Oleh
ichamfs14Malam ini udara tidak terlalu dingin. Aku berdiri dengan kaki yang sesekali diketuk pada jalanan yang beraspal. Tanganku memegang seutas tali dengan balon yang terikat di tali itu.
Tiga hari yang lalu kamu datang ke rumahku, lalu memberikan balon berbentuk love berwarna pinky untukku. Saat itu kamu berkata, "Echa, nih balon buat kamu. Kalo ketemu sama aku, bawa balon itu, ya? Aku mau ngajakin kamu foto," katamu seraya menampakkan cengiran lebar yang selalu sukses membuatku seolah-olah candu melihat cengiran itu.Hari ini, aku di sini. Di salah satu taman dekat pantai di Bengkulu. Seperti katamu kala itu, sekarang di tanganku membawa balon yang kamu berikan. Dan tentunya, menunggu kamu datang dan mengajakku untuk foto.
"Echa!" panggilmu. Lalu aku menoleh. Kamu melambaikan tangan lalu melangkah mendekatiku. Ada senyum yang sangat lebar dan binar mata yang tampak begitu bahagia dari sorot matamu.
"Kamu lagi senang, ya? Cerita dongg!" kataku disusul dengan kekehan.
Detik berikutnya, kamu memegang kedua bahuku. Berdiri di hadapanku dan menatap dalam mataku. Dan aku, balik menatapmu, dengan tatapan bertanya. Lagi, kamu tersenyum semakin lebar.
Saat itu juga kamu memelukku erat dan tertawa bahagia. "Aku diterima sama Diva. Dan hari ini, aku jadi pacarnya. Echa, aku sangat senang, serius!" serumu antusias lalu melepas pelukan.
Kamu tidak tahu, dadaku terasa sesak. Hatiku merasakan rasa yang sulit dijelaskan, intinya hatiku terasa sakit. Meski aku tahu, bukan hak-ku untuk cemburu. Lagian, aku hanya sebatas temanmu.Aku membulatkan mata-memasang wajah keterkejutan yang bahagia. "Oh ya? Wah, selamat Riki!" kataku ikut tertawa, meski sedikit ... um, susah.
"Lalu, bagaimana dengan balon dan foto katamu waktu itu?" tanyaku dengan alis yang terangkat namun diiringi dengan senyum.
"Nah, itu Echa. Aku minta maaf, aku ada janji tadi dengan Diva. Ini saja, aku sempatkan untuk menemuimu. Aku jadi nggak enak, udah buat kamu nunggu lama, tapi janjiku batal. Maaf Echa, tapi aku bakalan tepatin kata-kataku. Dan aku bakalan hubungi kamu nanti. Oke? Maaf Echa, sekali lagi."
Dan aku hanya melihat punggungmu yang semakin menjauh dengam lambaian tangan dan senyum yang mengembang. Kamu tahu bagaimana malam itu ketika selesai bertemu dengan kamu? Aku ... aku kecewa.
*
Satu minggu telah berlalu hari di mana kita bertemu malam itu. Malam ini, cuacanya tidak sama dengan malam seminggu yang lalu. Cuacanya malam ini terasa lebih dingin. Satu tanganku menggenggam erat seutas tali yang terikat di ikatan balon dan sebuah surat yang terikat di tali itu.
"Ini, balonnya aku ganti jadi balon warna biru. Sebagai ganti balon pinky kemaren yang meletus akibat terkena panas melalui kaca jendela kamarku."
Awalnya kamu terdiam dan menatap lekat mataku, ah, tolonglah. Jangan seperti itu, aku tidak kuat. Aku meraih tanganmu, lalu memindahkan seutas tali yang terikat balon dan surat itu ke tanganmu. "Buat kamu," kataku, "maaf, kalau kita akhirnya nggak bisa foto berdua," sambungku.
"Bertemu kamu malam ini, cukup menyenangkan. Makasih, Riki. Dan, aku mau bilang, 'goodbye, Riki' aku akan pindah ke Palembang. Baca suratku, ya? Heheh, dahh..." aku melambaikan tangan dan lambat laun kakiku melangkah dan meninggalkan kamu sendiri di sana.
Kamu tahu apa isi surat itu. Singkat memang, tapi aku ingin kamu memahani kata-katanya. Isi surat itu seperti ini; Hai Riki! Senang bisa bertemu kamu di malam ini kembali. Aku mau bilang, aku sayang kamu ( Meet You, Tonight Im really happy. Senang pernah hadir di kehidupan remaja kamu, Kak. Sayang dari, Echa.
Sangat senang bertemu denganmu, berkenalan dengamu, menjadi teman sekaligus adik bagi kamu. Meski pada akhirnya, kepergian dan kesedihan itu bergandengan mengikutiku pergi yang meninggalkanmu.
Malam ini, bertemu kamu. Sayup-sayup aku mendengar kamu meneriaki namaku, memanggil dan terus memanggil. Aku menoleh sebagai respon, entah kamu melihat atau tidak, aku tersenyum ketika itu. Tersenyum dengan air mata juga ikut menerobos membasahi pipiku.
Aku melambaikan tangan."Sampai jumpa lagi, Riki! Semoga bertemu lagi, di malam yang tidak terlalu dingin dan kamu menyapaku lalu berfoto bersama. Ya... suatu saat," kataku.
Dan kamu terdiam, ketika itu aku melihat lambat laun seutas tali dengan balon dan sebuah surat yang terikat di tali itu terlepas dari genggaman erat tangan kekar milik kamu.
Padahal, kamu belum membaca suratku. Lalu, bagaimana? Kamu tidak tahu isi dari surat itu, dan semua isi perasaanku terbang bersama angin malam.
Aku berbalik untuk melanjutkan jalan. Dan samar-samar aku mendengar kamu berteriak kembali, "Aku sayang kamu, Echa."Aku tersenyum kecut dengan masih melanjutkan berjalan. Aku mengangkat tangan dengan telunjuk dan ibu jari yang bertemu membentuk "oke" sebagai tanda menghargai perasaan kamu di mala mini ketika bertemu.
FIN
KAMU SEDANG MEMBACA
F L A S H F I C T I O N
Random● KUMPULAN FLASH FICTION ANAK-ANAK WRITER'S COLOR 1ST ● GENRE RANDOM