6~Teruntuk Papa

142 9 0
                                    

Iya, aku tahu.

Aku pengganggu(?) Iya aku tahu.

Aku pembunuh(?) Iya aku tahu.

Aku perusak(?) Iya, hal itu juga aku tahu.

Semuanya aku tahu.

Semua...

Termasuk kalian yang tak menyayangiku. Iya kan? Aku benar, hem (?)

Hahaha, jangan bercanda. Hal itu juga aku ketahui loh.

Kenapa aku bisa tau(?) Haha, simple saja jawabannya.

Hati... Ya, hatiku dapat merasakannya. Eits..Tenang aja, aku peka kok. Bahkan terlalu peka mungkin(?)

-

"Papa, aku pulang" Teriak Kak Ella saat baru pulang dan menginjak lantai yang baru saja aku pel.

Aih, ada-ada saja.

"Ah, sayang. Gimana nilai di kampus?" Papa mencium pipi kak Ella.

Aku(?)

Apalah daya, aku harus tetap melanjutkan pekerjaan mengepel ini. Karena masih ada sesuatu yang menunggu, setelah pekerjaan ini selesai.

"Lumayan Pa, setidaknya aku naik semester" Kata Kak Ella senang. Papa pun memeluk Kak Ella.

Aku kapan ya, dapet pelukan dari papa? Apa pernah papa meluk aku?

Hem, mungkin menurutku tidak sama sekali.

"Oi, Ghinong. Cepetan selesaiin ngepelnya. Setrikaan banyak di belakang. Main bengong aja" Tiba-tiba kak Aris datang.

"Yah, kak. Jangan diinjak lagi dong" Aku berusaha mencegah Kak Aris.

Tapi telat...

Lantai yang baru saja aku pel, kini sudah dipenuhi bercak kotor lagi karena diinjak-injak oleh Kak Aris.

"Makanya jangan bengong. Ngambil kerjaan gitu aja, leletnya minta ampun. Siput " Sindir Kak Ella.

"Dan, hello! Lo bilang apa tadi? Gue? Kakak lo? Please deh, gak usah ngaku-ngaku ya. Gue bukan kakak lo" Kak Aris mendorong bahuku sehingga aku terjatuh di lantai marmer yang dingin ini.

"Maaf" Aku hanya bisa menundukkan kepala.

"Gak guna lo minta maaf, lagian bunda juga gak bakal balik hanya dengan ucapan maaf lo itu"

Lagi-lagi tentang Bunda.

"Sok-sok an minta maaf, jijik banget. Dasar, pem-bu-nuh" Mereka terus memojokanku.

"Hiks, maaf kak. Maaf" Setelah mengucapkan kalimat itu, dengan segera aku berlari ke arah dapur.

Sungguh, sakit rasanya.

Apa yang bisa aku perbuat ? Hanya tangis yang dapat mengungkapkan isi hatiku saat ini.

Ingin rasanya mengadu? Tapi kemana? Kepada siapa?

Aku hanya sendiri di sini.

Aku tak tahu kenapa mereka menyebutku pembunuh. Mereka menyebutku anak yang tak tahu diuntung. Mereka bilang, jika aku anak pembawa sial. Tapi kenapa? Kenapa harus aku? Apa salahku yang sebenarnya? Apa?

Kenapa tak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini?

Dari dulu aku selalu dibenci, dikucilkan oleh papa dan kakak-kakakku. Kenapa semua ini terjadi? Kenapa?

Bunda? Apa aku yang membunuh bunda? Apa itu benar?

***

Aku menjalani aktivitas di hari Minggu ini seperti biasa. Menyapu, memasak, menyetrika, mengepel, mencuci. Segalanya seperti biasa.

Story Of ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang