belajar.****
"Kantin yuk?" Aku bermaksud untuk mengajak Sena ke kantin sekaligus sebagai permintaan maaf tak langsung, ciri khas kami. Kalau dia mau ikut, berarti dia sudah mau memafkanku dan kalau sebaliknya berarti dia belum mau memaafkanku, Intinya, tanya-tanya berhadiah gitulah.
"Hmm.." Setelah menjawab dengan gumaman Sena pun berdiri dan berjalan duluan menuju kantin. Okelah, mending dari pada ditolak mentah-mentah.
Setelah memesan, kami pun menuju bangku di kantin menunggu makanan kami datang sampai kemudian aku menyadari Gana berada di meja tengah, mejanya para lelaki keren sekolah. Tak sadar aku menatapnya dengan penuh hikmat sampai Sena memanggil namaku keras penuh tekanan.
"Yaelah elo masih aja liatin si Gana. Ajak ngobrol kek apa kek, ga ada perjuangannya banget deh! Lagian emang lo ga tau kalau si Gana itu deket banget sama cewek kelas sebelah? Mana tau tuh cewek pacarnya." Sena berbicara sambil menunjuk-nunjukku dengan garpu yang entah dia dapatkan dari mana. Yah, aku sempat berpikir sih ya kan soal kemungkinan cewek itu pacar Gana, tapi kan kalau Gana sudah punya pacar harusnya beritanya setidaknya menyebar di sekitar anak-anak kelas. Tapi kan ini ga ada ya? Jadi boleh boleh saja dong aku berharap?
"Lah bukannya kalau gue ngelakuin pendekatan terus dianya lagi deket sama cewek lain gue dikira PHO dong?" tanyaku berkelit.
"Ini kan zaman emansipasi wanita, ga masalah lah memperjuangkan apa yang kita mau, iya kan? iyain aja deh." Sena-si-tukang-paksa mode on.
"Ya lo pikir gue saingan sama apa? cewek dodol garut! Dia juga berhak mempertahankan yang dia mau." Ujarku mulai nyolot juga.
"Makanya gue bilang perjuangin, ya kalian saingan lah siapa menang dia dapat. Kok lo bisa bego banget gini sih?" Sena mulai mengacung-ngacungkan garpunya lagi ke depan muka ku. Dia ini benar-benar barbar tingkat tak terkendalikan. Pantas saja cowok-cowok mundur teratur setiap mau ngajak kenalan, lah dianya kayak macan betina nolak kawin gini.
"Sena ku sayang, gue itu cewek terhormat yang udah pasti mainnya sehat. Ga ada di kamus gue kata ngerebut gebetan orang, please deh ya. Lo itu temen gue mestinya ngasih saran rada bener dikit napa?" Tanya ku sambil tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada ibu yang mengantarkan makanan.
"Hari gini mau main aman sih pada akhirnya lo udah pasti kalah. Jangan bego deh Na, lo pun tau sendiri gimana deketnya Gana sama itu cewek, kalo lo ga ada ngelakuin apa-apa, ya lo pun ga bakalan dapet apa-apa. simple like that." Entah kenapa, pada kata-kata Sena ini aku mulai terpengaruh, dengan diam seperti ini aku ga akan mendapatkan apa-apa. Gana ga akan melihatku, Gana ga akan mengenalku, Gana ga akan pernah menjadi milikku. Memikirkan itu tiba-tiba nafsu makan yang awalnya membludak langsung menguap begitu saja, menyisakan kekosongan yang terasa hampa. Aku mulai bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa aku benar-benar tak harus memilikinya? apa aku memang cukup bahagia melihatnya dari jauh seperti ini? Apa aku akan baik-baik saja bila suatu saat tak bisa melihatnya lagi?
Dan aku pun tahu jawabannya menggantung di depan mataku. Tidak. Aku tidak sanggup. Selama ini kehidupan percintaanku hanya selalu tentang Gana, bagaimana jadinya bila titik pusat ku menghilang? mungkin aku akan kehilangan arah, mungkin juga aku akan tersesat. Satu yang aku tahu, aku tak mau merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionKarena mencintaimu tak butuh waktu. Karena menyanyangimu adalah bahagiaku. Karena bahagiamu adalah mimpiku. Maka ketika jumpa tak jua jadi jembatan, rasa telah menjadikanmu tujuan. Kita? Belum. Nanti, setelah dia juga menjadikan aku tujuannya.