Chapter 4 - Acting?

14 0 0
                                    

Jun dan Ji Young kini berjalan menuju basement. Tak begitu banyak orang yang memperhatikan mereka, sehingga Ji Young bisa bersikap sedikit lebih santai, tapi ia tau bahwa para kameramen dan kru masih mengikuti mereka dari belakang. Dia bilang akan mengantarkanku pulang?Bukannya dia tak membawa mobil?

"Naiklah." Jun membuyarkan lamunannya. Ia tersadar seketika saat Jun membukakan pintu mobil untuk dirinya.

Begitu mesin mobil dinyalakan rasa penasaran dalam benaknya kembali menggelitik tak tertahankan. Banyak pertanyaan yang ingin dilemparkan Ji Young pada pria itu sejak tadi. Mulai dari kenapa ada mobil di basement saat mereka berangkat kencan dengan menggunakan bis dan subway. Atau kenapa mereka harus jauh-jauh dari dongdaemun kalau pada akhirnya kembali menuju jamsil seperti ini. Hingga akhirnya ia membulatkan tekadnya untuk bertanya.

"Oppa...sejak kapan mobilmu ada disini?"

Tapi pria itu hanya menatap lurus kedepan dan menginjak pedal gas dalam-dalam, hingga badan Ji Young tersentak kebelakang. Ada apa dengannya?

Sepanjang perjalanan menuju apartemennya, Ji Young tak berani lagi untuk berkata apapun, ia sadar suasana di mobil itu sedang benar-benar mencekam. Bahkan pria disampingnya itu telah menjalankan mobil diatas kecepatan 100km/jam, melebihi batas normal yang biasa ia gunakan untuk mengendarai mobil sendiri. Tidak sampai setengah jam untuk sampai didepan apartemen Ji Young. Jun bahkan mengerem mobilnya secara mendadak tanpa memberikan kenyamanan lagi untuk dirinya.

Hari ini mereka memang tidak bisa pulang ke one room (rumah satu kamar Jun dan Ji Young saat episode pertama) mereka yang ada di Hongdae, karena jadwal pekerjaan Jun yang mengharuskannya pergi ke Jepang dini hari nanti.

Ji Young masih mengamati pria disebelah kirinya itu dengan perasaan horror bercampur kesal. Bisa-bisanya ia membawa mobil dengan kecepatan segila itu.

Namun, pria disampingnya itu hanya terdiam sesaat, lalu mengeluarkan sebuah memo dan pena yang terletak pada dashboard mobil. Ia menulis sesuatu dan memberikannya pada Ji Young.

Matikan lalu lepaskan mic yang ada dibajumu.

Ji Young menatapnya sekilas. Ia tak mengerti apa yang diinginkan pria itu. Walau pada akhirnya ia menurut dan mematikan microphone yang terselubung dibalik baju baseball LG Twins-nya. Keheningan kembali menyelimuti suasana diantara mereka berdua. Ia tahu pasti ada sesuatu yang harus disampaikan Jun kepadanya. Pria itu bahkan langsung menginjak pedal gas untuk menghindari para kru yang telah membuntuti mereka sejak awal untuk keperluan syuting.

"Ji Young-ssi... Berhentilah..." Jun masih menatap lurus kedepan.

"Apa?"

Jun kini memalingkan wajahnya pada Ji Young. Garis diwajahnya begitu tegas mengatakan semua itu. Bahkan tatapan mata Jun yang seharian itu tak luput dari perhatiannya kini telah berubah. Tatapan hangat itu telah hilang, berganti dengan sebuah tatapan dingin dan nada suara tak berperasaan yang membuatnya terhenyak sesaat.

"Kau terlihat begitu menyedihkan saat ini..."

###

Jun

"Ji Young-ssi... Berhentilah..."

"Apa?"

"Kau terlihat begitu menyedihkan saat ini..." Kupalingkan wajahku kepadanya.

Matanya. Sekarang aku bahkan tak bisa lagi melihat mata jernih yang dulu bisa membuat hatiku berdebar cepat itu.

"Hentikan sekarang juga." Aku menghela napas sesaat. Sudah lama aku tidak merasakan rasa sesak seperti ini didadaku. Ada sebuah rasa sakit dalam setiap tarikan napasku.

"Apa maksudmu oppa?"

"Aktingmu. Kau benar-benar membuatku muak dengan akting murahan itu..."

Plak..

Sebuah tamparan keras mendarat diwajahku. Tapi aku hanya menatapnya dingin dan melanjutkan kekesalan yang kini semakin memuncak.

"Kau merasa terhina?" cahaya lampu jalanan yang temaram tidak mencegahku untuk melihat perubahan rona pipinya yang kini berubah menjadi merah. Mungkin sekarang dia akan membenciku setengah mati. Tapi, aku tak mau melihatnya menjadi orang yang berbeda setiap kali ia bersamaku. Aku sudah muak.

"Sebaiknya kau simpan amarahmu itu, karena kontrak kerja kita masih panjang."

Kilatan dimatanya terpancar jelas. Hingga akhirnya ia keluar dan membanting pintu mobilku sesuka hatinya tanpa sanggup mengatakan apapun. Aku tetap melihatnya, hingga ia menghilang dipintu masuk apartemen.

"Arrrrrggghhhh...." sebuah pukulan keras mendarat pada kaca mobil disebelah kiri. Aku bahkan tak sanggup lagi merasakan rasa sakit yang kini menjalar ditangan kiriku.

Bayangan hari ini terus berputar-putar dikepalaku.

Aku muak melihat senyuman itu.

###

We Got MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang