Chapter 6

28 6 5
                                    

Hari semakin panas, tapi tak menurunkan semangat mereka untuk tetap melanjutkan perjalanan.  Rasa rindu dan khawatir yang membuncah lebih kuat dari letih yang mereka rasakan.

"Nadia, sama Kirana gimana ya kabarnya?" tanya Syira memecahkan keheningan.

Semuanya hanya terdiam, tak menjawab sama sekali pertanyaan Syira.  Bukan maksud mengacuhkan, hanya saja mereka tak tau harus bersikap.  Mereka pun sedikit takut jika Aldi akan tersulut emosi saat membicarakan Kirana.

Aldi menghela napasnya lelah, ia sangat merindukan kekasihnya.  Mungkin jika ia tidak lalai menjaga Kirana, Kirana tidak akan hilang begitu saja seperti Nadia.  Tentu dalam hati ia merutuki kelalaiannya sendiri.  Ia berjanji tidak akan meninggalkan pulau ini sebelum Kirana ditemukan.

"Kalian lelet banget ya." Aldi mendengus dan melangkahkan kkinya dengan cepat, melewati Agung yang memimpin.

"Al, mau kemana?" tanya Agung.

"Biarin gue yang mimpin, lo jalan lelet banget," ujar Aldi ketus. Agung hanya bisa mundur secara teratur, ia tahu emosi Aldi sedang labil karena hilangnya Kirana. Ia maupun yang lain sangat-sangat memaklumi Aldi.  Karena mereka sadar, jika mereka yang ada di posisi Aldi, mereka juga akan melakukan hal yang sama.

"Al, kalau udah deket sama sungai, kita bermalam dulu di sana. Kita lanjutin pencarian mereka besok," perintah Ikhsan.

"Enggak gue gak mau istirahat dulu, kita mending cari mereka sampai dapet dulu. Gak usah ada istirahat-istirahatan segala, itu ngulur-ngulur waktu," elak Aldi dengan suara yang dikeraskan. Membuat semua perempuan di sana mengumpat takut.

"Al, kita butuh istirahat. Kalau kita kecapean dan sakit, percuma. Itu juga bakal ngulur waktu dan malah ngerepotin," kata Ikhsan. "Kita juga peduli sama Kirana ataupun Nadia, kalau misalnya kita gak peduli mana mungkin kita nyari-nyari mereka dan enggak milih pulang aja."

Aldi terdiam seketika, ia menundukan kepalanya dan menjambak rambutnya frustasi. Sementara Agung menepuk-nepuk pundak Aldi.  Dia akui dia memang tak cocok menjadi ketua karena dia selalu bertindak semena-mena.  Apalagi ini, ini sampai melibatkan kekasih tercintanya.

"Kirana dan Nadia pasti bakal jaga diri mereka baik-baik, kita harus positif thinking, dan jangan gegabah ngambil keputusan.  Kita bakal selalu temenin kamu nyari Kirana, karena dia juga sahabat kita," ujar Agung, "yok lanjut jalan!"

***

"Kita bermalam di sini aja," ujar Aldi, "jarak sungai cuman beberapa menit dari ini. Jadi deket kalau mau ngambil air." Aldi segera menurunkan tas carriernya diikuti dengan yang lain.

"Oke, yang laki-laki bantu aku masang tenda," kata Ikhsan, "sedangkan yang cewe siapin makanan buat nanti malam."

Mereka hanya menganggukan kepalanya dan mulai mengerjakan tugas yang Ikhsan perintahkan tadi.

"Siapa yang mau ngambil air?" tanya Syira.

"Aku aja. Aku," ucap Una dengan semangat. "Aku sekalian mau ngambil air wudhu."

Syira menganggukan kepalanya. "Jangan seorang yang ngambil air, takut ada apa-apa di jalan. Mending ada satu orang lagi yang ikut," usul Syira.

"Aku aja, aku pengen cuci muka nih. Lengket banget, takut ada jera-"

"Oke, Shin. Ya udah kalian ambil air sana." Dengan sengaja Rika memotong ucapan Shinta, karena ia tahu pasti Shinta akan berbicara panjang lebar tentang perawatan kulit.

Shinta melengkukan bibirnya kebawah—cemberut. Tapi ia segera melangkahkan kaki dengan Una disampingnya yang sibuk cekikikan.

"Potong bebek angsa, angsa dikuali. Nenek-"

Death ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang