Chapter 5

62 12 12
                                    

Dingin begitu menusuk tulang. Ikhsan semakin merapatkan jaketnya seraya melihat suasana heningnya kampung ini kala malam. Tak ia pungkiri begitu banyak keanehan yang ia temukan di desa ini. Namun ia tepis, semoga itu hanyalah prasangka tanpa bukti.

"San, tidur yuk," ajak Arifin menepuk pelan pundak Ikhsan.

"Duluan aja, Fin, belum ngantuk," jawabnya.

"Yaudah." Arifin beranjak masuk ke dalam kamar yang telah di sediakan Pak Rusman untuk mereka menginap.

Aldi yang tak kunjung surut mengkhawatirkan Kirana pun tak bisa terlelap. Aldi memutuskan untuk mendekati Ikhsan dan menemaninya begadang.

"San," sapanya. Ikhsan hanya menjawab dengan gumaman. Lama mereka merenung dan terhanyut dalam pikiran masing-masing.

"Aden-aden gak tidur?" tanya Pak Rusman yang entah sejak kapan sudah berada di belakang mereka.

"Biasa, Pak, anak muda zaman sekarang gak bisa tidur cepet haha ...." Tawa garing Aldi menyembur.

Pak Rusman hanya menganggukan kepalanya. Entah sebenarnya dia mengerti atau tidak.

"Aaarrghhh!" sebuah suara teriakan menghenyakkan mereka.

Ikhsan menoleh ke arah Aldi seakan bertanya 'Kau dengar itu?'. Aldi yang tau hal itupun mengangguk. Lalu sekali lagi suara teriakan itu terdengar. Serak dan kesakitan, seperti itulah suaranya.

"Pak, itu suara apa?" tanya Ikhsan pada akhirnya.

Yang tak mereka tangkap adalah kegugupan yang terpancar dari mata Pak Rusman. "Oh itu? Di ujung desa ini ada orang gila yang dipasung, Den, dia dipasung karena suka menyantap daging manusia." Pak Rusman meneguk ludahnya sendiri.

"Orang gila? Makan daging manusia?" tanya Aldi seolah-olah tak percaya.

"Iya, makanya dia kalau malam suka jerit-jerit gitu minta dikasih makan daging manusia," lanjut cerita Pak Rusman.

Aldi bergidik ngeri saat mendengarnya. Berbeda dengan Ikhsan yang mengerutkan dahinya dalam-dalam. Suara jeritan itu familiar di telinganya, walaupun serak dan tidak jelas, tetap ia merasa kenal dengan suara itu. Tapi siapa?

"Eum ... mending Aden-aden ini ikut bapak saja ke depan desa. Biasanya di sana anak-anak muda kayak Aden-aden gini lagi pada ngumpul," ajak Pak Rusman.

Ikhsan dan Aldi hanya menganggukan kepalanya dan mengikuti Pak Rusman menuju depan desa.

***

"Aaarrghhh!" teriak Nadia saat seorang lelaki menghantam lututnya dengan sebuah batu berulang kali.

Nafas Nadia semakin melemah, tapi ia terus menolak untuk lemah. Ia harus tetap kuat. Ia harus menunjukan kepada lelaki psikopat ini bahwa ia bukan lah gadis yang lemah.

Lelaki itu kembali bersiul, ia dengan santai melempar batu itu ke arah Kirana. Dan sangat tepat sasaran mengenai kepala Kirana, darah langsung mengucur di pelipis kirinya.

"Jangan melukai adikku bajingan," kata Nadia dengan tersenggal-senggal.

Lelaki itu berhenti bersiul dan menatap Nadia tajam. "Sepertinya hukuman tadi belum cukup untukmu."

Dengan cepat lelaki itu menyalakan gergaji mesin, Nadia dan Kirana yang melihat itu membulatkan matanya.

"Inilah akibat yang harus kau terima dari semua perbuatanmu," teriak lelaki itu mendekatkan gergaji mesin ke kaki kanan Nadia.

Drrttttt ...
Pisau gergaji itu menembus ke kaki Nadia, membuat darah memuncrat kemana-mana, termasuk ke wajah Kirana.

"AARRRGGGHHHHHH ... HENTIKAANN!" teriak Nadia nafasnya kian melemah.

Death ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang