9. Love Is Pain

283 13 0
                                    

Prilly menghela nafasnya. "Ceritain aja apa yang bikin hati lo gusar sampai nggak bisa tidur. Gue dengerin kok"

"Gue udah nggak bisa nahan rasa kangen gue sama Elsa, Pril..." ujar Ali dengan wajah memelasnya.

"Gini Li, gue cuma bisa dengerin curhatan lo, gue nggak bisa berbuat apa-apa buat lo. Sorry ya Li"

"Yah.... Seenggaknya hati gue udah lega lah" ujar Ali. Tapi Prilly masih merasa kalau ada yang sedang membebani pikiran Ali.

"Emang, sosok Elsa di mata lo itu gimana sih, Li?"

"Dia itu.... Sempurna, Pril. Cantik, baik, lucu, apalagi sifat manjanya dia, bikin gue gemes" Ali menatap langit-langit teras belakang dengan mata yang berbinar namun tersirat luka di dalamnya.

Hati Prilly sakit. Namun dia tak ingin menyela ucapan Ali. Prilly membiarkan Ali menyelesaikan penjelasannya tentang Elsa.

Ali menatap Prilly yang terdiam dengan guratan sedih di wajahnya. "Are you okay?" tanya Ali mengerutkan keningnya.

"Hah! I'm okay. Lanjutin aja" Prilly tersenyum paksa.

"Kalo di liat sekilas, dia itu mirip lo, Pril"

Prilly menatap Ali dengan dahi berkerut. "Kok gue di bawa-bawa?"

Ali tersenyum manis pada Prilly.

"Kenapa lo? Udah gesrek ya? Nggak biasa-biasanya lo senyum manis gitu sama gue" celetuk Prilly.

"Gue bisa liat sosok Elsa di diri lo. dari tingkahnya, manja-manjanya, pokoknya banyak lagi"

"Tapi lo nggak ada maksut berteman sama gue karna gue mirip Elsa kan?"

"Ya nggak lah Pril!!!" Ali meyakinkan. "Pril?"

"Iya?"

Ali tidak menanggapi ucapan Prilly. Ia memilih bersandar pada pundak kanan Prilly.

Prilly membelalakkan matanya tak percaya. "A... A.. Ali?"

"Biarin kaya gini sebentar, Pril" ucap Ali lirih.

Jujur, Prilly sangat senang dengan sifat Ali saat ini. Ia nyaman, sangat..... Nyaman. Ingin rasanya, tangannya terulur untuk mengelus pipi Ali. Tapi Prilly sadar, ia tak akan bertindak terlalu jauh. Karna bisa-bisa akan merusak moment nya saat ini.

Prilly menengok untuk melihat wajah Ali. "Ali. Ali lo nangis?" tanya Prilly tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Sosok Ali yang cool, PD, ceria, dan selalu happy dengan yang ia jalani. Kini menangis?. Sungguh, Prilly tidak percaya. Ada apa dengan Ali? Kenapa dia menangis?.

"Ali lo kenapa?" tanya Prilly lagi mengangkat kepala Ali yang bersandar di bahunya dan memegang ke dua bahu Ali.

Ali menggeleng. Air matanya semakin deras mengucur.

"Ali lo kenapa? Bilang sama gue" Prilly mengguncang ke dua bahu Ali.

Lagi-lagi Prilly melotot karna aksi Ali yang tak di duganya. Tadi Ali menyenderkan kepalanya di bahu Prilly. Dan sekarang? Ali memeluk Prilly erat.

"Apa gue itu nggak pantes bahagia, Pril?" Ali bertanya dengan suaranya yang serak dan masih dalam keadaan memeluk Prilly.

Prilly menarik nafas sejenak. Ia kemudian melepas pelukan Ali. "Setiap orang itu pantas buat bahagia. Cuma, waktunya aja yang beda-beda" tutur Prilly tersenyum dan menatap Ali. "Li, kalau gue jadi lo, gue udah pasti bahagia. Setiap hari kumpul sama Papa, Mamanya. Sarapan bareng, weekend bareng. Trus ngapa-ngapain bareng. Bagi gue itu kebahagiaan yang luar biasa, Li. Lo harus bersyukur atas itu" Prilly menepuk pelan bahu Ali, setelah itu ia menghapus jejak air mata Ali yang ada di pipinya.

Always Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang