The Secret Girl

30 1 1
                                    

Oleh
mielgranger-

"Tunggu, aku akan mengantarmu pulang," kataku menarik lengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tunggu, aku akan mengantarmu pulang," kataku menarik lengannya.

"Tidak perlu, aku bisa sendiri," jawabnya dingin.

Aku tak mengerti gadis yang satu ini, dia aneh. Ya, dia pacarku. Aku terpaksa menjadi pacarnya, namun lama kelamaan aku mulai tertarik kepadanya.

"Hey bukankah kita pacaran?" tanyaku mempertanyakan hubungan aku dengannya. Dia hanya membalasku dengan sebuah anggukan, tak berkata dan mulai melangkahkan kakinya kembali menjauhi diriku namun aku menariknya kembali.

"Hey! Kau tahu bukankah kau yang memintaku untuk menjadi pacarmu?" tanyaku lagi tak terima diacuhkan.

Lagi-lagi gadis itu mengangguk. Aku semakin geram saja padanya.

"Apakah kau mencintaiku?" tanyaku lagi. Entah mengapa aku menyimpan seribu pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya.

"Ya, aku mencintaimu," jawab gadis ini datar, itu bukanlah ekspresi yang ku harapkan.

"Lalu mengapa kau bersikap seperti ini padaku? Apakah kau hanya mempermainkan perasaanku? Kau tidak ingat kau telah mengancamku 2 bulan yang lalu!" Amarahku sudah tak terkendali, apa yang gadis ini inginkan? Aku sudah lelah menghadapinya. Aku tak bisa berpura-pura tak peduli padanya meskipun aku terpaksa.

Gadis ini tak membalas. Ia mengacuhkanku, sepertinya ada sesuatu yang ia sembunyikan dari diriku.

Bruk!
Dia menabrak lembut tubuhku, aku tak menyangka ia melakukannya lagi setelah 2 bulan yang lalu.

***

Suara rintikan hujan begitu terdengar seperti alunan musik di dalam telingaku. Aku menatap tajam setiap buliran air yang jatuh dari langit di balik jendela kelas. Setiap buliran air tentu jatuh ke bawah dan saat itu pula aku melihat seorang gadis yang tengah duduk di taman tanpa mengenakan payung.

Siapa dia? Apakah dia ingin sakit? Bodoh.

"Hey!" teriakku sekeras mungkin, namun gadis itu tak peka sepertinya. "Kamu yang duduk di taman!" lanjutku lagi sambil melambaikan tangan. Gadis itu masih tak merasa dirinya dipanggil.

Apa daya aku harus turun ke bawah untuk memberikan payung pada gadis itu. Aku tak suka saat seorang gadis menyendiri di tengah hujan, apalagi tanpa mengenakan pelindung.

Kulangkahkan kakiku kearahnya lalu menepuk pundaknya dari belakang, "Apakah kamu bodoh membiarkan dirimu diserang hujan?" tanyaku sembari mempayunginya, namun gadis itu tak menjawab.

"Apa kau ada masalah?" tanyaku lagi. Terdengar suara isakan darinya, apakah dia menangis? Hujan membuat air matanya tak terlihat.

Gadis itu tiba-tiba berdiri dan berlari menjauhiku menuju tangga rooftop sambil terus terisak.

Hey ada apa dengan gadis itu? Tunggu, bukankah dia sekelas denganku?

Ya, aku baru sadar bahwa dia adalah Deina. Dia adalah gadis yang selalu sendiri dan tertutup pada setiap orang.

"Hey! Deina! Tunggu!" teriakku mengejarnya. Dia sempat membalikkan badan namun hanya sekejap.

Ya Tuhan, ada apa dengan gadis itu? Haruskah aku mengejarnya?

Lagi-lagi aku bertanya-tanya. Tanpa pikir panjang aku menjatuhkan payung yang kubawa dan berlari mengejarnya menuju rooftop gedung sekolah, ya air hujan langsung mengenai tubuhku, dingin yang kurasakan. Apakah gadis itu tidak kedingan?

Gadis itu Denia berdiri di ujung bangunan gedung. Apakah dia akan bunuh diri? Kenapa aku harus menyaksikannya? Kalau begitu aku menyesal telah keluar dari kelas untuk mempayunginya.

"Deina, apa yang kamu lakukan?" Aku berteriak mencoba mengalahkan suara hujan yang deras.

Denia semakin menjauh dariku dan hanya tinggal 5 langkah lagi dari ujung bangunan, "Jangan mendekat Darren!"

Aku sungguh bingung, gadis gila pikirku. Aku tadi hanya ingin membantunya dan sekarang? Ah aku sangat menyesal berurusan dengan gadis gila ini.

"Hey, kau sudah gila Deina? Apa yang ingin kau lakukan?" Tanyaku dengan nada membentak.

"Kau tahu? Aku mencintaimu Darren," jawab Deina lirih sambil masih terus terisak. Aku semakin bingung saja, tak tahu apa yang harus aku lakukan.

Aku tertegun, Deina? Apa maksud perkataannya? Baru kali ini aku mengobrol dengannya dan dia sudah menyatakan perasaannya?

"Hey apa maksudmu? Kembalilah kemari, atau kau akan terjatuh." Aku sangat khawatir apa yang akan terjadi pada gadis ini.

"Kau tak akan mengerti Darren."

"Oke, oke apa yang kau mau?"

"Aku ingin memilikimu."

Deg! Deina, aku sungguh tak mengerti dirimu.

Melihat situasi seperti ini, apa boleh buat aku harus menerimanya demi Deina, akubtidak msu menjadi penyebab. "O..o..o-ke," kataku ragu. "Sudah kemari, aku tak suka melihat seorang gadis menangis di tengah hujan, memalukan menyembunyikan air mata."

Gadis itu Deina, dia menabrak lembut tubuhku memelukku erat. Namun aku memiliki berbagai macam pertanyaan. Pertama, apakah ini adalah takdir tuhan? Kedua, apakah semua ini terlihat aneh dan ya mencurigakan? Aku mencoba berpikir positif.

Aku membalas pelukkannya, pelukkan yang mampu menghangatkan tubuhku dari guyuran air hujan.

"Terimakasih Darren, aku ingin terus bersamamu."

***

"Aku minta maaf Darren, seharusnya kau tak perlu menjadi pacarmu. Itu lebih membuatku tersiksa," gadis itu akhirnya bicara panjang namun sangat terasa sakit di hatiku. Dia masih dalam pelukanku.

"Apa maksudmu? Aku membuatmu susah?" tanyaku tak percaya. Sudah sejak sebulan yang lalu ia terus saja menjauhiku.

"Kau tahu Darren, kau hanya tahu sebagian kecil dari diriku, aku mempunyai banyak rahasia dalam hidupku. Sebagian kecil yang kau tahu adalah aku mencintaimu dan perlu kau ingat sampai kapanpun akan terus seperti itu," jelas Deina lagi, ia terisak. Ada apa dengannya? Dia memelukku lebih erat. Aku tak bisa berkata apapun, aku memang tak tahu apapun tentang Deina. Bodoh, umpatku dalam hati.

"Sepertinya ini waktu yang tepat, sebelum kau lebih menderita Darren begitupun untukku," lanjut Deina lagi. Aku sungguh tak mengerti apapun yang dia bicarakan.

Aku mengelus lembut puncak rambutnya, "Apapun yang kamu bicarakan aku tak peduli, yang harus kamu tahu sekarang aku sangat mencin-"

Blush!  Tiba-tiba ada sesuatu yang menusuk perutku, rasa sakit langsung menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tumbang. Aku mencoba menyumbat darah yang keluar dari tubuhku. Aku menatap lekat-lekat mata Deina, air mata mengalir di pipinya. Dari matanya aku tahu sebenarnya ia tak ingin melakukannya dan sekarang aku tahu apa maksudnya perkataannya.

"Ahhh Deina, ka-u?"

F L A S H  F I C T I O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang