Chapter 1

235 31 11
                                    

Hallo ini cerita pertamaku ....
Semoga suka ya ^^

***

"Jadi mau bagaimana soal rencana kita untuk pergi ke Pulau Sentinel?" celetuk Arifin saat ini mereka tengah berkumpul di ruang tengah rumah Syira.

Nur Arifin Wijaya, seorang lelaki berumur 20 tahun yang kini sedang berkumpul di rumah salah seorang sahabat gadisnya. Syira Hani, pemilik rumah yang kini tampak berantakan akibat sahabat-sahabatnya.

"Emm ... iya tuh, bukannya kita mau menyelidiki kasus hilangnya Gerna di pulau itu?" Yang menyahuti ini namanya Agung Nugroho, salah satu dari sekawanan sahabat yang berkumpul di rumah Syira.

"Kalo aku sih setuju aja, emang kita mau ke sana kapan?" tanya Rika, gadis berparas ayu namun sayangnya ia bersifat tomboi.

"Kalau minggu depan bagaimana? Kita sudah terlalu lama menunda niatan ini, aku sudah rindu dengan Gerna," ucap Syira sang pemilik rumah. Wildan, kekasih Syira yang duduk di sampingnya kini mengelus pundak gadisnya untuk memberi semangat.

"Setuju! Lagi pula kita harus bergegas sebelum liburan bulan ini berakhir dan kita akan kembali disibukkan oleh kegiatan kampus." Kali ini Shinta yang menyahuti dan diangguki oleh beberapa temannya.

"Berarti fix minggu depan?" tanya Kirana, salah seorang gadis yang tak kalah cantiknya dengan beberapa sahabat gadisnya.

"Setuju!" pekik mereka bersemangat.

Tiga belas anak manusia yang menjalin persahabatan sejak mereka duduk di bangku SMA. Seharusnya mereka berjumlah empat belas, namun disayangkan salah satu anggota mereka dinyatakan hilang saat mengikuti sebuah ekspedisi di kampusnya. Gerna Antiko Dewi, sahabat mereka yang hilang.

Dan kini sahabat-sahabat Gerna tengah menyusun rencana untuk mencari jejak sahabatnya yang hilang. Pergi ke Pulau Sentinel, salah satu pulau yang dihuni oleh suku buas. Salah satu pulau yang berada di Teluk Benggala, Pulau Sentinel ini sendiri memiliki dua pulau yang disebut Sentinel Utara dan Sentinel Selatan. Gerna sendiri hilang di Pulau Sentinel Selatan, karena memang Pulau Sentinel Utara dilarang untuk didatangi turis karena adanya suku buas yang berpenghuni di sana.

"Tapi, siapa yang akan memimpin ekspedisi kita?" celetuk Darwin.

Sontak seluruh sahabat mereka menumpukan tatapan mereka kepada satu orang. Ikhsan Darmawan, satu-satunya lelaki yang memiliki jiwa pemimpin dan bijaksana di antara ke-tiga belas sahabatnya.

Ikhsan yang merasa ditatap oleh seluruh sahabatnya pun mengangkat kedua alisnya, seperti menanyakan, 'Ada apa?'

Seakan tau apa yang dipikirkan Ikhsan, Dea pun berkata, "Kamu ya yang jadi pemimpin ekspedisi, jiwa kamu kan seorang pemimpin, San."

"Apa? Kenapa harus aku terus? Yang lain gak ada yang tertarik apa?" tanya Ikhsan.

Sontak seluruh lelaki yang berada di sana meggelengkan kepala mereka, menjawab pertanyaan dari ikhsan tadi.

"Agung?" tunjuk Ikhsan.

"Maaf San, kamu kan tau aku kadang semaunya. Emang kalian mau punya pemimpin semaunya kayak aku? Engga, kan?"

"Darwin?" tunjuk Ikhsan lagi. Lagi-lagi Darwin Putra menjawab sama seperti Agung Nugroho hanya dengan gelengan saja.

"Lagian ya Ikhsan, kamu emang pantas untuk menjadi pemimpin. Kamu punya jiwa kepemimpinan yang kuat, yang mungkin sudah turun-temurun dari keluarga kamu. Kalau kita pilih anak-anak lain untuk menjadi pemimpin pasti ekspedisi kita akan kacau, San." Nadia menjelaskan.

"Coba kamu bayangin kalau Aldi yang jadi pemimpin kali ini. Pikir San, kerjaan dia dari pagi sampai malam cuman pacaran doang. Mau di kemanain tim kita kalau pemimpinnya aja pacaran terus?" kata Nadia sedikit menyindir Aldi.

Death ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang